Kala Pemerintah Yakinkan Badan Otorita Danau Toba Peka Lingkungan dan Sosial

Presiden Joko Widodo awal Juni 2016 menandatangani Peraturan Presiden tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba. Dalam aturan itu dikatakan, guna pengembangan pariwisata, dibentuk Badan Otorita Pengelola Pariwisata Danau Toba. Badan ini,  berada langsung di bawah Presiden. Beragam kekhawatiran pun muncul atas rencana ini baik soal lingkungan maupun konflik lahan.

Menteri Pariwisata Arief Yahya, selaku ketua pelaksana harian dewan pengarah mengatakan, Danau Toba jadi destinasi wisata unggulan di Indonesia, akan memperhatikan aspek lingkungan. Dia berharap,  tak ada kekhawatiran dari banyak pihak terkait pembentukan badan otorita ini.

Banyak kalangan khawatir, dengan gencarnya mengundang investor masuk bangun infrastruktur akan merusak bentang alam danau.

“Jangan khawatir. Pariwisata justru bisnis yang kalau lingkungan rusak, malah tak bagus. Dengan kata lain, ramah lingkungan pasti jadi perhatian. Lingkungan, komunitas dan ekonomi jadi perhatian,” katanya  sesaat setelah rapat di Kantor Kemenko Maritim Jakarta, Kamis (24/11/16).

Arief mengatakan, sudah sepakat berapa persen boleh dibangun dan tak boleh melanggar aturan. Tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan turun.

“Nanti ada tanah dengan kemiringan berapa itu, kalau miring lebih 45 derajat, tak boleh dibangun,” katanya.

Pelibatan masyarakat dalam Otorita Danau Toba, katanya,  juga menjadi perhatian serius. Masyarakat sekitar akan diberdayakan.

“Karena kita selalu start dari komunitas disitu. Kalau ada ekonomi kreatif, kita cari tahu ekonomi kreatif dimana? Kearifan lokal kita jadikan, kita didik.”

Menurut dia, dalam rapat dibahas beberapa hal, seperti percepatan destinasi Danau Toba, deleniasi 603 hektar tinggal operasional sampai geopark akan diajukan Oktober 2017. “Seluruh persyaratan harus selesai semester I-2017. Akses semua sudah oke. Tadi dilaporkan dari Kuala Namu sampai ke Parapat terkoneksi 2019.”

Akhir tahun depan, katanya, Bandara Sibisa bisa uji coba pesawat-pesawat kecil. “Kalau bandara Silangit, tadi Maret 2017 bisa didarati 737-800, sekarang 737-500 sudah bisa,” ucap Arief.

Danau Toba, katanya,  akan mencontoh kelola danau di Hang Zhu, Tiongkok. Dia sudah mengunjungi Hang Zhu 10-13 Oktober lalu, kunjungan balasan Tiongkok ke Danau Toba awal 2017.

“Pak Presiden jatuh cinta pada danau di Hang Zhu ketika pembukaan G-20. Memang luar biasa mereka mengelola sebuah danau, meskipun lebih cantik Danau Toba. Kita akan belajar bagaimana mengelola danau yang baik,” katanya.

Danau Toba akan menjadi sister lake tetapi bukan berarti ada kerjasama dengan Tiongkok langsung, hanya bagian seni pertunjukan.

“Ada orang tampil di air, itu mungkin akan diambil. Juga bisa belajar manajemen danau.”

Danau Toba dipenuhi keramba. Kini, pemerintah pusat ingin memperbaiki kawasan ini dan mengembangkan pariwisata dengan membentuk Badan Otorita Danau Toba. Foto: Ayat S Karokaro
Danau Toba dipenuhi keramba. Kini, pemerintah pusat ingin memperbaiki kawasan ini dan mengembangkan pariwisata dengan membentuk Badan Otorita Danau Toba. Foto: Ayat S Karokaro

Perpres soal Badan Otorita Danau Toba

***

Sebagai tindaklanjut pengembangan pariwisata Danau Toba, akhir Agustus lalu, Jokowi, ngantor dua hari di Tano Batak. Menurut Presiden, dalam penataan ulang Danau Toba perlu penataan lingkungan sekitar.

