Kala Kemenangan Warga Rembang Berbalas Izin Lingkungan Baru Gubernur Jateng, Pemerintah Bersandiwara?

Persendian jari kaki Sukinah membengkak. Terasa pegal tetapi semangat tak surut melanjutkan sisa perjalanan sekitar 3,7 kilometer menuju Kantor Gubernur Jawa Tengah. “Kudu terus semangat menjemput keadilan kanggo Ibu Bumi,” kata Sukinah.

Jumat, (9/12/16), pukul 7.00 pagi, cuaca cerah. Ratusan warga berbaris rapi memanjang di Kota Lama, Semarang, Jateng. Memakai atribut tas kotak putih, terbuat dari karung beras bekas. Tak lupa bendera merah putih.

Hari itu, perjalanan terakhir para petani dari Pegunungan Kendeng Rembang dan Pati ke Kantor Gubernur. Setelah berjalan kaki sejauh 130 kilometer lebih dari Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, milik KH Achmad Mustofa Bisri,  atau akrab disapa Gus Mus, Senin, (4/12/16). Sebelumnya, mereka awali berdoa di tenda perjuangan dan ziarah ke makan Raden Ajeng Kartini.

Panas terik matahari dan hujan deras tak menyurutkan derap kaki mereka. Setiap langkah, ada doa dan harapan bagi kelestarian sumber air di Pegunungan Kendeng.

“Pak Gubernur wajib cabut izin lingkungan pertambangan dan pembangunan pabrik Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng, Rembang,” kata Sukinah.

Selang 30 menit, Warga mulai berjalan. Sukinah memakai kebaya hitam dan kain panjang di barisan paling depan.

“Salam Kendeng.” Pekik Joko Prianto, Joko Prianto, warga Desa Tegaldowo Rembang.

“Lestari! Teriak warga bersama-sama.

Sepanjang perjalanan, tembang Jawa dan shalawat mereka kumandangkan.

Ibu Bumi wis maringi, Ibu Bumi dilarani, Ibu Bumi kang ngadili. Lailaha Illallah, Muhammadur Rosulullah.”

Dua jam lebih perjalanan warga tiba di depan gerbang Kantor Gubernur. Warga kecewa, tenyata Gubernur tak ada di kantor.

Perwakilan warga ditemui Asisten I Sekda Jateng Siswo Laksono, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan beberapa pejabat pemerintah Jateng.

Kedatangan perwakilan warga yakni meminta gubernur segera mencabut Surat Keputusan Gubernur Jateng No 668.1/17 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen oleh PT Semen Gresik (sekarang PT Semen Indonesia) di Rembang.

“Hentikan proses pembangunan pabrik semen. Itu mandat Presiden Joko Widodo agar Kajian Lingkungan Hidup Strategis di Kendeng dilakukan,” kata Joko.

Warga terhenyak ketika Siswo Laksono, Asisten I Sekda Jateng tegas mengatakan pabrik Semen Indonesia Rembang, terus beroperasi. Katanya, tak ada alasan melarang pabrik semen beroperasi. Izin lingkungan sudah ada dan telah dilakukan perubahan.

“Pada 9 November 2016 Gubernur Jateng, Pak Ganjar Pranowo keluarkan Surat Keputusan No 660.1/30 tahun 2016 tentang Izin lingkungan kegiatan pennambangan bahan baku semen dan pembangunan serta pengoperasian pabrik  Semen Indonesia di Rembang,” katanya di Kantor Gubernur, Jumat (9/12/16).

Izin lingkungan 2012 sudah dicabut dan terbit izin baru hingga pabrik semen bisa terus beroperasi alias tak ada penghentian.

Pernyataan Siswo dibenarkan Kepala BLH Jateng Agus Sriyanto. Menurut dia, amar putusan Mahkamah Agung pada 5 Oktober 2016 hanya mengabulkan gugatan izin penambangan yang berbeda dengan penjelasan izin lingkungan dalam UU Lingkungan Hidup.

Penerbitan izin lingkungan Semen Indonesia, katanya, sudah sesuai aturan hukum. Perubahan izin lingkungan terbaru atas nama PT Semen Indonesia, berbeda dengan putusan MA yang menetapkan atas nama PT Semen Gresik.

