Petaka di Lubang Jarum Tambang Emas Merangin (Bagian 1)

Jaminar, baru menyeka air mata. Wajahnya masih diselimuti kedukaan. Dia sudah satu minggu mengunjungi kediaman adik laki-lakinya, Hamzah, warga Desa Sungai Nilau,  Kecamatan Renah Pembarap, Kabupaten Merangin.

Hamzah, salah satu korban bersama 10 penambang lain yang terperangkap di lubang jarum tambang emas. Dia menjadi juru masak, bersama adik perempuannya dan beberapa keluarga   korban lain di posko pencarian korban.

Pada Senin (24/10/16) sekitar pukul 12.00, 11 penambang tradisional lubang jarum di Desa Simpang Parit, Kecamatan Renah Pembarap, Kabupaten Merangin, Jambi, terperangkap di dalam lubang jebol yang dipenuhi air.

Informasi warga, ke 11 korban adalah Tami (45), Yungtuk (30), Si’am (28), Hamzah (55), Jurnal (21), Catur (24) dan Guntur (34),  dan Cito (25). Mereka warga Sungai Nilau, Kecamatan Sungai Manau.

Hamzah, bapak tujuh anak ini baru dua tahun beralih kerja, petani karet ke penambang emas. “Baru dua tahun inilah almarhum jadi penambang emas. Karet dak ado hargonyo lagi. Kayakmano kami nak makan,” katanya sambil memandangi lubang mematikan di hadapannya.

Saya beberapa kali memeluk perempuan paruh baya ini. Jaminar berusaha ikhlas dengan kepergian Hamzah. Keluarga besarnya sudah menggelar tahlilan dan yasinan untuk mendo’akan Hamzah. ”Kami di dusun sudah tahlilan dan yasinan tiap malam, semoga korban bisa ditemukan. Idak utuh lagi, potongan anggota tubuh pun jadi jugok-lah,” katanya.

Hari demi hari adalah harapan bagi Jaminar dan keluarga korban lain. Berdoa Mereka  berdoa korban bisa ditemukan, meski bukan dalam keadaan hidup. Hari ke delapan, saat saya turun langsung melihat proses evakuasi, terlihat satu eskavator  membantu menutup dua lubang yang diduga menjadi penyebab air terus mengalir dalam lubang tambang.

Puluhan orang terus menunggu, dan mesin air terus menyala  memompa air agar kondisi lubang tambang kering dan bisa dilakukan evakuasi tak jua membuahkan hasil.

Posko pemcarian korban. Foto: Elviza Diana
Posko pemcarian korban. Foto: Elviza Diana

Menjadi penambang emas lubang jarum bukanlah primadona pekerjaan bagi masyarakat di sepanjang Sungai Batang Merangin. Kondisi ekonomi buruk, memaksa penambang bertaruh nyawa.

Ali, warga Perentak juga penambang mengaku, tak ada pilihan lain bagi mereka setelah kebun karet tak bernilai. “Itu dalamnya vertikal saja rata-rata 27 meter. Kami pakai tali ke dalam,” katanya.

Dia bilang, bukan perkara mudah membuat lubang-lubang tambang itu. Dulu, mereka pakai linggis, kini bor listrik.

Di dalam sana, katanya, ada cabang-cabang (lorong) seperti terowongan yang hanya muat satu orang. “Kami harus merayap untuk bisa masuk,” katanya.

Ali bilang, penambang biasa ada dua shif, siang dan malam. Ada 10-15 orang dalam satu kelompok. Tak ada perbedaan siang dan malam bagi mereka. Karena dalam lubang sempit itu mreka tak bisa membedakan. Hanya ditemani lampu-lampu kecil menerangi mereka guna menemukan bongkahan koral becampur tanah dan pasir.

“Kalau beruntung, mereka menemukan serpihan emas. Ada terminal listrik di dalam sebagai penerangan.”

Penggunaan listrik yang kurang memperhatikan keamanan, April 2016,  pernah menewaskan empat penambang. Mereka kesentrum listrik. Meskipun begitu, tak menyurutkan tekad penambang.

Keluarga korban dan masyarakat membantu memasok bahan makanan untuk tim pencari korban. Foto: Elviza Diana
Keluarga korban dan masyarakat membantu memasok bahan makanan untuk tim pencari korban. Foto: Elviza Diana

Jika slogan pemadam kebakaran, “pantang pulang sebelum padam.” Slogan penambang ini, “pantang naik sebelum dapat.”

