Sudah Tahu Permasalahan yang Hambat Perkembangan Ikan Hias di Indonesia?

Menjadi negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, tak lantas menjadikan Indonesia berjaya di industri perikanan dan kelautan. Kondisi tersebut, tak hanya terjadi di sektor perikanan tangkap dan perikanan budidaya, namun juga pada industri pengolahan produk kelautan dan perikanan.

Salah satu yang hingga kini masih belum berkembang dengan baik, adalah industri ikan hias yang mencakup ikan hias air tawar dan air laut.Keberadaan industri ikan hias, masih berjalan di tempat, karena terkendala oleh berbagai faktor mencakup regulasi dan infrastruktur.

Hal tersebut diakui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) Zulficar Mochtar. Menurutnya, jika industri ikan hias ingin berkembang dan maju melebihi negara lain, maka perlu rencana aksi nasional (RAN) pengembangan ikan hias.

“Ini penting, karena ikan hias potensinya sangat besar di Indonesia. Harus dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan ekonomi rakyat,” ucap dia di Depok, Jawa Barat, Senin (14/11/2016).

Dengan menyusun RAN, Zulficar meyakini, Indonesia bisa menjadi negara sukses dalam industri ikan hias pada 2019 mendatang. Dengan RAN, dia yakin pada 2019 nanti Indonesia bisa mengungguli negara lain yang selama ini mendominasi perdagangan ikan hias di dunia.

“Saat ini, Indonesia masih di bawah Singapura untuk perdagangan ikan hias. Padahal, kita tahu sendiri, sumber daya ikan hias negara tersebut masih di bawah Indonesia. Jadi, harus dicari tahu apa yang menyebabkan Indonesia masih di bawah Singapura,” ungkap dia.

Adapun, berkaitan dengan kendala yang disebut sebelumnya, Zulficar mengatakan, Indonesia harus mempelajari dengan benar dan tuntas tentang perdagangan ikan hias internasional. Dengan mempelajarinya, maka seharusnya Indonesia bisa mengetahui apa dan berapa banyak yang dibutuhkan negara lain untuk kebutuhan ikan hias.

“Selain itu, Indonesia harus tahu dan paham tentang ikan hias yang paling dibutuhkan dan dicari oleh negara lain dan dimana lokasi spesifik. Dengan demikian, seluruh informasi yang diperlukan sudah ada,” sebut dia.

Selain perdagangan, Zulficar mengungkapkan, untuk bisa mewujudkan Indonesia sebagai negara produsen ikan hiasa nomor satu di dunia pada 2019, diperlukan adanya review atas regulasi yang berlaku di Indonesia saat ini. Jika memang regulasi yang sekarang ada dinilai menghambat, maka sebaiknya ada penciutan biar lebih efisien.

Yang dimaksud dengan review regulasi, menurut Zulficar, karena saat ini ada sekitar 26 aturan yang harus dijalankan oleh para pelaku bisnis ikan hias. Aturan tersebut, mencakup untuk perdagangan di dalam dan luar negeri (ekspor).

“Kendala berikutnya yang harus segera diperbaiki, adalah tentang strategi, Untuk itu, harus ada rencana aksi, roadmap, business plan. Jika tidak, maka itu sama saja dengan bicara wacana saja,” jelas dia.

Sancang-Lion fish
Lion fish di dalam plastik, sejenis ikan hias air laut yang diambil dari perairan CA Leuweung Sancang.

Potensi Indonesia

Sebagai negara kepulauan yang terletak di khatulistiwa dan masuk dalam kelompok terumbu karang dunia, Indonesia diuntungkan karena banyak spesies ikan hias ada di Indonesia. Berdasarkan data Balitbang KP, dari 32.400 spesies ikan hias di dunia, sebanyak 4.552 spesies itu ada di Indonesia.

Dengan kekayaan spesies tersebut, Indonesia harusnya bisa menjadi produsen ikan hias unggulan di dunia. Namun, pada kenyataannya, nilai ekspor ikan hias Indonesia masih kecil dan jauh di bawah Singapura.

