Amanat Inpres : Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Harus Segera Dimulai. Ada Masalah Apa?  

Sejak Presiden RI Joko Widodo mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional tiga bulan lalu, hingga saat ini implementasinya dinilai banyak kalangan masih berjalan di tempat. Padahal, Presiden memberi waktu selama enam bulan untuk menjalankannya sebelum ada evaluasi.

Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Sri Adiningsih di Jakarta, Senin (7/11/2016) mengatakan, sejak keluar pada tiga bulan lalu, Inpres masih belum terlihat ada perkembangan signifikan. Padahal, enam bulan setelah Inpres keluar, Presiden akan meminta evaluasi kinerjanya.

“Paling lambat enam bulan, harus dilaporkan kepada Presiden. Sekarang sudah masuk tiga bulan, berarti tinggal tiga bulan waktu tersisa sebelum melaporkannya kepada Presiden,” ucap dia.

Menurut Sri, karena waktu yang sudah semakin dekat, seharusnya semua pihak yang berkaitan bisa saling berkoordinasi untuk melaksanakan percepatan pembangunan industri perikanan. Hal itu, sesuai dengan Inpres yang menyebut ada 25 lembaga  yang terlibat dalam percepatan tersebut.

Ke-25 lembaga tersebut, dijelaskan Sri, mencakup Kementerian, Badan, Lembaga, dan juga institusi lain. Tidak hanya di tingkat pusat, 25 lembaga tersebut dilibatkan hingga ke daerah-daerah di seluruh Indonesia.

“Harapannya, tentu saja agar percepatan bisa dilakukan. Pembangunan tidak terhambat lagi, apapun alasannya,” tutur dia.

Sri menjelaskan, dengan dikeluarkannya Inpres, itu menerangkan bahwa konsolidasi perikanan sudah dinyatakan selesai. Dan langkah selanjutnya, adalah bagaimana melaksanakan pembangunan secepat mungkin untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia.

“Presiden sangat serius untuk melakukan percepatan pembangunan industri perikanan. Karena, potensinya memang besar sekali dan ada. Tidak hanya itu, sektor kelautan dan perikanan juga akan menjadi ujung tombak dari target pertumbuhan ekonomi hingga enam persen,” papar dia.

Aneka ikan yang ditangkap di Selat Alas Lombok Timur, NTB. RIbuan nelayan di perairan Lombok Timur terancam mata pencahariannya karena rencana pengerukan pasir laut oleh PT DAR untuk reklamasii Teluk Benoa Bali. Foto : Anton Muhajir
Aneka ikan yang ditangkap di Selat Alas Lombok Timur, NTB. RIbuan nelayan di perairan Lombok Timur terancam mata pencahariannya karena rencana pengerukan pasir laut oleh PT DAR untuk reklamasii Teluk Benoa Bali. Foto : Anton Muhajir

Berkaitan dengan instruksi percepatan tersebut, Sri mengungkapkan, semua lembaga harus bisa saling mendukung. Contohnya, bagaimana Kementerian Perindustrian harus bisa mengevaluasi undang-undang yang menghambat pembangunan perikanan nasional.

Kemudian, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga harus mengevaluasi peraturan yang mencakup perikanan tangkap, budidaya, rumput laut, industri pengolahan, dan lainnya. Selain itu, Kementerian Koordinator Kemaritiman juga harus bisa mensinergikan pembangunan industri perikanan dengan baik.

Revitalisasi dan Konsolidasi

Berkaitan dengan Inpres No.7 Tahun 2016, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan, perlu langkah yang jelas untuk bisa mengimplementasikannya dengan baik. Salah satunya, adalah perlunya melakukan revitalisasi dan konsolidasi untuk mengembangkan industri perikanan di Indonesia.

Untuk bisa melakukan revitalisasi dan konsolidasi, Airlangga berjanji akan melakukan pendampingan dan menerapkan kebijakan yang tepat dan relevan.  Dia mengatakan itu, karena saat ini tingkat utilisasi di sektor kelautan dan perikanan masih sangat rendah. Itu juga terlihat dari jumlah ekspor perikanan yang terus mengalami penurunan.

“Catatan juga, sekarang ini untuk bisa melakukan konsolidasi yang baik, masih ada masalah berupa perbedaan data yang beragam di sektor perikanan dan kelautan,” tutur dia.

