Warga Desa Ini Pompa Air Pakai Energi Surya

Sudaryanto bisa tersenyum. Kini, warga RT 04, RW 02 Dukuh Banyumeneng II, Desa Giriharjo, Kecamatan Panggang, Gunungkidul, ini bisa menghemat anggaran beli air bersih.

Kini, dia juga mudah mengambil air dengan jarak beberapa langkah dari rumah. Sudaryanto turut hadir bersama tetamu penting lain dalam pengguntingan pita tanda peresmian Pengangkatan Air Tenaga Surya, Senin, (21/11/16).

“Dulu harus mikul air ke sumber (mata air). Jarak dua km. Atau beli air, satu tanki Rp 120.000, habis 20 hari. Itupun memakai air harus irit. Kalau membeli air satu jerigen harga Rp1.000,” katanya. Pria ini memenuhi kebutuhan hidup dengan menjual batu kapur, kayu, dan hasil palawija.

Untuk mengatasi kekurangan air, warga Giriharjo, membuat bak penampungan air hujan. Inipun musim kemarau kering, hingga warga harus mengambil ke mata air berjarak jauh, melewati jalan terjal, naik turun perbukitan. Tak ada warga punya sumur.

 

Eris EKo, Kepala Desa Girinsharjo. Foto: Nuswantoro
Eris EKo, Kepala Desa Girinsharjo. Foto: Nuswantoro

 

 

***

Desa Giriharjo berupa perbukitan kapur berbatu. Pepohonan jati, sonokeling, mahoni, dan akasia. Dengan penduduk sekitar 5.000 jiwa, kebanyakan mereka petani palawija yang mengandalkan tadah hujan.

Ada tiga sumber mata air masyarakat Giriharjo, salah satu Kali Gedhe, yang dipompa menggunakan tenaga surya.

Ketua Organisasi Pengelola Air Abimanyu (Air Bersih Masyarakat Banyumeneng II),  Suyapto, mengatakan, setelah proyek selesai warga hanya mengeluarkan biaya sekitar sepertiga.

“Tiap pengguna dibuatkan aturan, per kubik kena tarif Rp7.500. Anggap saja sebulan satu keluarga pakai lima kubik, sebulan hanya Rp37.500. Biaya itu oleh kelompok dipakai untuk perawatan, misal, kalau ada pipa bocor, kran atau pompa rusak,” katanya.

Pompa air tenaga surya yang mendapat dana bantuan Indonesia Climate Change Trust Fund itu kelanjutan dua proyek serupa sebelumnya.

“Ini rangkaian program telah mulai sejak 2009. Bermula dari proyek kuliah kerja nyata, membangun di Dukuh Banyumeneng I, jadi pilot project pengangkatan air tenaga surya untuk 30 keluarga,” kata Presiden Direktur Yayasan EnerBI, atau Energi Bersih Indonesia, Dinar Arif Prasetyo, sebagai pelaksana proyek.

Pada 2014, hibah dari Alstom, untuk Banyumeneng I sebanyak 90 keluarga, lanjut ke Dukuh Banyumeneng II untuk 40 keluarga pada 2015. Lalu, mendapat tambahan 40-50 keluarga pada 2016 bantuan ICCTF. Total keseluruhan keluarga terlayani sekitar 160 keluarga.

 

Menuju instalasi panel surya. Foto: Nuswantoro
Menuju instalasi panel surya. Foto: Nuswantoro

 

 

Solusi kesulitan Air

Staf Ahli Bupati Gunungkidul, Khaerudin mengatakan, air bersih di kabupatennya masalah krusial karena daerah cukup luas, dan permukiman tersebar di selatan, tengah dan utara.

Kabupaten ini memiliki perbukitan kapur dilalui sistem sungai bawah tanah. Buat mengangkat air, katanya, perlu teknologi khusus.

Dia bilang, ada lima sistem penyerapan air bersih di Gunungkidul, yakni, sistem perpipaan, air bersih pedesaan, droping air dan penampungan air hujan serta pelestarian lingkungan.

“Semoga ini mampu memberikan solusi bagi peliknya mendapatkan air. Warga tak perlu berjalan kaki lebih mendapatkan air,” kata Bayu Haryana, staf ahli Gubernur Yogyakarta.

Staf ahli Bidang Relevansi dan Produktivitas, Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi, Agus Puji Prasetyono mengatakan, proyek di Desa Giriharjo sejalan dengan tekad pemerintah menggunakan energi hijau, sesuai rencana umum energi nasional.

Erwin Widodo, Direktur Eksekutif ICCTF, mengapresiasi peran masyarakat terutama kepala desa dalam kelancaran pembangunan proyek pemanfaatan energi surya yang sering gagal di tempat lain. Di Banyumeneng, katanya,  bisa berhasil dan berkelanjutan berkat kekompakan warga dan aparat desa.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,