Kurang Seminggu, 2 Paus Mati Terdampar di Lombok Timur

Selang empat hari, ada 2 paus ditemukan mati dan terdampar di pesisir Lombok Timur. Satu ditenggelamkan dan lainnya dikubur dekat pantai.

Kejadian terakhir pada Senin, 16 Januari 2017, seekor paus dilaporkan mati dan terdampar di kawasan Tanjung Luar, sebuah kampung nelayan di Lombok Timur. Terkenal sebagai tempat pelelangan ikan hiu.

Lalu Adrajatun Koordinator Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar wilayah kerja NTB mengatakan informasi ini diterimanya pada 16 Januari sekitar pukul 18.30 WITA.  Informasi dari Komandan Pos TNI Angkatan Laut Tanjung Luar, ada paus terdampar dalam keadaan mati. Setelah koordinasi instansi terkait, dilakukan pengamanan sampai malam. “Amankan pausnya, agar tak hanyut diberikan jangkar,” ujar pria ini.

Keesokan hari pada Kamis (17/01/2017) siang sampai sore dilakukan penguburan bangkai dibantu ekskavator untuk mengangkut paus dengan panjang 7 meter, lingkar badan 150 cm, serta berat sekitar 7 ton ini. Kondisi terakhir paus sudah bengkak karena terdampar lebih dari 2 hari.

“Analisis awal, mungkin karena sonar dan pengaruh cuaca dan perubahan iklim. Kemungkinan sonar tak berfungsi sehingga kemungkinan paus menabrak karang,” Adrajatun memperkirakan. Bisa juga saat di laut tak mengetahui itu daratan dan tiba-tiba surut, tak bisa menghindar.

Menurutnya respon warga cukup sigap, mereka bergotong royong bersama nelayan melakukan penguburan dan evakuasi. Tidak mengambil daging bagian tubuhnya.

Proses evakuasi dan penguburan paus yang mati terdampar di Tanjung Luar, Lombok Timur pada Kamis (17/01/2017) yang sebelumnya dilaporkan petugas pada Rabu (16/01/2017). Foto : BPSPL Denpasar wilayah kerja NTB
Proses evakuasi dan penguburan paus yang mati terdampar di Tanjung Luar, Lombok Timur pada Kamis (17/01/2017) yang sebelumnya dilaporkan petugas pada Rabu (16/01/2017). Foto : BPSPL Denpasar wilayah kerja NTB

Sebelumnya pada Kamis (12/01/2017), seekor paus sperma betina terdampar di sebuah pesisir pulau kecil Gili Batu di Lombok Timur. Karena kesulitan mengakses alat berat, paus ini ditenggelamkan dengan menggunakan karung-karung berisi pasir sebagai pemberat.

(baca : Paus Ditemukan Mati Terdampar di Lombok dan Bali)

Lalu Adrajatun menyebut pihaknya pernah menggelar pelatihan penanganan mamalia terdampar pada 2014 di Lombok Timur. Tantangan saat ini menurutnya adalah perlu tim reaksi cepat dan sarana alat berat.

“Penanganan mamalia hidup belum pernah. Setahu saya semua sudah terdampar dan mati,” ujarnya.

Menurut buku panduan “Pedoman Penanganan Mamalia Laut Terdampar” yang diterbitkan Kementrian Kelautan dan Perikanan pada 2012 pada umumnya, kejadian terdampar bukanlah suatu hal yang wajar bagi paus dan lumba-lumba, dalam arti bahwa binatang-binatang tersebut secara alami mendamparkan diri. Perkecualiannya adalah jenis paus pembunuh (Orcinus orca) yang memang sering mendamparkan diri di pantai di daerah beriklim dingin untuk memburu anjing laut.

Proses evakuasi dan penguburan paus yang mati terdampar di Tanjung Luar, Lombok Timur pada Kamis (17/01/2017) yang sebelumnya dilaporkan petugas pada Rabu (16/01/2017). Foto : BPSPL Denpasar wilayah kerja NTB
Proses evakuasi dan penguburan paus yang mati terdampar di Tanjung Luar, Lombok Timur pada Kamis (17/01/2017) yang sebelumnya dilaporkan petugas pada Rabu (16/01/2017). Foto : BPSPL Denpasar wilayah kerja NTB

Para ahli memiliki beberapa teori penyebab paus dan lumba-lumba terdampar sebagai berikut: 1) Patologis internal: kehadiran parasit dalam organ syaraf (Morimitsu et al. 1987) atau karena si hewan menelan benda asing seperti plastik, seperti yang terjadi pada seekor paus Bryde di Cairns di tahun 2009 (Aragones et al. 2013) 2) Gangguan pada sistem navigasi: karena alat buatan manusia misal sonar (Jepson et al. 2003; Yang et al. 2008) atau alami seperti badai matahari (Vanselow & Ricklefs 2005).

Badai yang berkekuatan tinggi dapat menyebabkan disorientasi atau kelelahan pada si hewan sehingga mereka terdampar (Evans et al. 2005) 4) Produktivitas suatu perairan meningkat (akibat kombinasi beberapa faktor seperti pasokan air dingin dan upwelling yang makin sering) sehingga paus dan lumba-lumba mengejar mangsa hingga keperairan dangkal dan terdampar (Evans et al. 2005) k

Berikutnya bisa pengaruh bulan purnama (seperti yang menyebabkan serangkaian kejadian koteklema terdampar di Atlantik Utara (Wright 2005)) 6) Dekompresi akibat rapid ascend (naik kepermukaan secara tiba-tiba) karena terpicu oleh gempa bumi (Benjamin Kahn, komunikasi personal 2012).

