Realiasi Perhutanan Sosial Jauh dari Harapan, Mengapa?

Pemerintah mencanangkan program perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektar, hingga kini realisasi masih jauh dari harapan. Tahun lalu, capaian perhutanan sosial hanya 316.824 hektar dengan anggaran cuma Rp219,17 miliar. Anggaran minim disebut-sebut  sebagai salah satu penyebab.

Program Officer Perhutanan Sosial Indonesia Budget Center (IBC) Muhammad Ridha mengatakan, seharusnya tahun lalu bisa 2,5 juta berarti terealisasi hanya 13%.

Sedang target luasan komulatif hutan untuk kelola masyarakat ini, baik hutan kemasyarakatan (HKm), hutan desa, hutan tanaman rakyat (HTR), hutan rakyat, hutan adat dan lain-lain baru 494.876 hektar atau 9,74% pada 2016. Jauh dari target seharusnya 5,08 juta hektar.

“Ada penurunan anggaran untuk perhutanan sosial. Dengan besaran anggaran terus menurun kami mengambil kesimpulan sementara ada hubungan antara ketidakoptimalan pemerintah untuk bisa mendorong agenda perhutanan sosial dengan keterbatasan anggaran. Ini menjadi catatan penting,” katanya di Jakarta, Selasa (24/1/17).

Berdasarkan anggaran resmi pemerintah, dana program perhutanan sosial terus mengalami penurunan 2015 sampai tahun perencanaan 2017. Pada 2015, anggaran Rp308 miliar, tahun 2016 hanya Rp249 miliar, untuk 2017 jadi Rp165 miliar.

Anggaran keseluruhan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 2015 sebesar Rp.6,6 triliun, 2016 jadi Rp5,84 triliun dan 2017 naik Rp6,77 triliun.

Dia memandang, ada ketidakkonsistenan antara target rencana program jangka menengah nasional (RPJMN) dan target rencana kerja perhutanan sosial. Target RPJMN 2016,  kumulatif 5.080.000 hektar, target rencana kerja direktorat penyiapan perhutanan sosial 2016 kumulatif 2.700.000 hektar.

Untuk rencana 2017, pemerintah hanya mencanangkan target tahunan 0,3 juta hektar, padahal target RPJMN kumulatif 7,62 juta hektar.

Dia mekomendasikan, pemerintah mengubah alokasi dan orientasi anggaran dalam mendukung perhutanan sosial. “Penganggaran harus efektif dan efisien.”

Selama ini, katanya, belum ada gambaran utuh dari pemerintah terkait unit biaya yang harus ditetapkan negara supaya anggaran optimal. “Kami melihat masih besar kemungkinan ada perubahan alokasi anggaran dalam program perhutanan sosial,” katanya.

Dia menyarankan, pemerintah mengubah skala prioritas terkait pengembangan perhutanan sosial dan peningkatan ekonomi masyarakat sekitar hutan. “Ini penting untuk memastikan target program dapat terealisasi.”

Selain itu, ketika sudah mendapatkan izin, bagaimana masyarakat mengelola, belum ada kerangka anggaran.

Selain itu, perlu ada konsistensi antara target RPJMN dan RKP pada program perhutanan sosial. “Ini penting memastikan rencana pemerintah bisa terealisasi.”

Aktivis Konsorsium Pendukung Sistem Hutan KerakyatanAri Munir mengatakan, kondisi perhutanan sosial sekarang mandeg. Hingga saat ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum menerbitkan aturan revisi hutan desa, HkM dan HTR.

Dalam struktur kelembagaan, katanya,  persoalan utama masih mengganjal soal alur permohonan dan persetujuan atas usulan perhutanan sosial masih terlalu panjang dan terpusat kepada menteri.

Walaupun, katanya,  ada pengecualian provinsi yang telah memasukkan perhutanan sosial ke RPJMD atau mempunyai aturan mengenai dan memiliki anggaran.

Soal keterbatasan dana Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi, membenarkan. Dia mengakui, anggaran KLHK masih sangat minim bahkan lebih kecil dibandingkan anggaran Kementerian Agama.

“Bagaimana kita bisa mengelola hutan lestari dan memiliki fungsi sosial, kalau dana kecil. Kita nafsu besar, uang kurang. Fokus pemerintah kan lebih pada infrastruktur. Hal-hal berkaitan hutan, pertanian, kurang.”

“Tiap tahun kami menyurati Kemenkeu untuk menambah anggaran tapi tak pernah didengar.”

Padahal terkait perhutanan sosial, menyangkut hajat hidup orang banyak. Setidaknya, ada 32 juta penduduk berada di 33.000-an desa sekitar hutan. Apabila program 12,7 juta hektar berjalan tentu akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat sekitar.

Untuk mengatasi ini, katanya,  tak bisa sepenuhnya hanya menggantungkan APBN. “Harus ada kreativitas mendapatkan pendanaan lain di luar APBN. Termasuk pendanaan luar,” katanya, seraya bilang pemerintah harus selektif menerima anggaran luar.

Tak hanya itu, mengurus perhutanan sosial tak bisa hanya pada KLHK. “Harus kerjasama lintas kementerian. Sebab dalam perhutanan sosial juga menyangkut ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain.”

Viva mendorong ada kesepakatan bersama lintas kementerian dan lembaga dalam mempercepat program perhutanan sosial.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,