“Amar putusan MA atas nama PT Semen Gresik, sedangkan yang baru diterbitkan sesuai perubahan atas nama PT Semen Indonesia. Jadi berbeda kan izin lingkungannya,” kata Agus.

Dalam perubahan izin lingkungan baru, tak perlu proses awal seperti saat baru pertama kali mengajukan, apalagi sudah diperkuat putusan MA bahwa pabrik semen diminta memperbaiki dan mengubah izin lingkungan.

Perdebatan terjadi di ruang pertemuan. Gunretno,  mewakili Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) mempertanyakan alasan-alasan izin lingkungan baru Semen Indonesia terbit.

Menurut Gunretno, dalam pertemuan di Kantor Presiden pada 2 Agustus 2016, Presiden meminta KLHS Pegunungan Kendeng, selama itu dilakukan semua perizinan dihentikan.

“Anda mengakui tidak Presiden Jokowi kepala negara dan kepala pemerintahan Indonesia?” tanya Gunretno.

“Kami mengakui,” jawab mereka.

“Tetapi mengapa tidak menjalankan perintah dan keputusan Presiden?”

Menurut Agus, Presiden Jokowi tak pernah memerintahkan penghentian operasi pabrik Semen Indonesia di Rembang. Jika ada perintah Presiden, katanya, Pemda Jateng akan menindaklanjuti.

Agus bahkan bilang, proses KLHS berlangsung bukan berarti moratorium. Dia bilang, KLHS beda arah tujuan dengan penerbitan izin lingkungan. “Tim KLHS silakan penelitian di Pegunungan Kendeng, tapi tak membatasi apalagi sampai menghentikan pabrik,” katanya.

Bahkan, katanya, tim KLHS tak akan menganggu Semen Indonesia di Rembang karena bukan tugas mereka. “Tim KLHS itu dibentuk bukan untuk mengkaji masalah Semen Rembang. Mereka tugasnya studi kelayakan Pegunungan Kendeng, mana saja areal yang bisa ditambang.”

Tak cukup itu saja. Seakan lupa bahwa UU Lingkungan Hidup mengamatkan setiap daerah wajib membuat KLHS, dengan ringan Agus bilang, KLHS hanya bersifat rekomendasi. “Kinerja tim KLHS bagian tataran kebijakan, sedangkan persoalan Semen Rembang masuk ke sektor industri,” ucap Agus.

Usai mendengar penjelasan dari Pemda dan BLH Jateng, warga meminta salinan izin lingkungan terbaru itu. Sebelum kembali ke gerbang Kantor Gubernur menyampaikan hasil pertemuan kepada ratusan petani dan mahasiswa yang bersolidaritas.

Bak sandiwara,  di malam hari, usai pengajian di Halaman Kantor Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo membantah telah menerbitkan izin lingkungan baru untuk pendirian pabrik Semen Indonesia di Rembang.

Menurut dia, surat yang ditandatangani 9 November 2016  itu,  surat izin pengawasan Amdal atas laporan warga kepada pemerintah provinsi.

“Itu bukan izin baru. Itu pengawasan Amdal. Pengawasan Amdal yang dilaporkan pada kami kemudian mereka mengajukan beberapa pelaksanaannya, lalu dikoreksi, sebenarnya sampai itu,” katanya kepada wartawan Jumat malam, (9/12/16).

Dia membantah telah menerbitkan surat secara tertutup. “Buktinya, ketika pertemuan dengan perwakilan warga tadi, kami tunjukkan secara terbuka dan terang-terangan.”

Dari dokumen yang diperoleh Mongabay, Surat Keputusan Gubernur Jateng Nomor 660.1/30 tahun 2016, itu berisi izin lingkungan kegiatan penambangan bahan baku semen dan pembangunan serta pengoperasian pabrik semen Semen Indonesia di Rembang.

Tanpa lelang warga Pegunungan Kendeng ini berjalan ratusan kilometer mencari keadilan. Foto: Tommy Apriando
Tanpa lelang warga Pegunungan Kendeng ini berjalan ratusan kilometer mencari keadilan. Foto: Tommy Apriando

***

Usai pertemuan dengan perwakilan Pemda Jateng, Joko Prianto, berjalan keluar menuju gerbang. Dia tampak kecewa setelah pertemuan itu.

