Ternyata Ada Rencana Bisnis Wisata Tol di Atas Teluk Benoa

Badan dan motor rasanya terayun-ayun tersapu angin saat lewat jalan tol Bali Mandara di atas perairan Teluk Benoa. Dari gerbang tol dekat Pelabuhan Benoa ke arah bandara Ngurah Rai hanya sekitar 10 menit setelah bayar tol.

Dari tol sebelah kiri terlihat pelabuhan Benoa dengan deretan kapal laut parkir. Kemudian rerimbunan bakau di dekat Tanjung Benoa dan Jalan Bypass Ngurah Rai. Pesawat terbang sering melintas rendah menuju dan dari bandara Ngurah Rai. Kawasan laut ini kini menjadi rebutan investor, swasta maupun perusahaan plat merah.

Proyek jalan tol pertama di atas laut Teluk Benoa, Bali sepanjang 12,7 km yang dikebut pembangunannya dalam 14 bulan sudah beroperasi hampir 4 tahun. Tol pertama yang dikelola PT.  Jasa Marga Bali Tol ini menghubungkan tiga kawasan wisata di Bali Selatan yakni Nusa Dua, Benoa, dan Bandara Ngurah Rai.

Pemerintah beralasan tol ini darurat untuk mengurang kemacaten jelang Konferensi Tingkat Tinggi Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) Summit pada 2013. Salah satu cara mempercepat konstruksi, pengelola mengurug laut dengan batu kapur untuk mempercepat pendirian ribuan pilar-pilar yang menopang tol ini. Padahal tidak disebutkan dalam dokumen Amdal.

Akhir tahun lalu, ada informasi mengejutkan warga Bali. Jasa Marga mengumumkan rencana tambahan konstruksi di sekitar tol. Istilahnya Tempat Pelayanan dan Wisata (TPW), bernama Bedawang Nala. Sebuah proyek penarik turis berbentuk penyu dengan nilai investasi mendekati Rp2,5 triliun.

“Menjadi meeting point sekaligus tempat istirahat bagi wisatawan yang habis jalan-jalan mengunjungi tempat-tempat menarik di Bali. Mereka bisa istirahat sambil menikmati kuliner dan belanja oleh-oleh atau souvenir,” ujar Kepala Humas PT Jasa Marga Bali Tol Drajad Hari Suseno pada Mongabay.

Pengelola akan menyewakan ruang-ruang rapat baik yang skala kecil maupun menengah. Ia menambahkan, para turis yang biasanya check out hotel siang dan penerbangannya malam, bisa menghabiskan waktu di situ. “Kalo pagi bisa menikmati sun rise, kalau sore menikmati sun set. Mereka bisa selfie sepuasnya. Pada hari-hari tertentu akan disajikan pentas seni dan budaya Bali,” ia meyakinkan.

Saat ini, pihaknya sedang mengajukan ijin kepada Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) karena TPW ini menjadi kesatuan dengan jalan tol. Pada tahap awal pengelola tol akan membangun satu TPW dengan luas sekitar 30 ribu meter persegi. Konstruksinya sama seperti jalan tol, yaitu pondasi tiang pancang.

Lokasinya di sekitar Km 3, karena sudah ada taper yang sejak awal pembangunan jalan tol sudah dibuat. Taper atau semacam jalan tambahan seperti sayap di kedua sisi tol ini kerap mengundang tanya warga. Karena seolah-olah untuk memberi akses rencana pembangunan lain di teluk yang awalnya bersatus area konservasi lalu diubah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  menjadi kawasan pemanfaatan melalui Perpres 51/2014.

Gambar jalan tol pertama di atas laut sepanjang 12,7 km yang menghubungkan 3 kawasan wisata padat Nusa Dua-Tanjung Benoa-Bandara Ngurah Rai, Bali. Foto : PT Jasa Marga Bali Tol

Pada proses pembangunan tol, yang terdengar dan baru diketahui publik adalah rencana reklamasi oleh PT TWBI yang akan membuat belasan pulau-pulau buatan sebagai resor wisata di atas perairan teluk Benoa seluas 700 hektar. Lokasinya sekitar tol. Rencana reklamasi ini masih diprotes oleh warga di antaranya melalui Pasubayan Desa Adat dan Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI).

