Ternyata, Ada Sekolah Orangutan di Samboja Lestari. Penasaran?

Pukul 08.00 Wita, bayi-bayi orangutan itu sudah pergi ke sekolah. Dengan gembira, mereka langsung memadati kelas masing-masing. Seperti manusia, primata itu bersekolah setiap hari. Tak ada yang berani membolos, apalagi melarikan diri. Pemandangan keseharian yang mengagumkan itu terlihat jelas di sekolah hutan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Samboja Lestari, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim).

Ada tiga kelas di sekolah orangutan tersebut, baby house (rumah bayi), Sekolah Hutan (SH) 1 dan Sekolah Hutan 2. Baby house, diisi orangutan usia 0 sampai 2 tahun yang saat ini jumlahnya 4 individu. Semuanya yatim piatu yang diselamatkan dari beberapa daerah di Kaltim. SH 1, diperuntukkan bagi orangutan usia 2 – 4 tahun yang saat ini jumlahnya 23 individu (15 betina dan 8 jantan), sementara SH 2 untuk usia 4 – 6 tahun yang dihuni 26 individu (16 betina dan 11 jaantan). Jika sudah menginjak 7 tahun, orangutan-orangutan tersebut akan dimagangkan di pulau-pulau kecil yang ada di sekitar Samboja Lestari untuk belajar hidup di alam liar.

Staf Komunikasi Samboja Lestari, Suwardi mengatakan, luas area SH 1 sekitar 22,13 hektare dan SH 2 adalah 63.41 hektare. “Setiap hari mereka sekolah, tidak ada liburnya. Kecuali hujan. Kalau ada yang sakit, langsung dikarantina,” ujarnya Sabtu (5/11/2016).

Sebelum memulai pelajaran, murid-murid SH 1 mendapatkan sarapan berupa susu. Setelah itu, mereka belajar memanjat, mengonsumsi dedaunan, dan menggelantung di dahan pohon. Mereka juga belajar berteman dan berbagi makanan tanpa harus berebut. “Di sekolah, mereka belajar makan daun dan buah hutan agar mandiri, serta  mencari makan sendiri siang hari. Malamnya, kami yang sediakan, khususnya buah-buahan.”

Sementara SH 2, memulai hari dengan mencari sarapan sendiri. Ketika masuk kelas, mereka langsung menyebar mencari makan, sebelum pelajaran dimulai. Meski begitu, murid-murid SH 2 tetap mendapat jatah susu setiap hari. “Semua orangutan yang masih sekolah pasti diberi susu. Kelas baby house jatah susunya lebih banyak, lantaran bayi. Untuk SH 1 diberi susu untuk sarapan, sementara SH 2 di siang hari ketika bersantai di jam istirahat.”

Suwardi menuturkan, di SH 2, mereka bebas memilih tempat tidur malam. Ada yang memilih pulang kandang, ada pula yang menetap di sekolah yang semuanya diawasi penjaga malam. Menurut Suwardi, semua murid di sekolah ini mendapat perawatan intensif. Pasalnya, sebagai yatim piatu semua murid tidak boleh merasa kesepian, bahkan tertekan. “Usia 7 tahun ke atas, murid-murid yang dinyatakan lulus akan magang di pulau-pulau kecil. Mereka harus siap dilepasliarkan di hutan belantara, nantinya.”

Orangutan diajarkan berbagi makanan dan berteman juga di Sekolah Hutan. Foto: BOSF
Orangutan diajarkan berbagi makanan dan berteman juga di Sekolah Hutan. Foto: BOSF

Nico Hermanu, Staf Komunikasi BOSF menuturkan, orangutan yang ada Samboja Lestari merupakan individu yang terusir dari habitat alami mereka. Berbagai kasus bayi orangutan yang terpisah dari induknya membuat mereka harus belajar hidup sejak dini. “Sekolah hutan ini membekali orangutan belia ini keterampilan. Tujuannya satu, agar mereka mampu bertahan hidup setelah dilepasliarkan ke hutan.”