“Perjuangan masih terus berlanjut,” kata pria biasa disapa Print ini.

Gunretno mewakili warga menyampaikan hasil pertemuan. “Ternyata izin lingkungan sudah dicabut.”

Seketika beberapa warga sujud syukur. Teriakan dan pekikan syukur dari para petani begitu haru.

“Tapi Gubernur Jateng telah menerbitkan izin lingkungan baru untuk pabrik Semen Indonesia di Rembang tanpa melibatkan warga Kendeng,” katanya.

“Tolak pabrik semen!”

“Lawan!”

Wajah para petani terlihat murung. Mereka kecewa gubernur yang menjanjikan Jateng lumbung pangan, ingkar janji untuk kesekian kali.

Gunretno mengatakan, 4 November 2016,  bersama Sukinah dan Joko Prianto bertemu Gubernur. Dalam pertemuan itu, ketiganya mewakili JMPPK meminta izin lingkungan segera dicabut dan operasi pabrik semen dihentikan.

Ganjar Pranowo belum berani melakukan itu. Dia meminta waktu hingga salinan putusan MA diterima.

Gunretno mengatakan, pada 9 November keluarkan izin lingkungan baru, padahal Pemerintah Jateng bilang baru menerima salinan putusan 17 November 2016.  Berarti, katanya, ada kebohongan Gubernur kepada warga.

“Pak Ganjar adalah lamis (penipu),” teriak Gunretno.

“Ganjar Pranowo lamis!,” sambut warga.

Joko teringat pada 2014, kala warga meminta Gubernur mencabut izin lingkungan. Ganjar enggan melakukan. Dia meminta warga ikuti jalur hukum dengan menggugat Pemda Jateng melalui proses peradilan. Warga telah melakukan upaya itu.

“Kami kalah di tingkat pertama. Banding juga kalah. Upaya Peninjauan Kembali memang di Mahkamah Agung,” kata Print.

Putusan MA No Register 99 PK/TUN/2016 tegas memerintahkan Gubernur Jateng, selaku tergugat mencabut izin lingkungan Semen Indonesia di Rembang. Hal itu, secara gamblang tertulis dalam putusan, bahwa obyek gugatan izin lingkungan PT. Semen Gresik Tbk di Rembang yang pada 20 Desember 2016 berubah menjadi PT. Semen Indonesia Tbk. Ia tercantum pada putusan setebal 116 halaman.

Print bilang, Gubernur terbitkan izin lingkungan baru dengan melanggar aturan, tak melibatkan masyarakat dan tak memiliki dokumen Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Dia juga tak mematuhi perintah Presiden.

“Kami tidak mundur, kami akan terus melawan kebijakan yang merusak sumber penghidupan petani Kendeng.”

Mempermainkan hukum demi industri

Walhi, salah satu penggugat izin lingkungan menilai Gubernur Jateng mempermainkan hukum demi kepentingan industri. Pemerintah Jateng,  telah melakukan kejahatan lingkungan. Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional  mengatakan, Gubernur Ganjar mengeluarkan izin baru pada hari sama mencabut izin lingkungan.

Dia, katanya, melakukan siasat mengelak dari kewajiban mematuhi hukum dan putusan pengadilan. “Ini merupakan preseden buruk bagi penegakan hukum lingkungan, dimana pembangkangan hukum justru dilakukan pejabat publik dan badan usaha negara, yang justru seharusnya memberi contoh mentaati putusan peradilan yang bersifat final dan mengikat.”

Yaya, panggilan akrabnya, begitu heran, kala warga taat dan menghormati hukum, pemerintah justru mempermainkan dan tak menghormati hukum.

Pemberian izin lingkungan baru ini, katanya, menunjukkan Gubernur sesat pikir dalam memahami persoalan lingkungan, dengan merekayasa pengurangan luasan agar tak perlu Amdal.

“Ganjar mungkin memang sengaja menutup mata, bahwa ekosistem karst merupakan kawasan esensial teramat penting dan genting untuk diselamatkan, karena memiliki fungsi ekologis, sosial dan budaya yang begitu tinggi bagi masyarakat kawasan  itu,” katanya.