Seekor paus sperma betina atau sperm whale (Physeter macrocephalus), terdampar dan mati di sebuah pesisir pulau kecil di Gili Batu, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada pada Kamis (12/01/2017). Petugas dari BPSPL KKP Denpasar Bali dan petugas setempat dibantu masyarakat kemudian menenggelamkan bangkai paus di tengah laut. Foto : BPSPL Denpasar wilayah NTB
Seekor paus sperma betina atau sperm whale (Physeter macrocephalus), terdampar dan mati di sebuah pesisir pulau kecil di Gili Batu, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada pada Kamis (12/01/2017). Petugas dari BPSPL KKP Denpasar Bali dan petugas setempat dibantu masyarakat kemudian menenggelamkan bangkai paus di tengah laut. Foto : BPSPL Denpasar wilayah NTB

Untuk memberikan peluang yang lebih besar bagi mamalia laut terdampar dapat kembali hidup di alam bebas, dan untuk menjaga kesinambungan spesies biota dimaksud, maka diperlukan pemahaman dan pengetahuan kepada masyarakat tentang langkah-langkah apa yang harus mereka lakukan untuk mengurangi tingkat kematian biota perairan terdampar.

Berikut ini adalah klasifikasi kondisi mamalia laut yang terdampar berdasarkan Geraci & Lounsbury 1993: Kode 1: alive (hewan masih hidup). Kode 2: fresh dead (hewan baru saja mati, belum ada pembengkakan). Kode 3: moderate decomposition (bangkai mulai membengkak). Kode 4: advance decomposition (bangkai sudah membusuk). Kode 5: severe decomposition (bangkai sudah mulai memutih menjadi kerangka, atau sudah jadi kerangka).

Maulid Dio Suhendro, dokter hewan yang kini kuliah S2 Fakultas Kedokteran Hewan di Universitas Udayana menyebut dari pengalamannya autopsi mamalia pasca terdampar (nekropsi), penyebab kematian biasanya bersifat non infeksius (antrophogenic traumatic). “Hanya diagnosa sementara. Untuk meneguhkan diagnosa tersebut. Kita uji laboratorium,” ujarnya.

Faktor risiko kematian mamalia di jalur migrasi juga bisa karena wilayah itu area penangkapan ikan akibat dampak sampingan penangkapan ikan seperti jala atau alat lain. “faktor fenomena sampah dilautan juga berdampak buruk bagi mamalia,” tambah pria yang kerap memeriksa penyu ini.

Seekor paus sperma betina atau sperm whale (Physeter macrocephalus), terdampar dan mati di sebuah pesisir pulau kecil di Gili Batu, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada pada Kamis (12/01/2017). Petugas dari BPSPL KKP Denpasar Bali dan petugas setempat dibantu masyarakat kemudian menenggelamkan bangkai paus di tengah laut. Foto : BPSPL Denpasar wilayah NTB
Seekor paus sperma betina atau sperm whale (Physeter macrocephalus), terdampar dan mati di sebuah pesisir pulau kecil di Gili Batu, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada pada Kamis (12/01/2017). Petugas dari BPSPL KKP Denpasar Bali dan petugas setempat dibantu masyarakat kemudian menenggelamkan bangkai paus di tengah laut. Foto : BPSPL Denpasar wilayah NTB

Dwi Ariyoga Gautama dalam website wwf.or.id menyebut salah satu tantangan terbesar terhadap kematian mamalia laut yang turut diidentifikasi adalah dikarenakan adanya interaksi dengan aktivitas perikanan nelayannya itu sebagai tangkapan sampingan atau bycatch yang terjadi diberbagai alat tangkap seperti jaring insang, jaring cincin, dan rawai tuna. Adanya interaksi di wilayah yang sama antara wilayah penangkapan perikanan dengan jalur migrasi mamalia laut pada periode tertentu merupakan salah satu penyebab hal ini terjadi.

Ia menyebut WWF-Indonesia sejak tahun 2005 hingga saat ini terus mengumpulkan data perjumpaan mamalia laut dan bycatch yang terjadi di kapal rawai tuna dari 3 pelabuhan perikanan besar di Indonesia, melalui data tersebut diharapkan diketahui potensial hotspot lokasi dan waktu mamalia laut tersebut melintas sehingga dapat meminimalisir kematian mamalia laut di perairan lepas.

Indonesia sendiri memiliki lebih dari 35 spesies cetacean (paus dan kumba-lumba) dan satu spesies sirenianya adalah dugong. Terdiri dari 13.000 pulau dengan range habitat dari bibir pantai hingga perairan laut dalam. Aktivitas pemanfaatan laut yang beririsan dengan habitat cetacean juga beragam, meliputi aktivitas perikanan, wisata, penambangan migas, pelayaran dan lain-lain. Mamalia laut yang terdampar sejak tahun 1987-2013 didominasi oleh jenis Irrawaddy dolphin, pesut Mahakam, paus spermadan short finned pilot whales.

(baca : Ada Apa dengan Dugong?)

(baca : Pesut Mahakam, Sang Legenda yang Kian Langka)

Data cetacean terdampar sudah terkumpul dalam portal database yang dapat dilihat website dan media sosial komunitas Whale Stranding Indonesia. Salah satu tantangan yang dihadapi, tulisnya, berupa kesulitan dalam identifikasi jenis paus pada kondisi tertentu.

The Indonesian Biodiversity Research Center (IBRC) yang memfokuskan diri dalam menganalisa genetic dari biota laut turut mengupayakan mengumpulkan sampel cetacean untuk mempelajari jenis cetacean yang terdampar di Indonesia. Upaya kolaborasi antar pihak perlu dilakukan dalam memperbanyak sampel dalam pembuatan barcode jenis-jenis cetacean ataupun biota laut lainnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,