Perdagangan dan Pelihara Primata Masih Tinggi di Sumut

Setiap 30 Januari,  diperingati sebagai Hari Primata Indonesia. Semangatnya, menyuarakan perlindungan terhadap primata di negeri ini yang terus terdesak dari habitat rusak, terbunuh, perburuan, perdagangan, sampai dipelihara ilegal.

Di Sumatera Utara, terutama Medan, perdagangan dan pelihara satwa ilegal terus terjadi. Belum lagi provinsi ini menjadi perbatasan lintasan antara Aceh dan dan Sumatera Barat serta di ujung ada Riau. Kota Medan lintasan perdagangan dan penyelundupan satwa termasuk primata.

Untuk itulah, Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumut, menjadikan wilayah ini fokus utama pengamanan dan perlindungan tumbuhan dan satwa liar.

Herbert Aritonang, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BBKSDA Sumut, mengatakan, Medan berpotensi tinggi sebagai simpul peredaran tumbuhan satwa liar. Jadi, BKSDA menaruh perhatian tinggi.

Primata sitaan maupun serahan sukarela warga, tertinggi kukang Sumatera, disusul orangutan, owa dan siamang.

Kini, katanya, langkah terus dilakukan antara BBKSDA Sumut bersama sejumlah mitra, adalah penyadartahuan mengenai tumbuhan dan satwa liar dilindungi dan dilarang diperjualbelikan termasuk dipelihara.

Dia bilang, masih banyak warga belum tahu satwa ini dilindungi hingga masih memelihara karena alasan wujud lucu.

Catatan Mongabay dari BBKSDA Sumut, beberapa jenis primata sitaan, seperti siamang, owa, orangutan Sumatera, kukang Sumatera, dan monyet Sulawesi.

Berikut beberapa kasus sitaan dan penyerahan primata. Pada Maret 2016, Adi, warga Tanjung Morawa, Deli Serdang, membeli dua bayi owa dan siamang. Setelah tahu satwa dilindungi, dia langsung menyerahkan kepada BBKSDA Sumut.

Mei 2016, tiga siamang diserahkan sukarela pemilik di Mandailing Natal. Satu hasil penyitaan dan kasus masuk tahap penyelidikan.

Maret 2016, di Satkamla Lantamal-I Belawan, ada satu owa. Sampai sekarang satwa sama sekali tak disita BBKSDA Sumut. Masih ada beberapa kasus penyitaan lagi.

Kukang sitaan. Foto: Ayat S Karokaro

Tak hanya siamang, orangutanpun terus terdesak. Berdasarkan data dari Orangutan Information Centre (OIC), perburuan orangutan terus meningkat.

Panut Hadisiswoyo, Direktur OIC, Selasa (31/1/16) kepada Mongabay mengatakan, sepanjang 2016 evakuasi 28 orangutan Sumatera, 16 terisolasi perkebunan maupun di perladangan karena pembukaan lahan dan eksploitasi hutan. Sedang 12 orangutan diselamatkan dari pelaku perdagangan dan peliharaan satwa. Dari 28 orangutan evakuasi, 60% berasal dari Aceh, 40% dari Sumut.

Sebanyak 16 orangutan yang diselamatkan, lima jantan dewasa ditemukan terluka dan terkena sasaran peluru.

Dari penyitaan dan evakuasi, ada terlibat oknum penegak hukum. Pada 2016, ada oknum pemerintah, pejabat DPRD Aceh, dan TNI yang punya satwa dilindungi.

Panut mengatakan, analisis sepanjang 2016,  masih ada penegak hukum menganggap perlindungan orangutan Sumatera tak penting.

Untuk itu, masih perlu kerja keras memberikan pemahaman kepada berbagai pihak, termasuk aparat negara.

“Artinya, kalau 1% perburuan bisa berdampak populasi. Idealnya, kita mampu menekan perburuan. Kita akan bekerja keras memberikan penyadaran kepada pemerintah daerah dan penegak hukum.”

Rudianto Sembiring, Direktur Eksekutif Indonesian Species Conservation Program (ISCP), mengatakan, agar ada penjeraan dan mencegah penurunan populasi, harus ada penegakan hukum tegas.

ISCP selama ini fokus penyelamatan kukang Sumatera. Hampir sebagian besar evakuasi, katanya, di rumah warga yang memelihara ilegal. Penyadartahuan,  sangat penting, terutama yang tinggal di sekitar hutan.

Sebagai penyadartahuan dia menyarankan, ISCP turun ke desa-desa terkecil dan berdekatan dengan hutan.

Selama ini, dia dan tim menyebarkan selebaran mengenai jenis primata dilindungi dan satwa-satwa lain.  Penyadartahuan lewat selebaran, katanya, disesuaikan lokasi, misal, desa dihuni warga Batak, pakai bahasa Batak. “Gitu juga kita buat yang lain, seperti Melayu.”

Monyet Sulawesi yang diserahkan warga setelah dipelihara sekitar 25 tahun. Foto: Ayat S Karokaro
Orangutan kala proses evakuasi. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,