Botia, Si Ikan Hias Eksotik dari Jambi yang Terancam Punah

Kelangkaan ikan hias jenis bacubang atau biasa dikenal dengan ikan hias botia (Botia Macracanthai), yang sebelumnya terjadi di Jambi, saat ini sudah mulai pulih kembali. Ikan bernilai ekonomi tinggi tersebut, saat ini mulai ditemukan kembali di Sungai Batanghari, sungai besar yang mengalir di Jambi.

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (Balitbangdias) Balai Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengonfirmasi, keberadaan ikan Botia saat ini sudah mulai terlihat kembali setelah sebelumnya dilakukan penerapan teknologi budidaya.

Kepala Balitbangdias Idil Ardi mengatakan, penerapan teknologi budidaya mulai dilakukan sejak dua tahun lalu, atau tepatnya setelah KKP bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jambi. Teknologi yang diterapkan sendiri, adalah teknologi resirkulasi yang sudah dikuasai oleh Balitbangdias.

“Saat itu, kita coba aplikasikan teknologi resirkulasi tersebut untuk ikan hias botia yang ada di Dinas Perikanan Jambi,” ucap dia, akhir pekan lalu.

Menurut Idil, penerapan teknologi tersebut dilakukan dengan melibatkan pakar yang dimiliki Balitbangdias secara langsung. Dengan cara tersebut, diharapkan teknologi bisa menyelamatkan spesies ikan hias Botia dan sekaligus memberikan pengetahuan kepada masyarakat lokal di Jambi.

Secara teknik, Idil memaparkan,teknologi resirkulasi adalah tentang budidaya ikan hias di lapangan yang mencakup pemeliharaan induk pemijahan, pembenihan, pemeliharaan larva, dan pembesarannya. Teknologi tersebut, kata dia, sudah diterapkan dengan baik di Balitbangdias.

“Bahkan kini, teknologi penyediaan pakan alami juga sudah bisa diaplikasikan secara terintegrasi dengan teknologi resirkulasi,” jelas dia.

Idil Ardi menerangkan, dengan menerapkan teknologi, budidaya ikan hias tidak perlu lagi menggantungkan produksinya pada hasil alam di laut ataupun sungai. Ketergantungan itu bisa dihilangkan, dengan menerapkan teknologi kawin suntik (Induced breeding) yang bisa menghasilkan benih sekitar 17.000 ekor benih per siklus.

“Dimana dalam 1 tahun, terdapat 2 sampai 3 siklus. Dengan demikian dapat menjawab bahwa untuk memproduksi ikan hias sudah tidak lagi ketergantungan dengan kondisi alam,” tutur dia.

Idil Ardi menambahkan, keberhasilan penerapan teknologi yang dilakukan di hatchery milik dinas ini, selanjutnya harus bisa diikuti dan diterapkan oleh masyarakat. Untuk itu, agar bisa dilaksanakan oleh masyarakat, dia meminta kepada Pemprov Jambi untuk membuat sentra ikan hias di masyarakat secara langsung.

“Tujuannya sudah jelas, agar masyarakat bisa merasakan hasil positif tersebut dan bisa menerapkannya sendiri. Sehingga, nilai ekonomi yang ada pada ikan botia bisa memberi manfaat untuk perekonomian warga pada akhirnya,” tandas dia.

Ikan hias botia (Botia Macracanthai), yang sempat menghilang di Jambi, saat ini sudah mulai pulih kembali. Foto : pusluhkkp.go.id. Foto : iftfishing.com
Ikan hias botia (Botia Macracanthai), yang sempat menghilang di Jambi, saat ini sudah mulai pulih kembali. Foto : pusluhkkp.go.id. Foto : iftfishing.com

Laksanakan Restocking

Tak hanya dengan menerapkan teknologi, menurut Idil Ardi, supaya ikan hias Botia ataupun jenis lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi tidak punah, maka harus dilakukan langkah restocking atau penebaran benih kembali. Upaya tersebut, dilakukan dengan melakukannya di Danau Teluk Kenali yang menjadi salah satu pusat produksi botia.

Di Danau Teluk Kenali, ikan hias botia hasil budidaya dengan menggunakan teknolog resirkulasi yang jumlahnya 3.000 benih, kemudian disebar. Diharapkan, dengan dilakukannya penyebaran kembali benih, masyarakat di Jambi akan semakin menyadari bahwa ikan hias botia sudah semakin langka dan harus dijaga populasinya.

Gubernur Jambi Zumi Zola mengungkapkan, sebelum ikan hias botia kembali mengalami kelangkaan, dari sekarang seluruh elemen masyarakat harus bisa menjaganya secara bersama. Dengan demikian, keberadaannya bisa terus dimanfaatkan oleh masyarakat Jambi hingga masa yang akan datang.

“Masyarakat mulai saat ini harus memperhatikan kelestarian alam, penangkapan ikan dengan ramah lingkungan harus sudah menjadi budaya masyarakat. Sehingga, ikan botia ini tidak hanya bisa dimanfaatkan oleh kita sekarang akan tetapi untuk generasi mendatang.

Sementara Kepala Dinas Perikanan Pemprov Jambi Saefuddin menjelaskan, benih ikan yang ditebar di Danau Teluk Kenali, adalah ikan hasil budidaya selama dua tahun ini. Namun, dari semua hasil budidaya tersebut, tidak seluruhnya ditebar kembali ke air.

“Hanya 10 persen saja dari hasil budidaya yang ditebar kembali. Kita upayakan untuk selalu menyisihkannya,” sebut dia.

Indukan ikan botia yang ditelit dengan teknologi budidaya resirkulasi di Balitbangdias Balitbang KP KKP penerapan teknologi budidaya. Foto : Balitbang KP KKP
Indukan ikan botia yang ditelit dengan teknologi budidaya resirkulasi di Balitbangdias Balitbang KP KKP penerapan teknologi budidaya. Foto : Balitbang KP KKP

Seperti diketahui, Jambi merupakan salah satu provinsi di Sumatera yang kaya akan sumberdaya alamnya. Hasil penelitian Universitas Jambi menyebutkan sedikitnya ditemukan 121 jenis ikan di perairan Hutan Harapan, dan 29% diantaranya merupakan ikan hias potensial.

Salah satu ikan yang ditemukan, adalah Ikan bacubang atau ikan hias botia (Botia Macracantha) yang dikenal sebagai komoditas ekspor karena memiliki warna eksotis ini. Ikan tersebut banyak ditemukan di Jambi, dan masyarakat setempat menyebut kalau Sungai Batanghari adalah surganya botia.

Sebutan warga tersebut bisa jadi benar adanya. Karena, sungai tersebut menjadi pusat penangkapan ikan botia. Bahkan, pada Desember setiap tahunnya, botia bisa ditangkap dengan jumlah yang banyak di Batanghari. Tapi, kondisi tersebut kemudian berbalik karena masifnya penangkapan. Kemudian, sejak dua tahun lalu, Pemprov Jambi mulai menerapkan teknologi budidaya resirkulasi untuk penyelamatan Botia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,