Diambil Siripnya, Perburuan Hiu Belum Mengisyaratkan Berakhir

Direktorat Polisi Air (Ditpolair) Polda Jawa Timur mengamankan sekitar 50 ekor hiu yang telah dipotong siripnya, serta potongan sirip siap jual di TPI Pandean, Situbondo, Senin (09/1/2017) malam. Hiu yang ditangkap nelayan dari Kapal Layar Motor (KLM) Sumber Laut ini merupakan jenis hiu lanjaman jawa (Carcharhinus amblyrhynchoides) dan hiu martil (Sphyrna lewini).

Hasil pemeriksaan polisi menunjukkan, Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang dimiliki KLM Sumber Laut tersebut telah habis masa berlakunya, Mei 2016.

“Kami amankan kapal dan barang bukti ke Ditpolair Polda Jatim di Surabaya. Nakhoda dan dua awak kapalnya sedang diproses,” jelas AKBP Heru Prasetyo, Kasat Patroli Daerah, Ditpolair Polda Jawa Timur, kepada Mongabay, Selasa (10/1/2017).

Polisi menjerat pelaku dengan Pasal 93 ayat 1 jo Pasal 27 ayat 1 tentang pengoperasian kapal penangkap ikan berbendera Indonesia tanpa memiliki SIPI. “Ahli dari BKSDA menyatakan, tindakan pelaku tidak dapat dijerat dengan UU Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, tapi hanya UU Perikanan saja,” ujar AKBP Heru Prasetyo.

P1 HH Hammerhead, pesawat tanpa awak yang awalnya merupakan pesawat komersial P-180 Avanti II. Tampilannya mengingatkan kita akan hiu martil, sebagaimana namanya. Sumber: P1hh.piaggioaerospace.it

P1 HH Hammerhead, pesawat tanpa awak yang awalnya merupakan pesawat komersial P-180 Avanti II. Tampilannya mengingatkan kita akan hiu martil, sebagaimana namanya. Sumber: P1hh.piaggioaerospace.it

Regulasi

Maraknya perburuan atau penangkapan hiu, tidak dapat dilepaskan dari faktor ekonomi, yang mendatangkan keuntungan melalui penjualan sirip serta daging. Yudi Herdiana, Marine Program Manager Wildlife Conservation Society (WCS) mengatakan, tingginya harga sirip hiu di pasaran ekspor maupun dalam negeri membuat hiu banyak diburu.

“Harga sirip hiu ini cukup mahal, belum lagi dagingnya yang memang bisa jual.”

Hiu martil yang dijual di pasar wilayah Aceh Barat. Foto: WCS

Hiu martil yang dijual di pasar wilayah Aceh Barat. Foto: WCS

Perburuan hiu untuk diambil sirip maupun dagingnya juga dipengaruhi tidak adanya ketegasan regulasi: larangan menangkap hiu di perairan Indonesia. Regulasi yang ada masih sebatas ekspor. “Khusus hiu, jenis hiu monyet yang tidak boleh ditangkap di perairan Indonesia. Sedangkan aturan ekspor sudah ada untuk 4 jenis yaitu 3 jenis hiu martil dan 1 hiu koboi.”

Baca: Hiu Martil juga Bisa “Terbang”

Menurut Yudi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam waktu dekat akan mengeluarkan aturan baru, yang lebih memperketat serta mengurangi akses penangkapan hiu di perairan Indonesia. Sampai saat ini pun, belum ada regulasi internasional yang melarang penangkapan hiu. Aturan penangkapan ikan secara internasional, berlaku untuk komoditas ikan tangkap seperti tuna. “Di dunia, terdapat sekitar 816 spesies hiu, dan baru beberapa saja yang diatur maupun dilarang.”

Puluhan hiu yang disita dari Kapal Layar Motor (KLM) Sumber Laut oleh Direktorat Polisi Air (Ditpolair) Polda Jawa Timur. Foto: Ditpolair Poda Jatim
Puluhan hiu yang disita dari Kapal Layar Motor (KLM) Sumber Laut oleh Direktorat Polisi Air (Ditpolair) Polda Jawa Timur. Foto: Ditpolair Poda Jatim

Maraknya penangkapan hiu, selain belum adanya aturan tegas, disebabkan juga perbedaan perspektif antara masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan, dengan aktivis lingkungan dan pemerhati satwa.

“Penangkapan hiu oleh nelayan karena dianggap sebagai komoditas ikan tangkap biasa, yang dapat dijual untuk menghasilkan uang. Sedangkan pandangan yang tidak setuju menjelaskan, perburuan hiu dapat mempengaruhi ekosistem laut.”

Petugas Ditpolair Polda Jatim memeriksa hiu hasil tangkapan nelayan di TPI Pandean, Situbondo, Jawa Timur. Foto: Ditpolair Jatim
Petugas Ditpolair Polda Jatim memeriksa hiu hasil tangkapan nelayan di TPI Pandean, Situbondo, Jawa Timur. Foto: Ditpolair Jatim

Hiu merupakan spesies yang berfungsi sebagai top predator. Keberadaan hiu meregulasi atau mengatur keseimbangan dalam sebuah ekosistem. Biasanya, hiu menyerang atau memangsa hewan atau ikan yang lemah atau sakit, sehingga ekositem tetap terjaga. Turunnya jumlah hiu akan mempengaruhi penurunan produksi ikan lain.

“Mangsa tingkat satu setelah hiu akan membengkak populasinya bila hiu tidak ada. Akibatnya, spesies dibawahnya akan ikut berkurang, padahal spesies yang secara ekonomis penting itu justru yang dimanfaatkan masyarakat misalnya tuna atau tongkol.”

Untuk itu, regulasi perlindungan hiu perlu diperkuat. “Sosialisasi dan penegakan hukum harus dijalankan berbarengan kedepannya,” papar Yudi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,