“Kami mohon doa restu serta dukungan masyarakat Bali. Kami ingin memperindah Bali, menambah destinasi wisata tanpa mengganggu atau merusak lingkungan,” janji Drajad soal rencana mengejutkan ini.

Rencana Lama

Bedawang Nala diklaim sudah rencana lama, merupakan satu kesatuan dengan jalan tol Bali Mandara dan masih dalam koridor Surat Persetujuan Penetapan Lokasi Kegiatan (SP2LP) yang dikeluarkan Gubernur Bali. “Amdal untuk jalan tol sudah ada, tapi untuk TPW Bedawang Nala studi Amdal dilakukan setelah turun ijin prinsip dari BPJT,” jelasnya.

Ijin prinsipnya dari Pemerintah Pusat c.q. Kementerian PU c.q. Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). Sementara ijin lokasi disebut sudah masuk dalam koridor SP2LP pembangunan jalan tol dari Gubernur Bali.

Setelah turun izin dari BPJT, pihak Jasa Marga akan membuat Detail Engineering Design (DED) dan rencana investasi, pengajuan IMB, dan lelang konstruksi. Ia mengatakan saat ini dalam tahap sosialisasi kepada masyarakat. “Kita sudah sowan ke Wagub Bali. Karena tidak terlalu luas dan letaknya jauh dari pemukiman penduduk, maka secara umum dapat dikatakan tidak akan mengganggu pemukiman penduduk dan tidak mengganggu lingkungan dan kearifan lokal. Juga tidak mengganggu catchment area. Artinya, daya tampung Teluk Benoa terhadap air pasang tidak akan terganggu sama sekali,” kata Drajad.

Pembangunan jalan tol Bali Mandara ini masih menyisakan sisa urugan batu kapur yang digunakan mempercepat pemasangan tiang pancang, menambah sedimentasi di Teluk Benoa. Foto: Luh De Suriyani

Namun, pada pembangunan jalan tol ada perbedaan eksekusi dengan rencana, ada pengurugan laut di sepanjang area lokasi tiang pancang. Sisa urugan ini masih terlihat di sela-sela tiang pancang dan beberapa titik area teluk.

Ia menyebut jalan tol dan TPW Bedawang Nala ini milik masyarakat Bali selaku pemegang saham melalui penyertaan modal Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Badung. “Yang kami kelola ini adalah aset milik pemerintah. Seluruh aset termasuk TPW Bedawang Nala akan kami serahkan kembali kepada pemerintah setelah masa konsesi habis. Berbeda dengan swasta yang aset dikuasai oleh swasta sendiri,” urai Drajad.

Masa konsesi cukup lama, 45 tahun. Penyertaan modalnya adalah setoran modal dari masing-masing pemegang saham yakni milik 7 BUMN, Pemprov Bali, dan Pemkab Badung dengan nilai investasi Rp2,48 triliun. Modal pemegang saham Rp745 milyar (30%), dan sekitar Rp 1,7 triliun pinjaman bank.

Ia mengatakan tak ada penyertaan saham PT TWBI atau perusahaan lain yang berhubungan dengan rencana reklamasi. “Direncanakan bersamaan dengan jalan tol, buktinya kami sudah menyiapkan taper jadi jembatan nelayan Km 3,” elaknya.

Soal dampak lingkungan, menurutnya kemungkinan yang akan terjadi hanya pada saat pembangunan saja, seperti polusi suara saat pemancangan tiang.

Pengelola tol Bali Mandara berencana membuat sejumlah fasilitas wisata dan tempat selfie dengan nama TPW Bedawang Nala yang artinya penyu. Foto : PT Jasa Marga Bali Tol

Kenapa memilih usaha wisata massal? Pemilihan TPW dengan aneka fasilitas wisata diakui sebagai upaya pengembalian investasi karena akan lama kalau hanya mengandalkan pendapatan tol.

“Bahkan sejujurnya investasi jalan tol di Bali itu jika hanya untuk kendaraan roda empat (atau lebih), sebenarnya tidak layak. Maka kami menyiapkan lajur khusus untuk motor. Pengembalian investasi bisa dibantu dengan usaha lain, yaitu rest area. Dalam rangka itu kami ingin membangun TPW Bedawang Nala,” bebernya.