Dijelaskan Nico, di sekolah hutan, mereka diajarkan cara bergaul yang baik baik dan berbagi secara adil. Mereka juga diajarkan dan dibimbing membangun sarang, memilih pakan alami, dan mengenali musuh. Untuk naik kelas, semua tergantung dari usia dan keterampilan yang mereka kuasai. “Dibedakan kelasnya dari usia yang nantinya dinilai apakah mereka sudah menguasai keterampilan yang diajarkan atau belum. Pelajaran di sekolah ini sangat menentukan kehidupan mereka di masa mendatang,” jelasnya.

Orangutan diajarkan memanjat agar di kemudian hari, saat di alam liar nanti bisa beradaptasi dengan baik. Foto: BOSF
Orangutan diajarkan memanjat agar di kemudian hari, saat di alam liar nanti bisa beradaptasi dengan baik. Foto: BOSF

Tidak murah

Setiap bulan, satu siswa orangutan ini ternyata membutuhkan biaya sekitar Rp2-3 juta yang bahkan lebih. Pengeluaran itu digunakan untuk biaya perawatan juga makanan dan minuman yang harus tersedia.

CEO BOSF, Jamartin Sihite mengatakan, biaya yang dibutuhkan masing-masing orangutan itu berbeda. Biaya hidup satu orangutan yang masih sekolah harus dihitung dari jumlah makan minum perharinya. Ditambah lagi gaji satu teknisi yang merawatnya. “Angka tersebut tidak berpatokan pada 2 – 3 juta Rupiah saja. Ada pula tambahan tidak terduga, misalnya harga buahan-buahan yang melonjak saat musim kemarau. Walau orangutan dididik mencari makan seperti dedaunan dan buah hutan, mereka juga mendapat jatah buah-buahan sebagai menu makan malam.”

Menurut Jamartin, biaya kehidupan orangutan keseharian itu sudah bisa diprediksi. Namun, biaya untuk pelepasliaran yang menjadi tanggungan berat. “Untuk lima orangutan yang mau dilepasliarkan di Kehje Sewen, sebagaimana pertengahan Oktober 2016 ini, dibutuhkan dana Rp50 juta. Biaya itu untuk sewa mobil beserta pengangkut kandang, serta perjalanan dari Samboja ke Kutai Timur yang jauh.

Orangutan kembali pulang setelah seharian belajar di Sekolah Hutan. Foto: BOSF
Orangutan kembali pulang setelah seharian belajar di Sekolah Hutan. Foto: BOSF

Faktor kesehatan orangutan memang menjadi perhatian penuh sebagaimana disampaikan Hafiz Riandita, dokter hewan di Samboja Lestari ini. Khusus untuk murid-murid SH, jika ada yang sakit, otomatis dipisahkan dari teman-temannya. Dikhawatirkan, akan menular pada yang lain. “Pastinya dirawat intensif di klinik dan akan menjalani perawatan medis.”

Penyakit yang paling sering muncul pada kasus orangutan adalah pernafasan. Menurut Hafiz, penyakit ini muncul lantaran kepadatan populasi dan juga bisa saja datang dari manusia, karena jika di alam liar kasus ini tidak ditemukan. “Salah satu faktornya mungkin karena over populasi atau terjangkit dari manusia.”

Terlepas dari permasalahan yang ada, Jamartin menilai, persoalan utama yang dihadapi saat ini adalah ketidakseimbangan antara orangutan yang direhabilitasi dengan yang dilepasliarkan. Menurut Jamartin, setiap hari, akan ada orangutan yang antri masuk ke Samboja Lestari, sementara kapasitas penampungan sudah penuh. “Untuk luasan sekolah hutan, semuanya memadai. Meski begitu, masih dibutuhkan ratusan hektar lagi untuk membangun pulau-pulau kecil sebagai tempat orangutan dewasa magang, belajar hidup sebelum dikembalikan ke alam liar,” paparnya.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,