Ketika Perlindungan Hak Terabaikan, Masyarakat Adat Terus Terlilit Beragam Masalah

Perlindungan hak-hak masyarakat adat masih terabaikan. Konflik-konflik lahan dan kekayaan alam antara masyarakat adat dengan korporasi maupun pemerintah terus terjadi. Bahkan, tak jarang menimbulkan konflik horizontal. Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) akan mengupayakan langkah-langkah ke arah pengakuan dan perlindungan masyarakat adat.

”Kami akan buat strategi untuk komunikasi reguler dan intervensi kebijakan pemerintah,” kata Nur Amalia, Ketua Badan Pelaksana PPMAN yang baru terpilih saat Konferensi Nasional II di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat,  Minggu (30/10/16).

PPMAN, katanya, akan memperjuangkan hak-hak masyarakat adat baik level nasional maupun internasional.

Mereka dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) akan melihat peluang dan pendekatan dunia internasional dalam pengakuan masyarakat adat. Termasuk, katanya, saat Konperensi Para Pihak (COP) ke22 di Maroko, 7-18 November.

”Mengapa Indonesia ini sangat sulit (pengakuan dan perlindungan masyarakat adat-red), apakah karena definisi dan persepsi perlu disamakan?”

Nur mengatakan, ada tiga poin utama isu advokasi yang akan mereka usung. Pertama, kriminalisasi masyarakat adat yang membuka ladang dengan membakar. AMAN memperjuangkan soal pengelolaan lahan oleh masyarakat adat/lokal seluas dua hektar sudah diatur dalam UU. Juga soal penegakan hukum pada korporasi perlu menjadi perhatian.

PPMAN, akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan audensi dengan beberapa kalangan, salah satu Kapolri.

Kedua, advokasi untuk mendorong Rencana UU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat masuk program legislasi nasional (prolegnas) 2017.

”Ini erat kaitannya dengan pengakuan masyarakat adat sebagai warga negara Indonesia. Kami akan bertemu dengan fraksi-fraksi besar untuk mendukung itu.”

Ketiga, mereka akan menindaklanjuti dan memfasilitasi hasil Inkuiri Nasional hingga ada kepastian hukum bagi masyarakat adat.

Menurut dia, ada dua fokus utama harus segera selesai yakni Masyarakat Adat Seko di Sulawesi Selatan dan Komunitas Cek Bocek di Sumbawa.

”Kita akan berkomunikasi dan pendekatan masif kepada para pemangku kepentingan,” katanya.

Muhnur Satyaprabu, Public Interest Lawyer Network (Pilnet) menyebutkan, konflik baru akan terus muncul, mengingat proyek infrastruktur seringkali mengorbankan hak masyarakat adat. Faktanya, deregulasi aturan bidang kehutanan tak ada keberpihakan dengan masyarakat adat.

Pengakuan atas wilayah hutan mereka, katanya, masih dipersulit, bertolak belakang dengan kemudahan investasi pada korporasi. ”Aturan itu mempercepat industri dan hilirisasi yang diinginkan.”

Dia bilang, 96,82% pemanfaatan hutan dikuasai korporasi besar. Pada 2013, 2,8 juta hektar menjadi sumber konflik antara masyarakat adat/ lokal, dengan korporasi dan pemerintah.

Aktor pelaku kekerasan, yakni korporasi, pemerintah daerah dan polisi. ”Eksploitasi sumber daya alam sering tak dirasakan masyarakat. Batubara dijual, namun listrik masih sering mati,” ujar dia.

Senada dengan itu, Sugeng Teguh, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) mengatakan, atas nama sumber daya alam, negara dan korporasi merebut paksa hak masyarakat adat.

”Lahan milik negara diberikan ke konsesi tambang, sisanya lahan milik masyarakat adat.”

Kala investasi baru masuk perlu lahan dan hutan, negara dan korporasi menyasar lahan masyarakat adat. Apalagi, katanya, Presiden Joko Widodo,  sedang mendorong investasi dan menggenjot infrastruktur hingga 2019.

Dorong Raperda Masyakarat Adat

Jasardi, Ketua AMAN Sumbawa mengatakan, AMAN mendorong pembuatan Raperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Sumbawa.

Konflik antara masyarakat adat di Sumbawa dengan negara dan korporasi tak terelakkan karena legitimasi masyarakat adat minim.

Konferensi Nasional II PPMAN ini, guna membangun semangat membangun optimisme dalam mendorong hukum di Indonesia. Terutama, memelihara daya kritis dan sensitivitas dalam persoalan masyarakat adat.

Pada Konfernas II di Komunitas Cek Bocek Selesek Rensury di Sumbawa, ini, kepengurusan PPMAN terpilih terdiri dari, Ketua Badan Pelaksana, Nur Amalia, Dewan Pengawas : Datu Sukanda RHD, Agatha Anida, Suryadi, Syamsul Alam Agus, Yahya Mahmud dan Abdul Aziz Saleh.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,