Kerusakan hutan sekitar Danau Toba, membuat Jokowi turun tangan. Penghijauan pohon harus dilakukan. Dia tak ingin Danau Toba jadi pemandangan mengerikan karena lingkungan rusak dan hutan gundul. Target penanaman satu juta pohon, katanya, harus terlaksana, agar Danau Toba kembali hijau dan indah lagi.

Presiden mengatakan, baru melihat lokasi-lokasi yang akan dipakai buat pengembangan Danau Toba. Salah satu hasil rapat terbatas disana, ada 400 hektar bisa dipakai buat pengembangan wisata. Ia bisa memberikan dampak ekonomi dan perbaikan lingkungan.

“Keindahan alam harus diperbaik. Jangan sampai wisata alam seperti air terjun pulau-pulau kecil cantik dan budaya adat istiadat Danau Toba tenggelam. Keindahan harus terjga dengan tak merusak hutan,” katanya.

Presiden berharap, masyarakat membantu menanam dan bergotong royong bersama membangun kembali danau ini.

Pembibitan harus terus berjalan dengan target seluruh hutan rusak sekitar Danau Toba bisa hijau kembali.

“Tanpa partisipasi masyarakat menanam kembali, semua yang tak akan maksimal,” ucap Jokowi, seraya mengatakan kala melihat dari udara banyak hutan gundul sekitar Danau Toba.

Dia bilang, Danau Toba harus bangkit, dan menjadi  tujuan wisata lokal dan internasional. “Pembangunan taman wisata, penghijauan hutan akan dilakukan.”

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan, konsep wisata Danau Toba, dengan menyuguhkan alam lebih baik.

Setelah mendapatkan perintah Presiden untuk penghijauan, dia sudah berulang rapat dengan Dinas Kehutanan Sumut dan UPT daerah. Paling mendesak, katanya, penghijauan di beberapa tempat di sejumlah wilayah Danau Toba, seperti di Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Samosir, Simalungun, dan Karo.

Di pinggir Danau Toba, Presiden Joko Widodo bersama jajaran usai penanaman pohon. Foto: Ayat S Karokaro
Di pinggir Danau Toba, Presiden Joko Widodo bersama jajaran usai penanaman pohon. Foto: Ayat S Karokaro

 

Tak jelas

Abdon Nababan, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan, otorita badan ini tak jelas ada di sektor apa. ”Tendensi badan otorita ini hanya menjadi instrumen bagi para investor. Ini yang dikhawatirkan,” katanya.

Penataan Danau Toba terlihat tak menyeluruh untuk peningkatan pariwisata. Malah, hak penguasaan lahan yang gencar terdengar.

“Meski hingga kini, wilayah pariwisata dimana dan seperti apa tak tergambarkan.”

Padahal, kata Abdon, sebagai otorita seharusnya tak perlu menguasai lahan tertentu, karena bisa mengatur penggunaan lahan di seluruh Danau Toba.

Kondisi ini, katanya, menimbulkan kekhawatiran masyarakat sekitar wilayah. Dia khawatir, konflik tenurial. Untuk itu, katanya, sebelum bergerak, pemerintah seharusnya memperjelas status penguasan lahan.

”Apakah itu hutan negara, hutan adat atau milik perseorangan.”

Ketidakjelasan awal ini, katanya, bisa menjadi sumber konflik baru.

Pemerintah, ucap Abdon,  sempat mengutarakan lahan 500-an hektar ternyata ada beberapa masalah. Pertama, sekitar 100 hektar tumpang tindih dengan lahan adat (harangan) Desa Motung. Ia sumber air warga Ajibata.

Kedua, hutan adat marga Butar-butar seluas 120 hektar dan hutan kemasyarakatan. Hingga kini, masyarakat belum mendapatkan sosialisasi pengelolaan lahan kawasan mereka.

Jika menyentuh hutan lindung, misal, pemerintah memang memiliki kewenangan menurunkan fungsi sebagai hutan produksi terbatas, konservasi atau lain-lain. ”Jika fisik hutan lindung yang bahaya. Berbicara fungsi kawasan hutan, bukan hanya pada penurunan fungsi namun keberlanjutan kawasan sekitar agar tak menabrak daya dukung.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,