Sebagai kepala pemerintah daerah, katanya, Gubernur Jateng mengeluarkan kebijakan berisiko tinggi bagi rakyat dan lingkungan hidup dengan mengabaikan suara petani yang selama ini mempertahankan tanah, air dan sumber-sumber kehidupan mereka.

“Situasi ini membuat publik kecewa dan marah, terlebih ancaman perusakan ekosistem karst juga terjadi di berbagai wilayah di Indonesia,” kata Yaya.

Herlambang P. Wiratraman, Koordinator Serikat Pengajar HAM (SepaHAM) Indonesia, mengatakan, rakyat Indonesia disuguhi sandiwara hukum (administrasi) sebagai alat baru menindas rakyat. Dia mencontohkan, muslihat perizinan yang dikeluarkan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo.

Putusan MA yang memenangkan atau mengabulkan permohonan warga Kendeng atas pembatalan izin lingkungan Semen Indonesia. Amar putusan, mengabulkan permohonan warga Kendeng, menyatakan batal Surat Keputusan Gubernur Jateng tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk di Rembang. Gubernur wajib mencabut SK itu.

“Janji menaati hukum tak dilakukan. Diam-diam, muslihat kebijakan dengan instrumen hukum administrasi dilakukan dengan mencabut SK, sekaligus menerbitkan baru,  tanpa lagi memperhatikan realitas cacat administratif dan penolakan kehadiran Semen Indonesia di Rembang,” kata Herlambang.

Kasus ini, katanya, pembelajaran buruk bagi kewajiban penguasa dalam mematuhi asas-asas pemerintahan yang baik. Ia juga penindasan menggunakan instrumen hukum formal administratif sebagai karpet merah industrialisasi yang mengancam kehidupan sosial masyarakat.

Dari sejumlah pemberitaan, terbaca keberpihakan pemerintah pada industri semen, yang selalu mengkaitkan dengan nasionalisme dan investasi sudah mendekati Rp5 triliun. Dasar ini, katanya,  jelas sesat pikir dalam hidup bernegara demokrasi.

“Kami memandang nasionalisme itu bukan dibangun dengan menyingkirkan hak-hak dasar warna negara, bukan memiskinkan, bukan mencerabut kehidupan sosial dan komunitas tradisionalnya. Bukan dibangun atas penderitaan rakyat.”

Menurut dia, tindakan Ganjar Pranowo, telah bertentangan dengan mandat konstitusional hak asasi manusia untuk memastikan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum adil serta perlakuan sama di hadapan hukum.

Tenda perjuangan para petani Kendeng di lokasi pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia. Foto: Tommy Apriando
Tenda perjuangan para petani Kendeng di lokasi pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia. Foto: Tommy Apriando

 

Izin lingkungan baru ilegal

Keputusan Gubernur Jateng menerbitkan izin lingkungan baru untuk penambangan dan pabrik Semen Indonesia dinilai Harry Supriyono, Pakar Hukum Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, sebagai wujud tak menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik untuk pembangunan berkelanjutan. Ia mengabaikan prinsip transparansi, dan keadilan lingkungan.

Dasar penerbitan izin lingkungan baru, katanya, berita acara perubahan RKL/RPL Amdal. Padahal, Amdal induk sudah dinyatakan cacat yuridis karena ada ketidakbenaran substansi, cacat data dan informasi.

“Upaya perubahan menjadi ilegal, juga menyimpang dari prosedur termasuk tak diumumkan layak kepada publik,” kata Harry kepada Mongabay, Jumat, (9/12/16).

Gubernur Jateng, katanya, seakan mencoba jurus menelikung putusan MA yang memerintahkan mencabut izin lingkungan. Sekalipun pakai jurus akal-akanan, katanya, karena ada pencabutan izin lingkungan atas perintah hakim maka izin baru harus batal demi hukum.

“Apabila Gubernur tak segera koreksi, bisa terancam pidana pada Pasal 111 UU 32 tahun 2009,” katanya.

Menurut dia, Pasal 36 ayat (2) UU Lingkungan Hidup jelas menyatakan, izin lingkungan terbit berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Berarti Amdal yang sudah dinilai oleh Komisi Penilai Amdal menjadi dasar pertimbangan wajib.

