Begini, Target Kalimantan Timur Sebagai Provinsi Hijau

Setelah mendeklarasikan diri sebagai Provinsi Hijau, Kalimantan Timur akhirnya menemukan jargon ‘Membangun Perhutanan Sosial di Kalimantan Timur.’ Slogan ini pertama kali dicetuskan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur, Wahyu Widi Heranata, mewakili Gubernur Awang Faroek Ishak.

Meski begitu, komitmen Kalimantan Timur (Kaltim) terus dipertanyakan. Pasalnya, di Kaltim masih bercokol perusahaan-perusahaan tambang yang notabene musuh utama kelestarian hutan dan lingkungan.

Awang Faroek Ishak mengatakan, Program Kaltim Hijau atau Green Kaltim adalah komitmen Kaltim melaksanakan pembangunan hijau berwawasan lingkungan. Hal ini diperkuat dengan peluncuran Green Growth Compact (GGC) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang melibatkan semua pemangku kepentingan, pemerintah, swasta dan masyarakat. “Tujuannya jelas, mendorong pembangunan hijau guna menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan pentingnya kelestarian lingkungan hidup,” jelasnya baru-baru ini.

Pada prosesnya, Pemprov Kaltim telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) No 17 Tahun 2015 yang mengatur moratorium pemberian izin pertambangan, perkebunan dan kehutanan. Komitmen melindungi hutan agar tetap hijau dan lestari, perlu inovasi baru. Bahkan, Masterplan Perubahan Iklim Kaltim telah dicanangkan. “Masterplan ini sangat diperlukan, pegangan semua pejabat dan stakeholder dalam mewujudkan Kaltim Hijau berkesinambungan,” terang Awang.

Baca: Komitmen Kalimantan Timur Sebagai Provinsi Hijau. Seperti Apa?

Wahyu Widi Heranata, akrab disapa Didit menjelaskan, dalam rangka meningkatkan percepatan Kaltim sebagai provinsi hijau (Kaltim Green), pemerintah telah membangun Green Growth Compact (GGC). Forum tersebut dipimpin langsung Gubernur Kaltim dan Menteri LHK, dengan para bupati, pimpinan dunia usaha, akademisi, dan se jumlah NGO baik nasional maupun internasional sebagai anggota inti.

Rangkong badak, jenis ini hidup di hutan dengan pepohonan besar. Foto: Hendar
Rangkong badak, jenis ini hidup di hutan dengan pepohonan besar. Foto: Hendar

GGC diatur sesuai konsep perhutanan sosial. Yakni, sistem pengelolaan hutan lestari dalam kawasan hutan negara atau hutan hak atau hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya.

“Ada empat hutan yang digunakan, hutan kemasyarakatan (HKm), hutan desa (HD), hutan tanaman rakyat (HTR), dan kemitraan hutan. Semua pihak akan terlibat, tidak hanya pemerintah, masyarakat juga.”

Sesuai Perda No 7 tahun 2014, Didit mengatakan, GGC dilahirkan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ke-3. Yaitu ketergantungan ekonomi pada sumber daya alam (SDA) terbarukan yang semakin berkembang dan struktur ekonomi yang semakin mantap. Pemprov Kaltim tengah menyiapkan 10 ribu hektare lahan untuk perhutanan sosial. Tujuannya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dari sektor kehutanan.

“Skema yang dibangun adalah hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan hutan tanaman rakyat yang tidak dibebani konsesi.”

Laba-laba, hidupan liar yang merupakan bagian dari ekosistem lingkungan. Foto: Rhett Butler
Laba-laba, hidupan liar yang merupakan bagian dari ekosistem lingkungan. Foto: Rhett Butler

Target yang diberikan KLHK, Kaltim harus memiliki 6.666 hektare perhutanan sosial, dari 12,7 juta hektare perhutanan sosial di seluruh Indonesia. Pemerintah menyerahkan kewenangan pengelolaan hutan pada swasta dan masyarakat, berdampingan. Sekitar 20% dari total luas lahan setiap izin usaha milik swasta harus diberikan ke perhutanan sosial masyarakat lokal. “Selama ini, pengelolaan hutan di Kaltim diserahkan ke swasta.”

