Mongabay Travel: Air Terjun Batu Betiang di Situs Warisan Dunia

Keinginan hati mengunjungi Air Terjun Batu Betiang yang eksotis di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), satu dari tiga taman nasional di Pulau Sumatera yang ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia, terkabul sudah. Sekitar pukul 14.30 WIB, Selasa (8/11/16), saya bersama dua rekan jurnalis, Demon Fajri dan Aji Asmuni, tiba di tempat tersebut yang berlokasi di Desa Babakan Baru, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Kami ditemani staf Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Sumatera Selatan – Bengkulu Balai Besar TNKS, Insani.

Tinggi air terjun ini sekitar 2,5 meter. Di bagian kirinya, ratusan batu menyerupai tiang berbentuk balok dengan tinggi 10 – 100 cm tersusun rapi, membentuk tempat duduk sekaligus anak tangga hingga ke puncaknya. Sedangkan di sisi kanan, ratusan batu yang juga menyerupai tiang dengan tinggi hingga 500 cm tersusun rapat, membentuk dinding. Di atasnya, tumbuh banyak pohon.

Zamzam Sanariah (55) warga Dusun Mirasi Desa Babakan Baru, pemilik rumah tempat kami menitipkan sepeda motor menuturkan, berdasarkan cerita para tetua, batu-batu itu adalah kayu-kayu yang dikumpulkan Si Pahit Lidah. Gunanya sebagai alat penggiling padi yang memanfaatkan air terjun untuk memutar kincirnya. “Belum selesai dibuat, Si Pahit Lidah mendapat musibah. Kayu-kayu itu diubahnya menjadi batu.”

Air Terjun Batu Betiang di Desa Babakan Baru, Rejang Lebong, Bengkulu. Foto Dok. Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Sumatera Selatan – Bengkulu Balai Besar TNKS
Air Terjun Batu Betiang di Desa Babakan Baru, Rejang Lebong, Bengkulu. Foto Dok. Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Sumatera Selatan – Bengkulu Balai Besar TNKS

Kalau pun memang ada yang membuat kondisinya sedemikian rupa, saya cenderung melihat seperti dibuat untuk tempat pemandian. Apalagi diameter kolam atau lubuknya tidaklah terlalu lebar, sekitar 4 meter dan relatif tidak dalam. Arus air yang mengalir juga tidak begitu deras karena menabrak sejumlah batu berukuran besar. “Bagian yang paling dalam, mungkin sekitar 4 meter. Saya pernah berapa kali berupaya mencapai dasarnya, namun belum berhasil,” tutur Insani.

Sudah sejak lama warga Desa Babakan Baru mengetahui keberadaan air terjun. Namun, baru belakangan ini ramai dikunjungi. Bukan hanya ingin melihat hal yang eksotis, sebagian pengunjung sengaja datang bersama pacar untuk mengetahui jodoh. “Kalau cerita yang saya dengar dari beberapa pengunjung, seperti itu. Namun, saya belum pernah mendengar langsung dari warga atau tetua desa,” ujar Sri, Warga Desa Babakan Baru.

Batu seperti tiang yang tersusun menyerupai anak tangga di sebelah kiri dan kanan Air Terjun Batu Betiang ini. Foto: Dedek Hendry
Batu seperti tiang yang tersusun menyerupai anak tangga di sebelah kiri dan kanan Air Terjun Batu Betiang ini. Foto: Dedek Hendry

Wisata  

Tidak ada rintangan berarti menuju air terjun ini. Jalannya relatif datar. Sepanjang perjalanan, hanya ada dua tanjakan (yang kemiringannya sekitar 40 derajat), dan tidak perlu khawatir tersesat. Papan atau kayu pentunjuk arah yang dipasang warga desa terlihat jelas.

Dari Curup, Ibu Kota Rejang Lebong, kami hanya butuh waktu 15 – 20 menit dengan sepeda motor, menuju Dusun Mirasi, Desa Babakan Baru. Selanjutnya, perjalanan dilanjutkan berjalan kaki sekitar dua jam, santai dan dua kali istirahat dikarenakan licin. Bila musim kemarau, waktu tempuh akan lebih cepat 30 menit.

Burung kuau yang terdapat di wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat. Foto: Dok. Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Sumatera Selatan – Bengkulu Balai Besar TNKS
Burung kuau yang terdapat di wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat. Foto: Dok. Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Sumatera Selatan – Bengkulu Balai Besar TNKS

Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Sumatera Selatan – Bengkulu Balai Besar TNKS Ismanto mengatakan, tim Dinas Pariwisata Kabupaten Rejang Lebong juga mengunjungi dan mewacanakan untuk menjadikan Air Terjun Batu Betiang sebagai daerah tujuan wisata baru. “Prinsipnya, saya mendukung. Namun pengembangannya bukan masif, melainkan spesifik. Yakni, wisata alam sekaligus wahana pendidikan konservasi.”

Ismanto menuturkan, kalaupun ingin membangun infrastruktur jalan atau lainnya, tidak dilakukan di kawasan TNKS. “Di dalam TNKS, harus tetap alami. Kalau ingin membuat jalan, misalnya jalan batu atau kayu, bukan diambil dari taman nasional. Pengunjung pun dilarang membawa kendaraan atau menyewa ojek ke lokasi. Demikian pula bila ingin membuat semacam tempat peristirahatan, sebaiknya dibuat dari bambu atau kayu yang bukan diambil dari dalam kawasan,” paparnya.

Jamur Jaring. Foto: Dok. Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Sumatera Selatan – Bengkulu Balai Besar TNKS
Jamur Jaring. Foto: Dok. Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Sumatera Selatan – Bengkulu Balai Besar TNKS
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,