Ratusan Paruh Bengkok Sitaan Kembali ke Alam Bebas

Sekitar 125 burung paruh bengkok  lepasliar ke Cagar Alam Gunung Sibela, Pulau Bacan, Halmahera Selatan oleh Seksi Konservasi Wilayah I Ternate Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku, Kamis (15/12/16).

Aksi kerjasama dengan Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP) melepasliarkan burung dengan rincian, 49 kasturi Ternate (Lorius garrulus), 46 kakatua putih (Cacatua alba) dan 30 nuri bayan (Eclectus roratus). Mereka ini hasil sitaan dari perburuan, penyelundupan, dan pemeliharaan ilegal satwa liar dalam beberapa bulan terakhir.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Ternate, Lilian Komaling, mengatakan, pelepasliaran burung-burung ini agar ekosistem  tetap terjaga dengan baik dan meningkatkan populasi ketiga spesies itu.

“Kami lakukan di Halmahera Selatan karena merupakan habitat alami nuri bayan, kakatua putih dan kasturi Ternate,” katanya.

Ketiga jenis burung yang dilepas itu endemik Indonesia dan memiliki sebaran di Indonesia bagian timur seperti Pulau Morotai, Halmahera, Bacan dan  Obi serta Ternate dan Tidore.

Dari ketiga jenis burung itu menurut  daftar merah IUCN 2016, kakatua putih kategori terancam (endangered), kasturi Ternate rentan (vulnerable) dan nuri bayan kategori resiko rendah (least concern).

Kakak tua putih sebelum leps liar. Fptp: M Rahmat Ulhaz
Kakak tua putih sebelum leps liar. Fptp: M Rahmat Ulhaz

Sebelumnya , untuk memastikan kondisi kesehatan dan menghindari penularan penyakit, burung-burung  ini diperiksa kesehatan oleh dokter hewan Balai Karantina Hewan Kelas II Ternate. Dari 173 burung diajukan, lepasliar hanya 127, sisanya perlu rehabilitasi.

Tim gabungan memastikan kesehatan burung–burung ini hingga siap ke alam. “Bekerjasama dengan LIPI, kami menandai burung dengan sistem pemasangan ring hingga kami dapat memonitor kelangsungan hidup mereka,” kata Noviar Andayani, Country Director WCS-IP.

Semua paruh bengkok yang dilepasliarkan melalui proses seleksi dengan beberapa tahapan, seperti test kesehatan, rehabilitasi dan proses habituasi di habitat asli. Proses habituasi, katanya, perlu untuk penyesuaian satwa dengan kondisi lingkungan dan pemberian pakan alami.

“Pada proses ini dikurangi kontak langsung dengan manusia seminimal mungkin, agar insting liar kembali,” kata  Dudi Nandika, Ketua Konservasi Kakatua Indonesia (KKI).

Burung-burung lepasliar ini, sebagian hasil sitaan kasus penyelundupan di Pelabuhan Ahmad Yani  Ternate pada 30 Juli 2016. Aksi itu digagalkan Polres Ternate dan Polisi Kehutanan SKW I Ternate BKSDA Maluku.

Kala itu,  para penyulundup menggunakan modus menitipkan satwa ke Satpam KM Doloronda. Waktu itu polisi menyita 45 kakatua putih, 57 nuri bayan dan empat kasturi Ternate.  Pelaku hanya kena hukum denda Rp1.000.000 dan kurungan empat bulan.

Kapolres Ternate AKBP Kamal  Bahtiar, menyatakan,  akan membantu penegakan hukum terhadap penyelundupan burung.  Dia berjanji menindaklanjuti setiap kasus sampai penyerahan berkas ke Kejaksaan.

Dwi Adhiasto, Wildlife Trade Program  Manager WCS-IP menambahkan, burung-burung ini tak hanya diperdagangkan di pasar domestik, juga manca negara. Jalur utama diketahui adalah ke Filipina melalui pelabuhan laut di Sulawesi Utara dan Maluku Utara.

Nuri Ternate kala di Kantor BKSDA sebelum lepas liar. Foto: M Rahmat Ulhaz
Nuri Ternate kala di Kantor BKSDA sebelum lepas liar. Foto: M Rahmat Ulhaz
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,