Sesuai amanat dalam Inpres, Airlangga mengatakan, pihaknya juga akan membuat peta jalan (roadmap) industri perikanan dan kelautan. Peta jalan tersebut diharapkan bisa selesai dalam waktu sebulan ke depan.

“Kita akan berikan insentif untuk bisa memudahkan terwujudnya peta jalan industri perikanan dan kelautan ini,” sebut dia.

Airlangga kemudian menjelaskan, saat ini pihaknya sedang mencari industri yang bisa dipanen cepat dalam waktu dua hingga tiga tahun ke depan. Industri yang dinilai tepat, kata dia, adalah industri perikanan dan kelautan, dan itu didukung penuh dengan Inpres No.7/2016.

“Perikanan masuk ke dalam kriteria tersebut karena tidak didominasi satu-dua player (pemain),” katanya.

ikan budidaya. Foto : kkpnews
ikan budidaya. Foto : kkpnews

Sementara, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Perikanan dan Kelautan KKP Nilanto Perbowo menjelaskan, saat ini KKP sudah menyelesaikan peta jalan seperti yang diamanatkan dalam Inpres. Peta jalan itu, salah satunya adalah memetakan pembangunan unit pengolahan ikan (UPI) di 12 pulau terdepan dan kawasan perbatasan.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi III Koordinator Sumber Daya dan Infrastruktur Kemenko Maritim Ridwan Djamaludin mengatakan, berkaitan dengan percepatan pembangunan industri perikanan nasional, sebaiknya semua pihak harus melihat ada ketidakefisienan dan infrastruktur yang bermasalah.

“Kita ini masih kekurangan kapal besar hingga 5.000 jumlahnya. Namun, pada saat bersamaan, kita justru kelebihan kapal keecil hingga 400 ribuan jumlahnya,” ucap dia.

Dengan fakta tersebut, Ridwan meminta semua pihak untuk duduk bersama mencari formula yang tepat untuk mengatasi persoalan tersebut. Karena, pada kenyataannya, industri perikanan harus didukung dengan ketersediaan armada kapal yang cukup.

 

Segera Percepat Pembangunan Industri Perikanan

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto mengungkapkan, kehadiran Inpres No.7 Tahun 2016 harus menjadi pegangan yang bagus dan segera dilaksanakan dalam bentuk pembangunan.

Dengan adanya pembangunan, Yugi sangat yakin, akan ada peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat nelayan, pembudidaya ikan, pengolah maupun pemasar hasil perikanan dan petambak garam di seluruh Indonesia.

“Untuk percepatan industri perikanan nasional, kita juga harus memperhatikan infrastruktur dan skema pembiayaannya harus seperti apa,” ungkap Yugi.

Menurut Yugi, pembangunan infrastruktur yang baik akan menjadi kunci keberhasilan pembangunan ke depan. Dia menyebut, salah satu faktor kenapa Indonesia dari waktu ke waktu daya saing investasi terus menurun di tingkat dunia, karena sarana infrastruktur yang masih belum bagus

“Pembangunan infrastruktur yang kami harapkan adalah sarana jalan, ketersediaan energi gas dan listrik yang memadai sehingga bisa meyakinkan investor tentang keberpihakan pemerintah terhadap investasi baru di daerah tersebut. Dalam hal ini, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Perusahaan Gas Negara (PGN) harus terlibat aktif,” terang dia.

Tak hanya itu, Yugi meminta kepada PGN untuk aktif berinvestasi langsung di daerah tersebut. Sehingga bisa memastikan ketersediaan gas bagi para investor, dan dapat mengimplementasikan sektor perikanan.

Untuk mendukung percepatan pembangunan industri perikanan, Yugi juga berpendapat, dukungan penuh dari sektor perbankan akan sangat diperlukan. Termasuk, kehadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bisa mendorong kalangan perbankan BUMN dan lembaga keuangan, untuk memberikan fasilitas pembiayaan kepada investasi sektor kelautan dan perikanan.

Yugi memaparkan, dari informasi yang diberikan OJK, hingga saat ini kredit yang diberikan perbankan kepada sektor kelautan dan perikanan baru mencapai 3% dari total angka Rp5.000 triliun yang tersedia. Angka tersebut, dinilainya masih sangat kecil.

“Kami mendorong pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur seperti di Ambon dan Papua, agar banyak investor kelautan dan perikanan yang masuk ke daerah itu, dan akhirnya bisa mengoptimalkan kredit perbankan,” tegas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,