Begini Tuntutan Pencabutan Izin Tambang Karst di Pangkalan Karawang

Polemik permasalahan pertambangan di kawasan Karts, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat terus menuai sorotan. Kali ini protes dilayangkan oleh massa yang terhimpun dalam Sekretariat Bersama (Sekber) Aksi Selamatkan Bumi Karawang. Mereka melakukan aksi dan audiensi di halaman Gedung Sate, Bandung, pada Kamis (12/01/2017), untuk meminta kejelasan terkait status karst Pangkalan

Koordinator aksi, Robin Berlins, mengatakan aksi ini berangkat dari keprihatinan terkait kondisi karts Pangkalan yang semakin mengkhawatirkan karena tergerus oleh tambang industri. Dampak dari rusaknya kawasan karst disinyalir menimbulkan anomali lingkungan di wilayah Karawang, seperti kekeringan ketika musim kemarau dan banjir saat musim hujan.

Sebelumnya Pemerintah Kabupaten Karawang menolak mengeluarkan izin lingkungan terhadap perusahan pertambangan PT Mas Putih Belitung (MPB) beberapa waktu lalu.

(baca : Kenapa Karst Karawang Selatan Perlu Diselamatkan? Ternyata Ini Alasannya )

Menurut Robin, di Karawang sedikitnya terdapat 11 perusahan tambang yang telah melakukan eksplorasi karts Pangkalan terhitung sejak pertengahan tahun 2006. 11 perusahaan tersebut sebetulnya sudah mengantongi izin eksplorasi tetapi belum ada Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasional yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

“Kami menginginkan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, mencabut izin-izin pertambangan yang sudah dikeluarkan. Hal itu mutlak harus dilakukan untuk menghindari kerusakan lingkungan dan ketidakseimbangan ekosistem yang bakal berpengaruh terhadap ketersediaan air,” paparnya kepada Mongabay saat aksi tersebut.

Dikutip dari website resmi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, kawasan karst Pangkalan Karawang telah ditentukan sebagai Kawasan karst Kelas I yang merupakan kawasan lindung sumber daya alam dan di kawasan tersebut tidak boleh ada kegiatan pertambangan.

Kawasan karst kelas I mengikuti Peraturan Gubernur Jabar Pasal 13 Nomor 20 Tahun 2006 tentang Perlindungan Kawasan Karst di Jawa Barat  dijelaskan merupakan kawasan yang wajib dilindungi dan tidak direkomendasikan untuk kegiatan budidaya yang merusak fungsi kawasan karst. Peruntukan kawasan karst kelas I adalah sebagai kawasan lindung karena memiliki nilai strategis tinggi, dicirikan dengan adanya gua-gua, mata air, dan bentukan morfologi yang khas.

Pemanfaatan kawasan karst kelas I hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya tidak menurunkan mutu lingkungan dan biofisik. Hal itu juga sesuai dengan kriteria Kawasan Karst Kelas I mengikuti Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia No. 1456K/20/MEM/2000.

Kawasan bentang karst Citatah, Padalarang, Bandung Barat yang ditambang untuk industri semen. Foto : walhijabar.org
Kawasan bentang karst Citatah, Padalarang, Bandung Barat yang ditambang untuk industri semen. Foto : walhijabar.org

Robin mengungkapkan permasalahan karst di Pangkalan yakni mengenai luasan Kawasan Bentang Alam (KBAK) yang menurut data dari Perda RTRW baik Kabupaten Karawang maupun Provinsi Jabar berjumlah 1012,9 hektare yang masuk dalam kategori karst kelas I artinya kawasan geologi. Tetapi, pada kenyataanya data yang dilansir dari Kementrian ESDM menyebutkan hanya sekitar 375 hektare yang masuk KBAK di Pangkalan.

