Pulau Sangiang, Pulau Indah di Banten yang Alami Kerusakan Terumbu Karang

Berstatus taman wisata alam, kondisi terumbu karang di sekitar Pulau Sangiang, Serang, Banten, saat ini sangat memprihatinkan. Meski kualitas air di sekitar perairan pulau tersebut masih sesuai dengan baku mutu air laut, namun kenyataannya banyak terumbu karang yang mengalami kerusakan.

Dari survei yang dilakukan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) bersama Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi), didapatkan fakta bahwa tutupan karang hidup di kawasan timur perairan pulau Sangiang saat ini masuk dalam kategori buruk. Status tersebut dipertegas dengan fakta lain bahwa keragaman biota laut di sekitar perairan tersebut juga cenderung rendah.

Direktur Program Yayasan Kehati Teguh Triono menjelaskan, ekosistem terumbu karang di sekitar Pulau Sangiang kondisinya sangat tertekan, sehingga memerlukan penanganan segera untuk pemulihannya.

“Harus ada tindakan pemulihan berupa penyediaan substrat keras untuk penempelan karang dan penjagaan kawasan dari ancaman seperti jangkar kapal,” ucap dia akhir pekan lalu.

Teguh mengatakan, menjaga Pulau Sangiang sangatlah penting dilakukan. Mengingat, pula tersebut selama ini menjadi laboratorium alam bagi upaya pelestarian terumbu karang di sekitar Selat Sunda. Tak hanya terumbu karang dan biota laut lainnya, Pulau Sangiang juga menyimpan keanekaragaman hayati di darat.

Secara administratif, pulau ini masuk dalam kawasan Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Kekayaan alam dan posisi geografis Pulau Sangiang, menjadikannya sangat strategis sebagai indikator lingkungan bagi kawasan Selat Sunda. Kerusakan Pulau Sangiang dapat dijadikan sebagai masukan bagi evaluasi pengelolaan lingkungan kawasan Selat Sunda dan pesisir di sekitarnya.

Terumbu karang di perairan Pulau Sangiang, Serang, Banten. Foto : doyanjalan.com
Terumbu karang di perairan Pulau Sangiang, Serang, Banten. Foto : doyanjalan.com

Untuk melaksanakan pemulihan terumbu karang yang mengalami kerusakan, Kehati dan Terangi menggandeng pihak swasta. Kehadiran perusahaan tersebut, untuk memberi dukungan penuh terhadap riset yang dilakukan kedua yayasan tersebut terkait kerusakan terumbu karang dan bagaimana pemulihannya di perairan Pulau Sangiang.

“Kita fokus untuk melakukan riset aksi sebagai tahap awal program rehabilitas terumbu karang. Setelah  itu, kita akan arahkan agar bisa memberikan manfaat untuk masyarakat sekitar dan menjadikan Pulau Sangiang sebagai destinasi wisata dan pendidikan lingkungan,” jelas dia.

Dalam kaitan dengan itu, diharapkan masyarakat nelayan pesisir Pelabuhan Paku yang ada di Pulau Sangiang,  bisa menjadi pelaku utama dalam pengembangan wisata di kawasan ini. Dengan demikian masyarakat juga akan terbangun kesadarannya untuk menjaga kelestarian Pulau Sangiang, perairan dan terumbu karangnya.

Teguh Triono mengungkapkan, keberadaan koral di perairan Pulau Sangiang dan pulau-pulau lain di seluruh Indonesia, memiliki tiga fungsi, sebagai tempat hidup berbagai organisme laut, daya tarik wisata, dan menyimpan karbon.

“Dengan mendukung pelestarian terumbu karang Pulau Sangiang, itu turut membantu pemerintah dalam mencapai target penurunan emisi,” pungkasnya.

Upaya pelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan salah satu program yang menjadi fokus kerja Yayasan Kehati. Melalui program Save Our Small Island (SOSIS), Yayasan Kehati menghimpun dan menyalurkan dana tanggung jawab sosial (CSR) sebuah perusahaan untuk mendukung kegiatan pelestarian terumbu karang, pesisir dan pulau-pulau kecil serta membangun ekowisata berbasis masyarakat di wilayah Indonesia.

Instalasi terumbu karang buatan yang dipasang di perairan Pulau Sangian, Serang, Banten kerjasama Yayasan Kehati, Yayasan Terangi, BBKSDA Jabar, TNI AL Pos Pulau Sangiang dan pihak swasta. Foto : Yayasan Kehati
Instalasi terumbu karang buatan yang dipasang di perairan Pulau Sangian, Serang, Banten kerjasama Yayasan Kehati, Yayasan Terangi, BBKSDA Jabar, TNI AL Pos Pulau Sangiang dan pihak swasta. Foto : Yayasan Kehati

Ancaman Kerusakan Terumbu Karang di Dunia

Dalam beberapa dekade terakhir, dunia secara bersamaan menghadapi ancaman kerusakan terumbu karang yang serius. Kerusakan tersebut disebabkan karena beragam faktor. Ada yang karena terkena dampak perubahan iklim, tapi juga ada yang disebabkan oleh faktor lain yang terjadi di tingkat lokal maupun global.