Kecuali, katanya,  untuk keadaan normal, misal, sudah ada Amdal sah, maka izin lingkungan bisa saja diperbarui. Alasan pembaruan ada bermacam-macam, seperti perubahan kepemilikan perusahaan, atau ada adendum karena ada perluasan usaha, perubahan bahan baku, perubahan teknologi proses, ataupun perubahan mendasar rona lingkungan karena bencana alam.

“Sebaiknya Gubernur segera menyadari kesalahan cukup fatal ini dan secepatnya mencabut.”

Senada dikatakan Reynaldo Sembiring, Deputi Direktur Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL). ”Izin cacat hukum. Putusan MA diabaikan dan sangat fatal, ini pun menjadi preseden buruk ke depan,” katanya.

Penerbitan izin lingkungan baru dengan alasan perubahan nama dan wilayah mengecil, hingga tak perlu Amdal, merupakan penafsiran salah. ”Fakta di lapangan menunjukkan, perusahaan berganti nama sedang bersengketa hukum,” katanya.

Bukan itu saja, katanya, penerbitan izin lingkungan baru ini sembunyi-sembunyi alias tanpa partisipasi publik. ”Jelas ini tak beretika dalam memberikan izin sembunyi-sembunyi.”

Kala pengadilan mencabut izin, kata Sembiring, seharusnya, segala aturanpun proses dari awal, baik Amdal, dan lain-lain.

ICEL mendesak pemerintah pusat turun tangan. ”Kami mendesak Mendagri memanggil Gurbernur, Menteri Lingkungan Hidup dan KSP juga ambil bagian,” katanya.

Para perempuan Kendeng kala aksi di Jakarta, dan ditemui Presiden Joko Widodo. Foto: Lusia Arumingtyas
Para perempuan Kendeng kala aksi di Jakarta, dan ditemui Presiden Joko Widodo. Foto: Lusia Arumingtyas

Siapkan gugatan lagi

Organisasi masyarakat sipil, katanya, akan melakukan upaya hukum lagi atas aksi Gubernur Jateng ini. Bukan itu saja, mereka akan melaporkan kejadian ini kepada Presiden, PPATK dan KPK. ”Kita melaporkan ke KPK untuk diawasi. Izin tak layak, dipastikan ada banyak pihak terlibat,” katanya.

Izin lingkungan baru Semen Indonesia di Rembang, katanya, juga  melangkahi proses KLHS dengan koordinasi di bawah Kantor Staff Presiden (KSP).

Yanuar Nugroho dari KSP, saat dikonfirmasi belum bisa berkomentar banyak. Dia mengatakan, sedang berkoordinasi atas informasi yang beredar.

Pada 15 November 2016—enam hari setelah Gubernur mengeluarkan izin lingkungan baru–, di Kantor Gubernur Jateng, Kepala KSP, Teten Masduki, membuka pertemuan pembahasan KLHS.

“KLHS ini menjadi rujukan final, karena itu metodologi pelaksanaan harus disepakati dari awal,” katanya, kala itu, seperti dikutip dari situs resmi KSP.go.id.

Pertemuan di Semarang dihadiri juga Gubernur Jawa Tengah, Gubernur Jawa Timur, Dirjen Planologi KLHK, perwakilan pemerintah Kudus, Grobogan, Pati, Blora, Rembang, Tuban, Lamongan dan Bojonegoro. Para akademisi tergabung dalam tim panel pakar dan tim pelaksana penyusun KLHS. Dari KSP Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho dan Tenaga Ahli Utama Abetnego Tarigan.

Teten bilang, Presiden mendengarkan aspirasi Masyarakat Kendeng dari kelompok JMPPK di Jakarta, Agustus lalu, didampingi Kepala Staf Kepresidenan dan akademisi Institut Pertanian Bogor Suryo Adi Wibowo. Dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat, Presiden Jokowi memberikan arahan yakni perlu daya dukung dan daya tampung Pegunungan Kendeng melalui KLHS.

“Selama proses pembuatan KLHS yaitu satu tahun, semua izin dihentikan. Pemerintah menjamin proses dialog atau rembug sehat selama penyusunan KLHS berlangsung,” ucap Teten.