Ke depan, lanjut dia, Gubernur Awang Faroek Ishak mencanangkan program jabonisasi. Usia 5 atau 6 tahun, bisa dipanen. “Di sela pohon bisa ditanam palawija dan jagung. Jadi, nilai ekonominya banyak.”

Sungai Muluy di kaki Gunung Lumut, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Foto: Hendar
Sungai Muluy di kaki Gunung Lumut, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Foto: Hendar

Masalah tambang

Sebelum mendeklarasikan diri sebagai Provinsi Hijau, Kaltim memang sudah dikenal  sebagai provinsi tambang. Perkebunan sawit pun mulai mendominasi. Keduanya tetap mendominasi, karena dianggap sebagai penyumbang pendapatan asli daerah terbesar.

Menyikapi hal itu, Didit menerangkan jika Pemprov Kaltim telah mewajibkan semua perusahaan tambang untuk melakukan reklamasi semua lubang yang tidak terpakai. Pihak juga wajib melakukan penghijauan kembali dengan menanam pohon di sekitar areal kerja itu. “Semua bekas galian tambang harus direklamasi, pihak perusahaan juga harus menanam pohon,” sebutnya.

Akademisi dari Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Rustam menjelaskan, jika melihat perubahan tutupan hutan dengan pemberian izin tambang dan sawit, maka deklarasi sebagai Provinsi Hijau tidaklah cocok. “Tapi, jika menyadari bahwa kebodohan selama ini dapat dihentikan dengan deklarasi tersebut, baru sesuai.”

Selama ini, kawasan hutan belum dikelola profesional dan bertanggung jawab. Padahal, KLHK menunggu Pemprov Kaltim agar mengelola hutan konservasi lebih baik lagi. “Kaltim masih harus mempertahankan kawasan yang masih berhutan. Pemprov juga harus mengelola hutan lindung secara komprehensif.”

Badak sumatera di Kalimantan Timur yang terekam kamera jebak (Repro WWF-Indonesia). Foto: Hendar
Badak sumatera di Kalimantan Timur yang terekam kamera jebak (Repro WWF-Indonesia). Foto: Hendar

Nunik Sri Wahyuni dari Pro Natura Kaltim menuturkan, saat ini Kaltim tengah melayakkan diri menjadi Provinsi Hijau. “Kaltim sedang berbenah menjadi Provinsi Hijau. Dishut Kaltim bekerja sama dengan Pro Natura untuk pengelolaan hutan lindung meliputi Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW ) dan Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan (KWPLH). Fokusnya, perlindungan dan pelestarian hutan serta keanekaragaman hayati.”

Terkait tambang, Nunik melihat wilayah eks tambang harus menjadi area hijau. Sedangkan untuk izin baru, harus dihentikan agar area hijau terus meluas. “Bila ingin Kaltim menjadi hijau terutama hutan, harus kerja keras dan ekstra pengawasan.”

Sungai Mahakam dan anak sungainya yang penting bagi kehidupan masyarakat di Kalimantan Timur. Foto: Hendar
Sungai Mahakam dan anak sungainya yang penting bagi kehidupan masyarakat di Kalimantan Timur. Foto: Hendar

Direktur Walhi Kaltim, Fathur Roziqin Fen mengatakan, penetapan Kaltim sebagai Provinsi Hijau adalah klaim semata. Sebab, jika ruang hidup warga dibiarkan berhadapan dengan industri, klaim itu justru memastikan investasi merampas hak dasar warga. Dalihnya, pertumbuhan ekonomi.

“Saat ini, alih fungsi hutan alam untuk industri ekstraktif seperti sawit dan tambang masih berlanjut. Parameter sederhananya adalah meluasnya konflik agraria di kawasan industri.”

Terkait sektor tambang, Fathur menyatakan batubara adalah ancaman utama kehidupan masyarakat Kaltim. “Selain ancaman debu dan air bersih, dampak jangka panjangnya adalah hilangnya akses rakyat terhadap lahan pertanian,” tegasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,