Kenapa Karst Karawang Selatan Perlu Diselamatkan? Ternyata Ini Alasannya…

Sebagai negara kepulauan, Indonesia juga terletak di garis katulistiwa yang membentang dari barat sampai ke timur. Hal tersebut menjadikan Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang beragam seperti potensi karst. Karst merupakan kawasan dengan bentang alam unik yang terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah terlarut (batu gamping).

Kawasan karst di Indonesia memiliki bentang alam dengan luas hingga 154.000 km2. Sedangkan di Pulau Jawa, luasan kawasan karst mencapai  11.000 km2. Kawasan kars di Jawa yang tidak terputus itupun menjadi incaran industri ekstraktif seperti pabrik semen.

Sehingga banyak pabrik – pabrik semen yang berlomba berinvestasi untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasinya.  Padahal efek yang ditimbulkan tidak hanya menyebabkan kerusakan alam saja, tetapi juga menimbulkan konflik sosial berkepanjangan.

Oleh karena itu, Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana menolak pertambangan karst dan menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memberikan izin pertambangan pabrik semen PT Mas Putih Belitung (MPB) di wilayah selatan, karena lokasi yang diusulkan termasuk kawasan karst.

“Kawasan bentang alam karst di wilayah Pangkalan (Karawang selatan) itu tidak boleh ditambang untuk menjaga kondisi lingkungan agar tidak rusak,” katanya seperti dikutip dari berita Antara di Karawang, Minggu (01/01/2017).

Menurut dia, sampai saat ini tidak ada izin atau rekomendasi yang dikeluarkan oleh Pemkab Karawang terkait ekspolitasi kawasan karts Pangkalan untuk pabrik semen.

 

Karst Rusak

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Dadan Ramdan mengapresiasi sikap Bupati Karawang yang berani menolak pertambangan karst. Langkah tersebut dinilai tepat mengingat kondisi karts di selatan Jabar sudah dalam keadaan rusak.

Sejauh ini, Walhi mengamati sebanyak 40% kondisi karst di Jabar dalam keadaan rusak dan habis karena ditambang. Kawasan karst yang rusak terjadi di Bandung Barat, Sukabumi, Karawang dan Cirebon.

“Untuk kasus yang di Karawang itu izin ekpslorasinya (sebetulnya) sudah dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar melalui Peraturan Gubernur  berdasakan UU Nomor 23 Tahun 2014 (tentang Pemerintahan Daerah). Dan untuk izin lingkungan dikeluarkan oleh Kabupaten. Semoga Pemkab Karawang bisa teguh pada komitmen menjaga lingkungan, ” kata Dadan, saat ditemui Mongabay di Kantor Walhi, di Cikutra, Bandung, Rabu (03/01/2017).

Dadan mengaku sudah meminta Pemprov Jabar untuk tinjau ulang perizinan pertambangan pada audensi bersama Wakil Geburnur Jabar, Deddy Mizwar dan Badan Pengelolaan Linkungan Hidup Daerah(BPLHD) Jabar di tahun 2014 lalu.

Alat berat yang digunakan untuk aktivitas penambangan karts yang beroperasi di kawasan Gunung Hawu, Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat. Keberadaan pertambangan tersebut mengganggu ekosistem di kawasan tersebut.Foto : Bayu Aulia/Perimatrik Mapala Telkom
Alat berat yang digunakan untuk aktivitas penambangan karts yang beroperasi di kawasan Gunung Hawu, Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat. Keberadaan pertambangan tersebut mengganggu ekosistem di kawasan tersebut.Foto : Bayu Aulia/Perimatrik Mapala Telkom

Berdasarkan catatan Walhi, sejauh ini ada sekitar 620 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diajukan para pengusaha tambang. Total wilayah pertambangan berdasarkan IUP tersebut bisa mencapai 330.000 hektar. Perlu diketahui, setiap IUP bisa mengeksploitasi tambang mulai dari 10 hektare sampai 400 hektare.

