Pengapalan Perdana Kayu Berlisensi FLEGT, Perkuat Pengawasan, Pemerintah Harus Jaga Kredibilitas

Selasa pagi (15/11/16), beberapa kontainer coklat tua sudah bersiap di atas truk. Ia berisi produk-produk kayu yang akan pengapalan perdana menggunakan lisensi Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT).

Hari itu, perjanjian kerja sama perdagangan kayu antara Indonesia dan Uni Eropa mulai berlaku. Dengan lisensi ini, para eksportir tak perlu ada uji tuntas (due diligent) lagi untuk masuk Uni Eropa.

”Sudah ada 36 sertifikasi FLEGT diterbitkan ke berbagai perusahaan, terhitung pukul 02.00, Selasa (15/11/16),” kata Rufi’ie, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, usai acara pelepasan pengapalan perdana dengan lisensi FLEGT di Jakarta.

Dia berharap, langkah ini mampu meningkatkan nilai ekspor produk kayu Indonesia ke Uni Eropa dan menjadi perbaikan tata kelola hutan berkelanjutan.

Menuju proses ini, katanya,  tidaklah mudah, selama 14 tahun pengembangan sistem dan sembilan tahun proses perjanjian kerjasama sukarela (Voluntary Partnership Agreement/VPA).

Hingga kini, porsi ekspor kayu ke Uni Eropa hanya sekitar 10% dari total ekspor kayu global. Rufi’ie, masih belum bisa memprediksi pertumbuhan ekspor ke depan setelah ada lisensi ini.

Untuk periode Januari-Agustus 2016, ekspor ke Uni Eropa US$708,38 juta, pada 2015, US$882,23 juta.

Pemberlakuan lisensi FLEGT antara Indonesia-Uni Eropa ini, katanya, diharapkan menjadi sebuah trigger ke negara lain.

Dia bilang, lisensi ini menandai legalitas produk kayu Indonesia masuk pasar dunia.  “Ini menandakan komitmen Indonesia memerangi pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal,” katanya.

A.A Malik, Sekretaris Jenderal Asosiasi Panel Kayu Indonesia optimis, efek pengakuan di Uni Eropa akan berdampak ke negara lain.

”Banyak negara sudah berbicara terkait kayu legal, nanti akan ada persaingan baru. Pengakuan Uni-Eropa ini, akan menaikkan status kayu legal Indonesia,“ katanya.

Kondisi ini, akan memperkuat posisi Indonesia baik dari sektor perdagangan maupun citra kehutanan.

Jaga kredibilitas

Rufi’ie mengatakan, pengawasan perdagangan kayu dilakukan melalui sistem online, yakni Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH). Jika ada perusahaan tak tercatat, sertifikasi tak dapat diberikan. Satu lisensi FLEGT hanya berlaku satu kali pengiriman.

Secara terpisah, Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) mendorong pemerintah Indonesia dan Uni Eropa serius menjalankan dan memantai penerapan sistem ini untuk langkah kelestarian hutan.

Lisensi ini, menjadi keberhasilan nyata sekaligus tantangan Indonesia untuk konsisten melaksanakan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) secara kredibel dan akuntable.

”Pemerintah harus meningkatkan pengawasan tak hanya melalui online, juga pengawasan tingkat tapak,” kata Muhamad Kosar, dinamisator nasional Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK). Pengawasan ketat ini, katanya, guna memastikan bahan baku yang dikirim tak bermasalah dan memang legal.

Begitu juga, penegakan hukum atas laporan pelanggaran yang disampaikan pemantau independen, seperti temuan mal-administrasi, modus pemalsuan lisensi dan penipuan melalui praktik pinjam bendera.

”Ini perlu ditindaklanjuti dengan penegakan hukum efektif. Implementasi regulasi yang kita miliki masih rendah,” katanya.

Penguatan standar SVLK,  melalui perbaikan berbagai regulasi juga penting guna mencapai pengelolaan hutan lestari dan berkeadilan.

”Perkembangan saat ini patut diapresiasi dan dibaca sebagai keseriusan seluruh pihak di Indonesia terhadap upaya mereformasi sektor kehutanan yang sarat ilegalitas dan korupsi.”

Meski belum sempurna, katanya, secara jangka panjang jika komitmen serius akan memperbaiki tata kehutanan.

Senada dikatakan Benja V. Mambai PLT CEO, WWF Indonesia mengatakan, lisensi ini merupakan buah kerja keras semua pihak selama 10 tahun dalam mengembangkan SVLK. Dengan sistem ini, katanya,  menjadi instrumen penting menjamin produk kayu Indonesia ke Uni Eropa dan negara lain dari sumber legal.

“Lisensi FLEGT akan membawa dampak positif bagi pemasaran produk-produk perkayuan dari Indonesia,” katanya dalam rilis kepada media.

WWF mengimbau, pemerintah Indonesia dan Uni Eropa benar-benar menjalankan dan memantau penerapan sistem ini, hingga bisa menjadi dasar melangkah menuju kelestarian.

Aditya Bayunanda, Forest Commodity Market Transformation Leader, WWF-Indonesia mengatakan, Pemerintah Indonesia harus memastikan akses informasi kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk bisa melakukan pemantauan independen.

“Termasuk memberikan akses data terkait dan dokumen perencanaan. Menahan informasi dapat menyulitkan LSM memantau penerapan SVLK di lapangan,” katanya.

Data KLHK 2016, sudah ada 2.322 industri di Indonesia lulus SVLK dan mendapat sertifikat V-legal. Mereka bisa langsung ekspor ke berbagai negara.

  

 

Optimis ekspor naik

Yansen Ali, Direktur Utama PT Mujur Timber menilai, aturan ini jelas menguntungkan eksportir. Pasalnya, kualitas kayu yang diperjualbelikan memiliki legalitas dari hulu hingga hilir. Hal ini mampu menghemat biaya pengiriman bagi perusahaan sekitar 5%.

Tak hanya itu, lisensi FLEGT berpengaruh pada harga jual plywood, sekitar 5-10% per kubik, saat ini harga US$500-600 per kubik. Yansen menargetkan ekspor 2017 naik sekitar 20-30%.

Apalagi, katanya, produk kayu Indonesia termasuk kategori produk premium di pasar dunia.

Hari ini, 23 kontainer produk plywood dari empat perusahaan pemberangkatan pertama melalui Pelabuhan Tanjung Priok, yakni, PT Korindo Ariabima, PT Kayu Lapis Indonesia, PT Kutai Timber Indonesia dan PT Mujur Timber.

Adapun tujuan kontainer, diantaranya PT Korindo Ariabima menuju Antwerp, Belgia (dua kontainer), PT Kayu Lapis Indonesia menuju Antwerp dan Tilbury, UK (masing-masing satu kontainer), PT Kutai Timber Indonesia  menuju Antwerp, Hamburg-Jerman (masing-masing satu  kontainer). Lalu, Liverpool-UK, Tilbury (masing-masing dua kontainer) dan PT Mujur Timber menuju Antwerp (empat kontainer) dan Tilbury (sembilan kontainer).

Selain itu, ada perusahaan mengapalkan kargo perdana dari daerah masing-masing, seperti delapan kontainer dari PT Mujur Timber menuju Tilbury-UK di Belawan-Medan, tiga kontainer dari PT KLI menuju Anwerp-Belgia di Semarang, 45 kontainer PT Korindo tujuan Anwerp, Bremerhaven dan Hamburg-Jerman di Pangkalan Bun. Kemudian lima kontainer dari PT Kutai Timber Indonesia menuju Tilbury dan Grangemouth-UK di Surabaya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,