Ekspor Sawit Turun, Peremajaan Tanaman Belum Jalan

Volume ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), palm kernel oil (PKO) dan turunan turun sekitar 2% dibandingkan 2015, dari 26,2 juta ton jadi 25,7 juta ton.

Meski begitu, nilai ekspor sawit naik 8% sebesar US$17,8 miliar atau Rp240 triliun, pada 2015 sebesar US$16,5 miliar atau Rp220 triliun. Harga CPO global selama 2016, alami kenaikan sampai 41,4%.

Data Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), Juni 2015, harga CPO  US$535 per ton, Januari 2016 senilai US$558 per ton, dan Desember 2016 senilai US$789 per ton. Kenaikan harga ini berdampak positif harga tandan buah segar (TBS) petani sawit hingga 66%.

Bayu Krisnamurthi, Kepala Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit mengatakan, hilirisasi produk sawit Indonesia juga mendorong harga lebih tinggi.

Dia bilang, tak hanya CPO, cangkang dan bungkil sawit Indonesia juga jadi komoditas ekspor. Keduanya, untuk kebutuhan energi hijau di luar negeri.

Volume ekspor biomassa sawit 2016 sekitar 5 juta ton.  Beberapa negara, antara lain Jepang, katanya,  tertarik mengimpor biomassa sawit dari Indonesia karena berkalori tinggi.

 

 

 

 

Pungutan ekspor 2016

BPDP memprediksi,  pengumpulan dana pungutan ekspor 2017 akan lebih rendah dibandingkan 2016 sebesar Rp11,7 triliun. Prediksi ini,  karena harga CPO 2017 mulai turun dan produksi minyak sawit akan normal pasca El-Nino 2015.

”Total penerimaan dana sawit 2017 diproyeksi moderat Rp10,3 triliun,” katanya.

Dari dana ini, katanya, sekitar 93,2% atau Rp9,6 triliun dana buat mendukung program B20 (biodiesel berkadar 20%). Tahun lalu, realisasi program ini Rp10,6 triliun.

Meski proyeksi turun, BPDP masih punya saldo kewajiban dan cadangan dana pada 2016 sebesar Rp5,7 triliun. Jadi, perkiraan total pendapatan akhir 2017 sebesar Rp16 triliun.

Bayu mengatakan, proyeksi pungutan dana moderat untuk mengantisipasi penurunan harga CPO. ”Jika harga CPO turun, akan berpengaruh pada pungutan CPO Fund. Saya yakin perolehan bisa lebih tinggi (dari proyeksi) setidaknya sama dengan tahun lalu,” katanya.

Dia mengatakan, biodiesel 2016 memberikan manfaat besar dalam mengurangi greenhouse gas emissions sekitar 4,49 juta ton barrel per hari. “Ini mampu menciptakan nilai tambah hilirisasi industri Rp4,4 triliun dan utilitas bahan bakar nabati berbasis produk dalam negeri 45.500 barrel per hari.”

Penyerapan tenaga kerja, katanya,  385.000 orang dan penghematan devisa serta pengurangan ketergantungan bahan bakar fosil sampai US$1,1 milyar atau Rp14,8 triliun.

 

 

 

Belum jalan

Adapun program penanaman kembali atau peremajaan sawit malah belum jalan. Bayu bilang, masih menghadapi permasalahan dalam penyaluran dana untuk peremajaan kebun takyat, antara lain persoalan kepemilikan lahan.

Pada 2016, dana peremajaan sawit hanya 4 % dari anggaran. Terealisasi Rp16 miliar untuk 640 hektar kebun tetapi peremajaan belum jalan.

Padahal, katanya, usulan peremajaan masuk BPDP ada 26.500 hektar. ”Tapi 61% usulan masih kendala kejelasan status lahan.”

Usulan itu, melibatkan 12.000 petani, terdiri 79% swadaya, sisanya plasma.

Kendala yang dihadapi, katanya, seperti konflik lahan, lahan bekas bakar, pergantian kepemilikan tanpa ada baliknama sertifikat, kebun di hutan lindung, permasalahan di bank dan lain-lain.

”Proses verifikasi kebenaran data dan ketepatan sasaran perlu agar tak salah target untuk petani kecil,” katanya.

Tahun ini, katanya, dana peremajaan sawit rakyat sama dengan 2016, sebesar Rp400 miliar. BPDP mendorong pada 2017,  ada dana pengembangan sarana prasarana petani Rp160 miliar hingga total buat petani Rp560 miliar.

Badan ini menargetkan, Februari 2017, mulai peremajaan.  BPDP bersama pemerintah pusat dan daerah akan verifikasi status tanah petani, apakah lahan bermasalah atau tidak.

Bersama Kementerian Pertanian, BPDP akan membentuk Komite Peremajaan untuk menyeleksi dan verifikasi lahan.

Kesepakatan dengan Sucofindo

Kamis lalu (19/1/17), BPDP kerja sama dengan PT Sucofindo (Persero) untuk survey assurance, yakni sebagai lembaga pemeverifikasi guna memastikan jenis, volume, dan jumlah pungutan dana sawit.

Ekspor produk sawit dan turunan selama ini mendekati 60 jenis, setiap produk memiliki besaran pungutan berbeda. Sucofindo harus mampu memastikan informasi atau laporan eksportir benar.

”Jika eksportir belum membayarkan pungutan, Sucofindo tak bisa merilis laporan surveyor. Kalau belum ada, Bea Cukai juga tak bisa dilaksanakan, otomatis tak bisa ekspor,” katanya.

BPDP memperkiraan, volume ekspor sawit dan produk turunan 2017 mencapai 26-27 juta ton. Adapun, total nilai kontrak harus dibayarkan BPDP Rp120 miliar.

Adapun, lima pelabuhan utama ekspor, yakni Pelabuhan Dumai, Belawan, Tanjung Priok, Teluk Bayur, dan Pelabuhan Panjang di Bandar Lampung.

Pelabuhan utama maupun pelabuhan mandiri perusahaan, katanya,  di sekitar Surabaya dan Gresik, jadi penting karena banyak produk olahan sawit dari wilayah itu.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,