Berdasarkan arahan itu, KSP membentuk tim koordinasi dipimpin Kepala Staf Kepresidenan sebagai koordinator, akan mengkoordinasikan Tim Pelaksana KLHS Kendeng di bawah arahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tim melibatkan para pakar tergabung dalam tim panel pakar dan tim ahli. Kerjasama pemerintah dan pakar ini akan memastikan KLHS dibuat partisipatif dan memiliki integritas teknis.

Teten meminta, masyarakat dan perusahaan menjaga situasi kondusif dan menahan diri, serta terlibat aktif dalam memberikan masukan bagi KLHS.

Sembiring khawatir proses penyusunan KLHS tak murni.  ”Nanti akan menjadi KLHS pesanan saja,” katanya.

Dia khawatir,  KLHKS akan mengikuti keputusan-keputusan politik, yang seharusnya merupakan implementasi dari produk hukum. Dia bilang, hal ini menjadi tantangan tersendiri.

Meskipun begitu, Sembiring tak ingin pesimis. Dia masih berharap, KLHS, menjadi solusi atas konflik agraria di masyarakat, memenuhi hak lingkungan dan hak masyarakat karena berisi kajian ahli.

Aksi jalan kaki warga Rembang dan Pati, ke Kantor Gubernur Jateng di Semarang pada 9 Desember 2016, menuntut Gubernur menjalankan putusan MA mencabut izin lingkungan. Tak dinyana, ternyata izin lingkungan lama sudah cabut pas sebulan lalu dan ganti izin baru. Warga terkejut. Foto: Tommy Apriando
Aksi jalan kaki warga Rembang dan Pati, ke Kantor Gubernur Jateng di Semarang pada 9 Desember 2016, menuntut Gubernur menjalankan putusan MA mencabut izin lingkungan. Tak dinyana, ternyata izin lingkungan lama sudah cabut pas sebulan lalu dan ganti izin baru. Warga terkejut. Foto: Tommy Apriando

 

Beri contoh patuh hukum

Setelah putusan MA memenangkan warga, komentar-komentar dari Menteri BUMN maupun anggota DPR malah optimistis pabrik dan tambang semen akan berjalan sesuai rencana.

Rahma Mary, kuasa hukum warga mengatakan, pejabat negara mulai Menteri BUMN dan anggota DPR yang seakan mengabaikan keputusan MA berarti telah melecehkan dan pembangkangan putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Para legislatif dan eksekutif, katanya, seharusnya memberi contoh baik kepada masyarakat untuk mematuhi putusan pengadilan. Sikap buruk para pejabat itu, katanya, bisa mendorong ketidakpastian hukum dan memicu konflik horisontal lebih dalam.

Putusan MA menyatakan,  batal obyek sengketa yaitu SK Izin Lingkungan dan mewajibkan Gubernur Jateng mencabut SK Izin Lingkungan.

Ketika izin lingkungan sudah dibatalkan, segala pembangunan seharusnya berhenti terhitung saat majelis hakim membacakan putusan PK. “Dengan pembatalan izin lingkungan, maka batal pula izin-izin lain yang mengikutinya seperti IMB, izin HO, izin operasi pertambangan. Semua. Karena izin lingkungan adalah prasyarat bagi keluarnya izin-izin lain,” ucap Rahma.

Rahma membacakan Pasal 40 ayat 1 dan 2 UU No.32/2009. Ayat 1 berbunyi, izin lingkungan merupakan persyaratan memperoleh izin usaha dan atau kegiatan, ayat 2, dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan, atau kegiatan dibatalkan.

Selain itu, berdasarkan pertimbangan majelis hakim PK, izin lingkungan dibuat berdasarkan Amdal tak layak, tak benar dan cacat prosedur. Penambangan yang dilakukan sebagaimana terdapat dalam Amdal mengakibatkan kerusakan lingkungan antara lain runtuhnya dinding-dinding sungai bawah tanah dan CAT. “Jadi tak dapat pengulangan Amdal di lokasi sama dengan rona lingkungan sama.”

Pakar Hukum W. Riawan Tjandra, mengatakan, seharusnya tak boleh keluar izin apapun di lokasi sama untuk badan hukum apapun.

“Gubernur Jateng bisa dipaksa untuk mematuhi putusan dengan uang paksa dan sanksi administratif,”  katanya.

