Titip Polisi, Sampaikah Surat Keluhan PLTU dari Ibu-ibu Batang kepada Presiden?

Minggu malam, dua pekan lalu, Junaenah,  menulis surat kepada kepada Presiden Joko Widodo. Puluhan perempuan nelayan lain juga ikut menulis surat. “Surat ini berisi harapan agar PLTU dibatalkan,” katanya.

Dia dan warga Roban Timur, ingin menyampaikan langsung surat karena mendengar Presiden akan meninjau PLTU Batang.

Pagi hari, langit mendung tetapi tak menyurutkan langkah 600-an warga ke pesisir. Mereka akan aksi dan menyerahkan surat. Spanduk-spanduk kuning bertuliskan penolakan PLTU berkibar di tiang-tiang perahu.

Junaenah sudah mengumpulkan semua surat. Dia jadikan satu di toples plastik. Sayangnya, keinginan bertemu Presiden musnah. Polisi Air pakai kapal cepat menghadang upaya mereka mengadu ke Jokowi.

Rokiban, istri nelayan Roban mengatakan, masih masa pembangunan saja ikan mulai menyusut. Laut banyak lumpur.

“Tolong Pak Presiden, hentikan PLTU sekarang juga,” katanya.

Sabrina Aulia Nisa, dari Solidaritas untuk Keadilan Warga Batang mengatakan, konsisten menolak PLTU di darat dan laut. Dia berharap, aksi warga mampu menggugah kesadaran Jokowi atas pembangunan PLTU.

“Warga akhirnya menyerahkan pesan-pesan yang ditulis kepada Polisi Air yang berjaga,” ucap Sabrina.

Dia bilang, warga berkunjung ke beberapa wilayah yang ada PLTU. Mereka tak ingin mengalami nasib serupa. Petani dan nelayan sekitar PLTU batubara, seperti Cilacap, Cirebon, dan Jepara.

Warga sekitar PLTU banyak mengeluhkan udara kotor, gangguan pernapasan, penyusutan drastis hasil laut dan lahan garapan petani berkurang serta masalah sosial lain. Belum lagi janji manis lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal ternyata buaian semata.

Warga juga alami banyak pelanggaran HAM, seperti dari perampasan lahan sah warga, hingga tak dapat bertani, intimidasi dan tindakan represif aparat maupun preman bayaran perusahaan.

“Ada tujuh warga dikriminalisasi tanpa alasan jelas,” katanya.

Sudah berbagai macam cara mereka lakukan agar dapat berkomunikasi langsung dengan Presiden tetapi sulit.

Dinar Bayu Nikmatika, Coal Community Campaigner dihubungi Mongabay  mengatakan, PLTU batubara menyumbang jutaan ton gas rumah kaca dan gas beracun seperti sulfur dioksida, karbon dioksida, nitrogen oksida. Ia berdampak pada kerusakan lingkungan global.

Dia bilang, Desember lalu, warga menyerahkan surat keberatan pada JBIC terkait kerugian karena pembangunan PLTU mengabaikan aspirasi warga.

JBIC mulai proses mengkaji surat keberatan, melengkapi dengan berbagai fakta dan bukti berbagai pelanggaran oleh konsorsium PT. BPI dan PLN.

“Pemerintah Jepang harus menunjukkan kepemimpinan mereka dalam memerangi perubahan iklim global, salah satu cara menghentikan dukungan JBIC terhadap pendanaan PLTU Batang.”

Target operasi 2020

PT Bhimasena Power Indonesia (BPI), selaku pengembang proyek pembangkit listrik kapasitas 2.000 megawatt (MW) menargetkan beroperasi 2020.

Manajer Publik dan Media Relation BPI, Ayu Widianingrum mengatakan, saat ini, BPI masih progres pembangunan proyek ketenagalistrikan terbesar se-Asia Tenggara.

BPI merupakan join venture tiga konsorsium antara Electric Power Development Co. Ltd (J-Power), PT Adaro Power, yang seluruhnya  milik Adaro Energy dan Itochu Corporation (Itochu).
“PLTU Batang akan menggunakan teknologi terkini lebih ramah lingkungan dan efisien, ultra super critica,” katanya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,