Sebagai gambaran, pada 2016 nilai ekspor ikan hias Indonesia mencapai USD15,82 juta. Sementara, Singapura pada 2014, nilai ekspornya sudah mencapai angka USD51,7 juta.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Hari Eko Irianto membenarkan bahwa potensi ikan hias di Indonesia sangatlah besar. Namun, potensi tersebut belum bisa dimaksimalkan karena hingga saat ini masih terkendala dengan data yang ada.

Sejauh ini, kata Hari, data ikan hias yang ada di Indonesia masih berbeda-beda antara pengusaha dengan pemerintah. Padahal, dengan adanya kesatuan data, maka permasalahan ikan hias bisa dipetakan dengan jelas dan bisa dicari solusi terbaiknya.

“Makanya, dengan adanya rencana aksi, diharapkan semua masalah bisa dipetakan dan bisa dipecahkan persoalannya,” jelas dia.

Dengan adanya kesatuan data, Hari optimis, Indonesia bisa menentukan langkah apa yang terbaik untuk bisa menjadi produsen terbaik dan terbesar di dunia. Termasuk, bagaimana menetapkan spesies ikan hias yang jadi andalan untuk diekspor.

Kuda laut di alam bebas kini dibudidayakan di Pulau Badi, Desa Mattiro Deceng, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkep, Sulsel menyusul semakin berkurangnya populasi ikan unik ini karena eksploitasi yang berlebihan. Foto: Wahyu Chandra.
Kuda laut di alam bebas kini dibudidayakan di Pulau Badi, Desa Mattiro Deceng, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkep, Sulsel menyusul semakin berkurangnya populasi ikan unik ini karena eksploitasi yang berlebihan. Foto: Wahyu Chandra.

Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (Balitbangdias) Idil Ardi dalam kesempatan sama menjelaskan, besarnya potensi ikan hias yang ada sekarang memang sudah seharusnya dimanfaatkan dengan baik untuk kebaikan ekonomi Indonesia.

“Namun pada kenyataannya, hingga sekarang itu sulit dilakukan. Indonesia masih ada di bawah Singapura,” tegas dia.

Saat ini, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya sudah menetapkan target produksi ikan hias pada 2017 sebanyak 1,19 miliar ekor. Target tersebut, kata dia, harus bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menuju Indonesia sebagai produsen ikan hias nomor satu di dunia pada 2019.

“Untuk produksi pada 2016 ini, ikan hias sudah mencapai 1,3 miliar ekor. Jumlahnya sudah banyak,” tutur dia.

 

Hentikan Ekspor ke Negara Transit

Sementara itu menurut Suhana dari Dewan Ikan Hias Indonesia (DIHI), jika Indonesia ingin menjadi nomor satu pada 2019, maka dari sekarang harus ada pemilihan negara tujuan dan transit dengan benar. Karena, jika salah memilih, maka Indonesia akan tetap sama walau sudah dibuat RAN.

Yang dimaksud dengan negara tujuan, kata Suhana, adalah negara yang menjadi tujuan akhir ekspor dan menjadi negara penyerap ikan hias dari Indonesia. Saat in, negara-negara tersebut didominasi oleh Eropa dan Amerika Serikat.

Sementara, kata Suhana, untuk negara transit, hingga saat ini ada dua yaitu Singapura dan Tiongkok. Disebut negara transit, karena dua negara tersebut tidak menyerap langsung ikan hias dari Indonesia untuk kebutuhan industrinya. Melainkan, ikan hias dari Indonesia tersebut kembali diekspor ke negara lain.

“Itu kenapa, Singapura yang potensinya tidak sebesar Indonesia, namun berstatus negara eksportir nomor satu di dunia. Karena, memang Indonesiaa masih menjadikan Singapura sebagai transit,” papar dia.

Untuk memecahkan persoalan tersebut, Suhana menyebut, harus ada itikad dari semua pihak, termasuk Pemerintah untuk membuka penerbangan langsung ke negara tujuan. Karena, selama ini, kendala utamanya adalah banyaknya rute penerbangan yang belum tersedia untuk keperluan ekspor.

“Akhirnya lewat Singapura dan Tiongkok lagi. Selain rute, kehadiran maskapai penerbangan juga sangat penting. Harus banyak maskapai yang ikut terlibat. Jangan hanya satu maskapai saja seperti sekarang,” pungkas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,