Direktur LBH Semarang, Zainal Arifin mengatakan, pejabat negara seharusnya memberikan contoh ketaatan terhadap hukum. “Pembangunan pabrik Semen Indonesia di Rembang terus berlanjut, sebenarnya negara mengajari masyarakat tak percaya negara,” kata Zainal.

Padahal, dalam kasus Rembang ini, seharusnya, negara hadir dalam konteks menegakkan hukum. Dengan obyek sengketa batal, katanya, seharusnya perusahaan tak memiliki dasar melanjutkan pendirian pabrik atau bisa dikatakan proyek ilegal.

Petrasa Wacana,  Koordinator Bidang Advokasi, Konservasi dan Kampanye Indonesian Speleological Society (ISS) kepada Mongabay mengatakan, kawasan CAT Watuputih sangat nyata tertuang dalam hasil kajian Amdal dan hasil putusan PK MA.

Hasil pendataan dan kajian speleologi dari semua komponen membuktikan, karst di Rembang harus dilindungi. Jika pemerintah dan perusahaan tak mematuhi putusan MA,  artinya ada ketidakpatuhan terhadap hukum.

“ISS siap jika nanti perlu ada pembuktian bahwa CAT Watuputih ini adalah kawasan Lindung,” katanya.

Dia bilang, Semen Indonesia walaupun BUMN tak serta merta harus dibela. “Saya kira itu perlu dilihat kembali. Lebih 30% saham dimiliki asing, tidak 100% milik negara. Jangan sampai BUMN mengorbankan sumberdaya alam, Indonesia tak sedang krisis semen.”

Petra berharap, proses KLHS terus berjalan supaya dalam melihat persoalan lingkungan di masa datang lebih jernih, dan lebih akurat. Selama ini, katanya,  seringkali ketika ada persoalan lingkungan ada pengabaian terhadap risiko, hingga hanya melihat sisi ekonomi.

Sementara, Komnas HAM pun hendak menyerahkan Kajian Kawasan Karst Dalam Perspektif HAM kepada Presiden Joko Widodo. Kajian ini menyangkut pada kebijakan nasional soal perbaikan aspek regulasi dalam industri ekstraktif, pabrik semen di kawasan karst.

Muhammad Nurkhoiron, Komisioner Komnas HAM, mengatakan, kemungkinan minggu depan dokumen ini akan diserahkan. Kasus Rembang, katanya, menjadi sebuah pintu masuk untuk kajian lebih mendalam soal pegunungan Kendeng Rembang tak layak tambang.

”Partisipasi masyarakat paling penting. Banyak hal menyalahi aturan, ada tahap-tahap yang dilakukan selama ini justru dikesampingkan dan proses selalu prosedural saja,” katanya.

Menurut dia, dimensi paling terabaikan adalah alam dan manusia. Padalah dalam aturan, proses kelayakan lingkungan, izin lingkungan harus bersifat partisipatis, tak hanya masyarakat dalam ring satu pabrik, tetapi juga akademisi, LSM dan tokoh masyarakat.

Prosedur partisipasi,  masih terlalu abstrak hingga seringkali hanya prosedural, tak menyeluruh dan terabaikan. ”Karena terlalu njlimet (sulit karena banyak birokrasi) dan perusahaan hanya memikirkan efisiensi dan faktor ekonomi.”

Esensi partisipasi, katanya, warga secara utuh dan menyeluruh diajak dalam pembahasan Amdal, RKL, RPL dan lain-lain. Dokumen harus dimiliki publik dan tak pro-kontra.  Kasus Rembang, katanya, seharusnya menjadi pembelajaran pemerintah.

***

Sekitar pukul 13.00 siang, warga kembali ke Rembang. Menggunakan truk dari biaya patungan. Semangat mereka terus menjaga alam dan menjemput keadilan bagi kelestarian karst Kendeng tak akan surut.

Sabtu malam, (10/12/16), di Desa Tegaldowo warga kembali berembug, menyatukan semangat dan tekat terus menjaga Gunung Kendeng.  “Tenda perjuangan di Gunung Bokong (Kendeng) akan tetap berdiri hingga pabrik semen berhenti,” ucap Print.

Putusan MA soal Izin Lingkungan PT Semen Indonesia di Rembang

Izin Lingkungan Baru yang DItandatangani Gubernur Jateng 2016

Artikel yang diterbitkan oleh