Benarkah Pemberlakuan Permen No 2/2015 Timbulkan Kerugian Ekonomi Nasional?

Pemberlakuan Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seinen Nets) yang akan dimulai pada 1 Januari 2017 mendatang, dinilai akan menimbulkan kerugian secara ekonomi, khususnya bagi nelayan yang biasa menangkap ikan di laut.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan mengatakan, meski peraturan tersebut baru akan berlaku pada 2017, namun nelayan sudah merasakan keresahan sejak peraturan tersebut disahkan. Hal itu, karena Pemerintah hingga saat ini belum memberikan solusi bagi pengguna alat tangkap yang akan dilarang tersebut.

“Para nelayan terus mengeluhkan akan diberlakukannya Permen tersebut. Di sisi lain, Pemerintah belum memberikan solusi atas penerapan Permen tersebut,” ujar dia, kemarin.

Daniel mengungkapkan, dari informasi yang diterima Komisi IV, saat ini sedikitnya terdapat 38 ribu kapal yang berasal dari Jawa Tengah, Banten, dan Jawa Timur. Seluruh kapal tersebut langsung terdampak dari pemberlakuan Permen.

“Ini menyangkut 760 ribu orang nelayan di tiga provinsi tersebut yang terdampak langsung. Itu belum termasuk yang ada di Jawa Barat dan Kalimantan,” jelas dia.

Lebih lanjut Daniel menjabarkan, banyaknya kapal dan nelayan yang terdampak langsung, karena di dalam Permen disebutkan ada 17 jenis alat tangkap yang resmi akan dilarang untuk dioperasikan mulai 1 Januari 2017 nanti.

Akibat kebijakan tersebut, Daniel mengklaim, saat ini sudah ada kerugian ekonomi dengan nominal yang sangat besar, yakni Rp3,4 triliun. Selain itu, akan muncul juga pengangguran di Jabar dengan jumlah 66.621 orang.

“Kebijakan ini telah menimbulkan kerugian secara ekonomi dan sosial. Sedangkan di Kalimantan Barat, informasi yang kita peroleh bahwa ada 3.982 kapal yang tidak bisa melaut,” ungkapnya.

 

Nelayan Aceh yang telah memiliki aturan adat yang dipatuhi oleh seluruh nelayan. Foto: Junaidi Hanafiah
Nelayan Aceh yang telah memiliki aturan adat yang dipatuhi oleh seluruh nelayan. Foto: Junaidi Hanafiah

Pemerintah Harus Bergerak Cepat Ganti Alat Tangkap Ramah Lingkungan

Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanity Abdul Halim mengingatkan kepada Pemerintah Indonesia untuk bergerak cepat mengganti alat tangkap yang dilarang dengan alat tangkap yang ramah lingkungan.

“Per 1 Januari 2017 sudah berlaku, sementara hingga saat ini penggantian masih belum selesai. Ini harus segera dilaksanakan cepat,” ucap dia.

Menurut Halim, penggantian alat tangkap yang dilarang memang wajib dilakukan segera. Oleh hal itu, karena jika sampai 2017 masih juga belum selesai, dikhawatirkan akan terjadi aksi kriminal kepada nelayan yang sedang melaut.

“Sekarang saja sudah banyak nelayan yang ditangkap karena menggunakan alat tangkap yang dilarang, bagaimana nanti ketika Permen resmi berlaku. Pasti nanti kriminalisasi akan sangat tinggi,” sebut dia.

Agar proses penggantian bisa berjalan lancar, Halim meminta agar Pemerintah, yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), membuat mekanisme yang jelas bersama perbankan. Karena, jika tetap berfokus pada penggantian alat tangkap nelayan tradisional, akan terjadi gejolak sosial nantinya.

“Mengingat, yang punya alat tangkap itu tidak hanya nelayan tradisional. Bagaimana mereka yang berasal dari pengusaha dan kreditnya baru saja berjalan? Pasti sangat dirugikan. Karenanya, bantuan juga harus ada kepada mereka, dengan mekanisme berbeda pula,” papar dia.

Dengan kondisi seperti itu, menurut Halim, penggantian alat tangkap bagi nelayan kecil harus menggunakan dana alokasi dari APBN/APBD dengan berkoordinasi bersama kepala daerah.

Kemudian, untuk pelaku usaha skala menengah dan besar, Halim menyebut, Pemerintah perlu memfasilitasinya dengan berkoordinasi bersama pihak perbankan berkenaan dengan tenggat waktu pengembalian pinjaman dana penggantian alat tangkap.

Nelayan Teluk Jakarta, salah satu yang bakal terdampak kala reklamasi terlaksana. Apakah pemerintah sudah menjamin kehidupan mereka tak akan terganggu kala reklamasi ada? Foto: Sapariah Saturi
Nelayan Teluk Jakarta, salah satu yang bakal terdampak kala reklamasi terlaksana. Apakah pemerintah sudah menjamin kehidupan mereka tak akan terganggu kala reklamasi ada? Foto: Sapariah Saturi

Diketahui, menjelang berakhirnya tenggat waktu masa transisi penggunaan alat tangkap cantrang pada 31 Desember 2016, KKP semakin intensif mengajak pemilik kapal cantrang untuk segera mengganti alat tangkapnya dengan alat tangkap lain yang ramah lingkungan.

Ketua Tim Gabungan Solusi Penggantian Cantrang KKP Agus Suherman mengatakan, penggantian alat tangkap cantrang saat ini terus disosialisasikan kepada para nelayan yang menggunakannya. Sosialisasi itu, mencakup penggantian dengan alat tangkap baru gillnet millenium yang ramah lingkungan.

“Kita terus melakukan identifikasi dan verifikasi nelayan sasaran yang akan kita berikan bantuan berupa alat tangkap pengganti cantrang,” ungkap dia.

Agus mengatakan, kegiatan memberikan pendampingan kepada nelayan akan terus dilakukan, sampai seluruh alat tangkap cantrang  berhenti digunakan. Untuk pendampingan sendiri, salah satu sasarannya, adalah nelayan kecil atau tradisional yang tidak memiliki pengetahuan cukup atau modal banyak untuk mengganti cantrang dengan alat tangkap yang baru.

Salah satu posko pendampingan yang sudah dibuka adalah di Pelabuhan Pantai Morodemak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Posko tersebut dibuka untuk umum dan menjadi bagian dari Tim Gabungan Solusi Penggantian Alat Tangkap Cantrang di Jawa Tengah.

Khusus untuk nelayan yang menggunakan kapal ikan di bawah 10 gros ton (GT), posko telah memberikan pelayanan khusus pada 4-7 Oktober. Tujuannya, menurut Agus, agar nelayan kecil bisa paham dan tidak kebingungan lagi harus mengganti alat tangkap cantrang dengan alat tangkap yang baru.

“Kegiatan pendampingan telah dilakukan dari sosialisasi hingga ke tahap verifikasi nelayan. Anggota tim gabungannya ada dari DJPT KKP, BBPI Semarang, DKP Provinsi Jateng dan berbagai tokoh masyarakat,” ungkap pria yang juga menjabat Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP itu.

Menurut Agus, dengan dibukanya posko dan memberikan pendampingan, pihaknya ingin bantuan yang diberikan bisa memberi manfaat yang banyak, tepat guna dan tepat waktu. Utamanya, agar para nelayan bisa mengoperasikan alat tangkap baru yang diberikan, yaitu gillnet millenium.

“Tak lupa, dengan pendampingan, nantinya nelayan bisa mengoperasikan alat tangkap yang baru di daerah penangkapan yang tepat,” tambah dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,