Pernyataan tersebut diungkapkan Profesor OveHoegh-Guldberg, seorang pakar terumbu karang dari Universitas Queensland (UQ) di Australia. Menurut dia, faktor lokal dan global yang memicu terjadinya kerusakan terumbu karang hingga menimbulkan pemutihan (bleaching), di antaranya karena ada proses pengasaman di laut.

“Selain itu, ada juga dampak karena badai yang mengakibatkan terjadinya banjir dan itu mengakibatkan munculnya penurunan kualitas air,” ucap pria yang menjabat Direktur Institut Global Change itu kepada Mongabay, beberapa waktu lalu.

Lebih rinci Ove menjelaskan, gabungan faktor lokal dan global tersebut menjadi racikan kuat untuk memunculkan terumbu karang rusak. Meski tidak setiap negara memiliki faktor yang sama persis, namun bisa dipastikan kalau faktornya memiliki kesamaan.

“Faktornya itu sama saja, tapi proporsinya saja yang berbeda,” ungkap dia.

Karang meja rentan terhadap pemutihan atau coral bleaching. Foto : Wisuda
Karang meja rentan terhadap pemutihan atau coral bleaching. Foto : Wisuda

Tentang terjadinya penurunan kualitas air, Ove menilai itu terjadi di hampir semua negara di dunia. Kata dia, air yang kualitasnya buruk dan masuk ke dalam lautan akan bisa menghancurkan terumbu karang yang sehat dan indah.

Kondisi seperti itu, menurut Ove, sudah terjadi di Australia dan terumbu karang mengalami kerusakan karena air laut terkena polusi dari air di darat yang sudah menurun kualitasnya. Polusi air laut tersebut, tidak bisa dicegah dan itu membuat proses kerusakan semakin cepat dan tidak bisa dibendung lagi.

“Di Australia itu, air laut terkena polusi karena berasal dari air di darat yang sudah terkontaminasi oleh pupuk dan pestisida yang digunakan oleh para petani. Air yang mengandung pupuk dan pestisida itulah yang membunuh terumbu karang di Australia,” ucap dia.

Dengan melihat kondisi yang terjadi di Australia, Ove sangat yakin kalau di Indonesia kondisinya juga tidak berbeda jauh. Penurunan kualitas air, diakui dia menjadi faktor cukup dominan untuk merusak terumbu karang.

“Selain itu, faktor lain yang juga ikut berperan, adalah sampah plastik yang menjadi polusi berat di laut. Sampah plastik sudah menjadi masalah besar. Ini karena sifat dari plastik susah terurai jika sudah ada di alam,” jelas dia.

Tantangan lain yang sedang dihadapi oleh warga dunia sekarang, menurut Ove, adalah bencana pemutihan terumbu karang. Proses alam tersebut tidak bisa dicegah oleh teknologi modern dan terjadi di semua tempat di seluruh dunia.

“Di Indonesia juga sama. Saat ini kondisinya sudah memburuk selama berbulan-bulan. Meskipun yang terburuk terjadi pada 1998 dan 2010, namun bencana pemutihan terumbu karang sekarang tetap menakutkan,” ungkap dia.

Karang Acropora sp (kiri) dalam hamparan luas dan Porites sp (kanan) sedang megalami pemutihan karang (coral bleaching). Foto: Ofri Johan
Karang Acropora sp (kiri) dalam hamparan luas dan Porites sp (kanan) sedang megalami pemutihan karang (coral bleaching). Foto: Ofri Johan

Faktor manusia, diakui Ove, ikut berperan besar dalam proses perusakan terumbu karang di seluruh dunia. Selain faktor yang sudah disebut di atas, ada faktor lain yang bersifat lokal seperti di Indonesia, yakni teknik menangkap ikan dengan cara merusak perairan (destructive fishing).

“Teknik seperti itu sangat rentan merusak terumbu karang. Harus ada ketegasan dari pemerintah Indonesia. Karena, terumbu karang ini sifatnya menjadi milik dunia, walau lokasinya ada di Indonesia,” sebut dia.

Dengan melihat fakta-fakta tersebut, Ove menghimbau kepada seluruh negara di dunia, utamanya negara perairan tropis, agar bisa membuat dan menerapkan regulasi yang baik untuk penyelamatan terumbu karang. Jika tidak dimulai dari sekarang, maka ancaman kepunahan terumbu karang tidak akan bisa dihindari lagi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,