Miliaran Tahun Sebelum Dinosaurus, Ada Makhluk Aneh yang Menghuni Bumi

Sejarah evolusi kehidupan di Planet Bumi terus ditelusuri, bagaimana organisme hidup beserta kemunculannya. Bumi yang terbentuk sekitar 4,5 Ga (miliar tahun), diperkirakan baru ada kehidupan di permukaannya dalam waktu satu miliar tahun sesudahnya.

Adanya kesamaan dengan organisme yang hidup di era sekarang, menunjukkan adanya satu nenek moyang yang sama, yang kemudian berevolusi panjang lebih dari 99 persen dari semua spesies. Atau sebesar lebih dari lima miliar spesies, yang pernah hidup di bumi diperkirakan telah punah. Perkiraan jumlah spesies Bumi saat ini berkisar 10 – 14 juta spesies, dimana sekitar 1,2 juta telah didokumentasikan dan lebih dari 86 persen belum dideskripsikan.

Sebuah penemuan yang suram bagi nasib umat manusia.  Selain itu, penemuan ini juga menyatakan bahwa pencarian kehidupan antar-planet akan lebih kompleks dari yang kita bayangkan. Penemuan ini sendiri dibuat oleh kelompok akademisi dari  University of Washington (UW) di Seattle yang dipimpin oleh Michael Kipp, sebagaimana diberitakan oleh Itech Post.

“Pengakuan mengenai adanya satu masa interval di masa lalu Bumi, era ketika Bumi mungkin mempunyai kadar oksigen yang berbeda, juga makhluk-makhluk penghuninya yang juga sangat berbeda, bisa berarti bahwa pendeteksian planet jarak jauh yang kaya oksigen tidak selalu menjadi syarat adanya mikroorganisme dan biosfer yang kompleks,” kata Michael Kipp dalam keterangannya di situs UW.

Planet Bumi memulai proses menjadi planet yang kaya akan oksigen sekitar 800 juta tahun lalu. Selama ini, para ahli menyimpulkan bahwa makhluk-makhluk yang secara biologis kompleks, menghirup oksigen, muncul seiring dengan mulai kayanya planet ini dengan oksigen. Sehingga, disimpulkan bahwa kehidupan hewan-hewan purba dimungkinkan karena meningkatnya kadar oksigen di dalam atmosfer. Namun, ada era dimana kadar oksigen jauh lebih tinggi. Ini terjadi di era sebelum munculnya dinosaurus pertama.

Batu yang diperkirakan berumur 1,9 miliar tahun. Kredit: Eva Stüeken
Batu yang diperkirakan berumur 1,9 miliar tahun. Kredit: Eva Stüeken

Kejadian Lomagundi: “Bencana Oksigen”

Bumi secara tiba-tiba menjadi planet dengan atmosfer yang kaya oksigen sebagai hasil dari yang dinamakan Lomagundi Event, yang juga disebut “Bencana Oksigen” atau “Oksidasi Besar’. Yaitu, ketika kadar oksigen mencapai titik tertinggi di lautan antara 2,3 miliar hingga 2,1 miliar tahun lalu, sebelum kemudian turun lagi karena alasan yang kurang pasti.

Kejadian Lomagundi ini bisa saja memberikan kesempatan untuk makhluk-makhluk ‘aneh’ berevolusi selama miliaran tahun menjadi ‘nenek moyang’ makhluk-makhluk zaman sekarang. Namun, kadar oksigen kemudian turun lagi, dan beragam makhluk tersebut kemudian juga musnah. Hal ini bisa menggambarkan bahwa bisa jadi, nasib umat manusia akan mengalami hal serupa.

Bebatuan yang masih diteliti lebih lanjut. Sumber: 3c1703fe8d.site.internapcdn.net
Bebatuan yang masih diteliti lebih lanjut. Sumber: 3c1703fe8d.site.internapcdn.net

Untuk mengetahui kadar oksigen selama Kejadian Lomagundi, Kipp dan para ahli berencana menganalisa selenium di bebatuan yang terbentuk di dasar lautan ketika “Lomagundi Event” terjadi. Selenium dilepaskan ketika bebatuan di tanah terkikikis karena adanya oksigen dan dimetabolis oleh mikroba di laut.

Jumlahnya yang besar di bebatuan Lomagundi mengisyaratkan bahwa jumlah karbon organik  yang terkubur di laut dalam tiba-tiba melonjak, seperti yang ditulis di jurnal PNAS (Prosiding National Academy of Sciences).

Makhluk aneh yang diperkirakan muncul saat awal pencipaan Bumi. Sumber: s-media-cache-ak0.pinimg.com
Makhluk aneh yang diperkirakan muncul saat awal pencipaan Bumi. Sumber: s-media-cache-ak0.pinimg.com

Satwa-satwa aneh

Meski begitu, hingga saat ini, belum ditemukan bukti yang meyakinkan tentang keberadaaan makhluk-makhluk aneh selama kejadian Lomagundi. Saat ini, indikasi satu-satunya adalah keberadaaan koloni bakteri dalam jumlah besar.

“Meski begitu, tak berarti bahwa satwa-satwa aneh di era itu tidak ada,” kata kipp. “Dengan palaentology, sulit untuk mendebat bahwa presence of evidence is evidence of absence,” pungkasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,