Untuk bernapas di lubang dengan panjang bisa 80 meter ini, para penambang menggunakan alat bantu napas disebut blower. Alat ini menyerupai kipas angin mini dihubungkan sebuah selang kecil yang panjang untuk menjangkau para penambang. Blower juga berfungsi sebagai alat komunikasi.

Untuk membawa material hasil tambang ke atas, mereka menggunakan ember dengan sistem katrol, ditarik hingga atas.

Material berupa koral bercampur tanah dan pasir ini langsung dicuci di pinggir sungai dengan air dialiri mesin.

Ali menyebutkan, penambang bisa memperkirakan mana berisi emas atau tidak dilihat dari warna. “ Biasa kalau berwarna kuning atau hijau bongkahan itu ada serpihan emas.”

Sepanjang Sungai Batang Merangin mulai Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap hingga Desa Langeh, Kecamatan Renah Pembarap, lebih ratusan lubang jarum berjejer di sepanjang tepi sungai.

Mereka percaya, Sungai Batang Merangin, nadi dari sumber-sumber emas di Merangin.

Pencarian emas para penambang berkisar dari 10-15 hari. Mekanisme pembagian hasil, penambang memiliki porsi teramat kecil.

Ali menyebutkan, dalam tambang emas lubang jarum ini ada toke, tanjung dan penambang. Toke, orang yang bermodal dan memasok semua keperluan penambang. Tanjung, adalah pemilik lahan jadi penambangan.

Untuk pembagian hasil, setelah dikurangi biaya operasional oleh toke, penambang hanya mendapatkan porsi 10-15%, tanjung 20-30%, selebihnya toke.

”Ini disesuaikan perjanjian awal. Dimana penambang mencari kelompok dan toke yang bersedia memodali tambang.”

Jika memperoleh banyak hasil, para pekerja tambang bisa membawa pulang Rp1 juta setiap minggu. Jika gagal, tak mendapatkan apa-apa, termasuk toke harus merelakan pengeluaran selama kegiatan.

Untuk memastikan pekerja tak curang, toke biasa memeriksa barang bawaan dari para pekerja kala tambang berakhir.

Para penambang harus menggunakan kapal kecil bermesin, dikenal dengan sebutan lokal tempek untuk mencapai lokasi.

Dari penelusuran Mongabay, pasca delapan hari pencarian terlihat satu dua penambang beraktivitas di lubang tambang mereka. Nyawa, menjadi tak berarti lagi.

Saat mereka masuk ke lubang tambang, kata Ali, pilihan hanya selamat dan mendapatkan hasil atau mati terkubur dalam lubang.  Sebuah karpet merah, dikenal dengan sebutan karpet mie menjadi saksi serpihan-serpihan emas itu pernah membuat para pekerja tambang tersenyum.

 

Keluarga korban dan teman-teman penambang yang ikut mencari korban tertimbun dalam lubang tambang. Foto: Elviza Diana
Keluarga korban dan teman-teman penambang yang ikut mencari korban tertimbun dalam lubang tambang. Foto: Elviza Diana

 

Pencarian dihentikan

Pencarian korban lubang tambang, tepat hari ke-14 dihentikan.  Senin, (7/11/16), usaha pencarian setop dan lubang tambang ditutup menggunakan eskavator.

Sekretaris Desa Sungai Nilau, Afrizal mengatakan, berbagai upaya dilakukan tim evakuasi seperti membuat lubang baru yang diduga jalur tambang.

“Air dalam lubang tambang tak kunjung kering, segala upaya dilakukan tapi hasil nihil. Kami tak bisa berbuat apa-apa lagi, kecuali mengikhlaskan kepergian keluarga kami,” katanya.

Bupati Merangin. Al Haris mengatakan, akan membangun tugu atau prasasti diatas lubang tambang itu sebagai renungan bagi semua orang. Pemda akan memberikan bantuan santunan bagi keluarga korban.

Kapolres Merangin Munggaran Kartayuga menyebutkan, hingga saat ini, toke belum bisa ditemukan. “Pemodal inisial N, belum diketahui. Masih DPO (daftar pencarian orang-red),” katanya. Bersambung

Lubang jarum yang menelan belasan orang. Foto: Elviza Diana
Lubang jarum yang menelan belasan orang. Foto: Elviza Diana
Mesin air untuk menyedot air yang memenuhi lubang tambang. Sayangnya, upaya tak berhasil dan pencarian dihentikan. Foto: Elviza Diana
Mesin air untuk menyedot air yang memenuhi lubang tambang. Sayangnya, upaya tak berhasil dan pencarian dihentikan. Foto: Elviza Diana
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,