“Bisa jadi ada kekeliruan disini. Untuk itu kami minta kejelasan kemana karts seluas 637,9 hektare atau 62% itu? kok hilang begitu saja. Padahal kan angkanya sudah jelas tertulis dalam Perda RTRW,” ucap dia.

Dia melanjutkan, pada waktu itu perwakilan Pemprov Jabar yang meninjau lokasi karst Pangkalan beralasan bahwa sebagiannya sudah rusak oleh tambang rakyat. Kemudian Pemkab dinilai tidak sanggup mengamankan tanah sebagai salah satu dasar penetapan KBAK. Juga di dalam aturannya dituliskan apabila kawasan karts kelas I itu wajib dikonservasi atau direklamasi. Namun, dilapangan tidak demikian, malah tambang makin meluas dan mengurangi luasan KBAK.

“Bupati Karawang sudah melakukan teguran sebanyak 4 kali pada tahun 2015-an dengan mengirim surat kepada Pemprov agar tidak mengeluarkan izin. Namun, pengakuan dari Bupati tidak ada tanggapan. Jadi itulah dasar kami datang ke sini mempertanyakan itu,” kata Robin.

Robin berujar, harapannya tidak ingin ada pertambangan di Karawang selatan yang sebetulnya dilindungi. Supaya keseimbangan terus berlanjut,  luasan KBAK karst Pangkalan juga mesti sesuai Perda RTRW Karawang 2011 – 2031.

 

Kawasan bentang alam karst Citatah, Padalarang, Bandung Barat yang terancam pertambangan. Permen ESDM No.17 tahun 2012 mengatur tentang tata kelola sebagai kawasan lindung geologi nasional. Foto : walhijabar.org
Kawasan bentang alam karst Citatah, Padalarang, Bandung Barat yang terancam pertambangan. Permen ESDM No.17 tahun 2012 mengatur tentang tata kelola sebagai kawasan lindung geologi nasional. Foto : walhijabar.org

Pencabutan Izin

Ditempat yang sama, Dadan Ramdan, Direktur eksekutif Walhi Jabar, menuturkan terkait perizinan tambang yang dikeluarkan telah cacat prosedur dan cacat hukum karena tidak seseuai mekanisme yang benar. Disisi lain, apabila surat dari Pemkab Karawang belum ditanggapi oleh Pemprov Jabar tentunya harus terus diupayakan dan didesak agar izin IUP dicabut.

“Kebijakan penolakan yang dilakukan Bupati Karawang tidak hanya berbentuk formal saja. Seharusnya ada upaya kongkrit, misalnya menemui Kementerian ESDM untuk meninjau kembali penetapan KBAK di Pangkalan yang mungkin masih keliru,” ucap dia.

Dadan menjelaskan, dasar hukum karst khususnya di Pangklaan sudah jelas masuk ke dalam kawasan kelas I dan mutlak dilindungi. Karts juga masuk kawasan cagar alam dan cagar budaya sehingga seharusnya jauh dari penambangan serta wajib dilestarikan. Jikalau ada karst yang masuk kategori boleh ditambang, dipersilahkan bagi para pengusaha penambangan untuk mengeksplorasi sesuai aturan.

“Ya, memang karst dibutuhkan untuk bahan baku semen. Tapi di kita (Jawa Barat), semen sudah surplus dan sudahlah ulah diperluas deui. Diduga bahan mentah ini akan ekspor ke luar. Tentu kerugiannya lebih besar, lingkungan akan rusak. Padahal di negara lain, penambangan karst telah banyak dihentikan dan dilarang,” papar Dadan.

Sedangkan Kepala Humas Jabar, Yana Suristriawan mengatakan, Pemprov Jabar akan mengkaji ulang dan mengevaluasi terkait permasalah karst pangkalan di Karawang. “Kami akan mengundang pihak – pihak terkait permasalah ini. Untuk waktunya, nanti diinformasikan,” katanya saat menemui massa aksi yang berkumpul mulai pukul 14.00 WIB itu.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,