Dadan berujar masih banyak kekurangan mengenai regulasi dan pengawasan terkait penambangan karst. Pasalnya,  ada perusahaan tambang di kawasan karst Padalarang Kabupaten Bandung Barat yang izinnya sudah selesai tahun 2012. Namun, bekas galian tambangnya dibiarkan terbengkalai tanpa dilakukan rehabilitasi serta reklamasi sampai saat.

“Masih ada kelemahan pada tahapan kebijakan sehingga para pengusaha leluasa menambang karst. Seharusnya aturan diperketat dan pemerintah jangan memberi izin tambang jika tidak sesuai dengan kajian. Kami menuntut agar Pergub tahun 2014 dicabut dan dibuatkan kembali aturan dengan benar,” ucap dia.

Sementara itu, akademisi geologi Institut Teknologi Bandung (ITB), Budi Bramantyo, mengungkapkan bahwa karst memiliki dua fungsi yang berbeda. Karst bisa dimanfaatkan dengan ditambang untuk menghasilkan bahan baku semen untuk pembangunan. Disisi lain juga karst penting untuk menjagat cadangan air.

Menurut Budi, aturan tata kelola karst telah diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No.17 tahun 2012. Dalam Permen disebutkan status dan kriteria kawasan bentang alam karst. Kawasan bentang alam karst merupakan kawasan lindung geologi sebagai kawasan lindung nasional.

Permen tersebut juga mengklasifikasikan karst menjadi Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK), yang terdiri dari bentang eksokart dan endokarst serta mata air permanen yang berada dalam karts. Eksokarst adalah bentukan morfologi pada kawasan karst yang dijumpai dipermukaan yang terbentuk secara alamiah. Endokarst adalah fenomena yang dapat dilihat dibawah permukaan, dicirikan oleh adanya sistem perguaan dan aliran air tanah bawah permukaan.

Budi mengatakan, Permen tersebut hanya menujukan kirteria KBAK yang harus dilindungi saja. Tetapi diluar kawasan itu, diperbolehkan karst untuk ditambang. Pertambangan memang telah berangsur lama tetapi baru ditetapkan aturan tahun 2000. Tapi aturan tersebut banyak diprotes karena  cenderung mementingkan tambang dan barulah muncul aturan baru di Permen tersebut.

Kawasan bentang alam karst Citatah, Padalarang, Bandung Barat yang terancam pertambangan. Permen ESDM No.17 tahun 2012 mengatur tentang tata kelola sebagai kawasan lindung geologi nasional. Foto : walhijabar.org
Kawasan bentang alam karst Citatah, Padalarang, Bandung Barat yang terancam pertambangan. Permen ESDM No.17 tahun 2012 mengatur tentang tata kelola sebagai kawasan lindung geologi nasional. Foto : walhijabar.org

Budi menerangkan saat ini karst Jawa Barat dalam kondisi status quo atau sama seperti dulu (tidak berbeda). Lalu kondisi beberapa karst di Jabar belum banyak ditetapkan sesuai aturan Permen.

“Ya jadi begini, kita pun tidak bisa munafik karena kita juga masih butuh semen untuk pembangunan. Jadi artinya kita harus mencari win-win—solution untuk kepentingan bersama. Aspek lingkungan oke dengan tetap terjaga airnya, tapi juga industri masih punya peluang,” ucap Budi yang dihubungi kepada Mongabay.

Budi menegaskan, terpenting dalam menyikapi persoalan tambang tergantung  masyarakat yang tinggal disekitar karst. Apabila dari aspek kehidupan masyarakat menerima  dan tidak ada masalah, tambang bisa dilakukan.

“Kalau karst pangkalan di Karawang, sebenarnya masuk KBAK. Artinya tidak bisa ditambang. Saya kira Permen tersebut juga mesti jadi bahan evaluasi untuk pertambangan,” tutup Budi.

Karst Sejarah Tarumanegara

Di tempat terpisah, Peneliti Geologi T Bachtiar, mengatakan karst di Pangkalan, Karawang selatan memiliki nilai sejarah sangat tinggi karena berkaitan dengan kerajaan Tarumannagara di Batu Jaya. Di komplek tersebut terdapat banyak candi yang terbuat dari bata merah. Supaya bata merah tersebut tahan lama sehingga diplester/dilepa dengan kapur bakar yang memanfaatkan karst dari Pangkalan.

“Karst yang memiliki nilai arkeologi seperti di Pangkalan seharusnya dikonservasi dan dimanfaatkan bukan dalam bentuk barang melainkan jasa. Misalnya geowisata, geotrek dan geopark. Di karst Pangkalan menggoreskan sejarah bagaimana orang zaman dulu memanfaatkan karst dengan begitu bijaksana,” kata dia.

Dia menuturkan Kerajaan Tarumanagara dibangun oleh hampir 12 generasi. Hal tersebut mencerminkan bahwa kearifan lokal Sunda dulu begitu memperhatikan karst dari semua aspek kehidupan. Bentuk karst jika dilihat dipermukaan terlihat gersang tetapi didalamnya mengandung air yang terus mengalir. Dalam karst juga terdapat gua – gua yang memiliki ekosistem dan habitat bagi kelelawar.

Apabila karst terus dieksploitasi, lanjut dia,maka dapat dipastikan akan merusak keseimbangan lingkungan.

Bacthiar mengatakan perlu ada evaluasi mengenai industri tambang untuk kebutuhan semen untuk pembangunan.  Dia juga mempertanyakan mengapa industri pertambangan terus bermunculan dan makin sporadis menambang karst.

“Saya pikir kebutuhan semen di kita sudah surplus. Jikalau demikian ya seharusnya jangan orientasinya untuk diekspor. Sebab semen ini kan katakanlah barang mentah. Jadi mengapa banyak negara lain yang membuka tambang karst di Indonesia, karena memang di negaranya tidak boleh,” papar dia.

Seorang pemanjat melakukan pemanjatan di tebing gua di citatah, Padalarang, Kab. Bandung Barat, Jawa Barat, Sabtu (02/10/2015), dengan latar belakang pabrik - pabrik besar yang mengolah marmer dan bahan komestik dari kapur yang ditambang dari Kawasan Karst Citatah. Foto : Donny Iqbal
Seorang pemanjat melakukan pemanjatan di tebing gua di citatah, Padalarang, Kab. Bandung Barat, Jawa Barat, Sabtu (02/10/2015), dengan latar belakang pabrik – pabrik besar yang mengolah marmer dan bahan komestik dari kapur yang ditambang dari Kawasan Karst Citatah. Foto : Donny Iqbal

Dia mencontohkan di Negara China, tepatnya di Guilin, pemerintahnya melarang karst disana di jadikan pertambangan. Kawasan karst tersebut kemudian dibenahi menjadi kawasan wisata geopark yang menawan. Para wisatawan mancanegara pun datang ke China untuk menikmati keindahan alam yang terbentuk unik. Itu menjadi keuntungan bagi negaranya dengan menghasilkan devisa.

Selain menguntungkan dari segi finansial, imbas lainya yaitu terjaganya keseimbangan lingkungan yang saling menghidupkan. Sungai – sungai mengalir kembali dan pertanian tumbuh subur untuk kemasyalahatan masyarakat disekitarnya.

Diakui Bachtiar, pengelolaan seperti itu tidak mudah dan jika ingin diterapkan perlu ada komitmen kuat dari semua lini serta stakeholder. Karena karst merupakan kawasan yang unik yang terbentuk dengan waktu yang lama bahkan jutaan tahun, tentunya perlu kita lindungi dari geliat industri pertambangan yang mementingkan hasrat bisnis korporasi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,