 

Amdal Proyek

Made Iwan Dewantama,  pegiat lingkungan pesisir dan salah satu anggota tim teknis penilai Amdal Provinsi Bali memberi catatan atas rencana TPW ini. Mengenai dampak lingkungan pembangunan fasilitas baru, ia mengingatkan selama tol beroperasi apakah sudah ada monitoring dan evaluasi dampak lingkungan sesuai dengan dokumen Amdal dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL)?

“Bagaimana dampak-dampak ekologi jalan tol? Kalau dampak jalan tol saja belum jelas bagaimana bisa mau bikin TPW?” ujarnya.

Kalau jadi satu paket dengan jalan tol, ia mengharap ada keterbukaan. “Mari kita buka secara transparan apakah keuntungan didapatkan Bali signifikan dari jalan tol? Jangan sampe jadi preseden asal sudah milik pemerintah harus disetujui,” katanya.

Gambar jalan tol pertama di atas laut sepanjang 12,7 km yang menghubungkan 3 kawasan wisata padat Nusa Dua-Tanjung Benoa-Bandara Ngurah Rai, Bali. Foto : PT Jasa Marga Bali Tol

Dicontohkannya, pasir hasil pengerukan pelabuhan Benoa sudah menumpuk merusak estetika pelabuhan, artinya ada yang tidak terantisipasi bahwa laju sedimentasi di teluk Benoa sangat tinggi. “Kita patut curiga itu terjadi di seluruh Teluk Benoa dan ini berbahaya untuk hutan bakau,” tambah Iwan.

I Made Teja, Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) Badan Lingkungan Hidup Bali yang dikonfirmasi menyebut belum tahu tentang rencana dan Amdal TPW ini. “Tidak ada di Amdal jalan tol, belum tahu itu,” saat dikonfirmasi.

Suriadi Darmoko dari Walhi Bali mengingatkan rencana pembangunan TPW itu berada di area izin lokasi reklamasi Teluk Benoa. Izin tersebut saat ini dipegang oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI).

“Rencana reklamasi di Teluk Benoa sudah ditolak oleh rakyat Bali termasuk desa-desa adat yang berhadapan langsung dengan Teluk Benoa. Rencana pembangunan TPW juga memiliki kesamaan tujuan dengan PT TWBI, untuk membangun sarana pendukung pariwisata,” katanya.

Tak heran menurutnya patut diwaspadai bahwa rencana pembangunan TPW ini adalah bagian terselubung untuk memuluskan reklamasi Teluk Benoa secara keseluruhan. Sebab dia berada pada lokasi sama dan untuk tujuan yang sama pula.

Klaim Jasamarga Bali Tol yang akan membangun tempat pelayanan wisata seluas 3 hektar dengan tiang pancang juga menurut Darmoko patut dipertanyakan. “Saat pembangunan jalan tol juga mereka melakukan pengurugan laut atau reklamasi dengan berbagai alasan. Padahal awalnya direncanakan sepenuhnya menggunakan tiang pancang,” ujarnya. Pembangunan rest area di jalur tol yang relatif pendek juga dinilai mengada-ada.

Kronologis Tol

Proyek jalan tol ini dikelola oleh PT Jasamarga Bali Tol,  perusahaan konsorsium BUMN yang di antaranya terdiri dari PT  Jasa Marga (Persero) Tbk pemegang saham mayoritas, PT Pelindo III (Persero), PT Angkasa Pura I (Persero), PT Pengembangan Pariwisata Bali (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Adhi Karya (Persero) Tbk, serta PT Hutama Karya (Persero). Ada juga penyertaan saham Pemprov Bali dan Pemkab Badung.

Dalam dokumen di laman Bappeda Kabupaten Badung disebutkan tol ini untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di koridor koridor Nusa Dua, Bandara Bandara Ngurah Rai dan Denpasar Denpasar Selatan Selatan.

Rencana operasional jalan tol pada Juli 2013, diresmikan pada September, sebulan sebelum APEC. Dokumen AMDAL diajukan ke BLH Provinsi Bali dan sudah dibahas pada 23 September 2011. Permohonan SP2LP dari Dirjen Bina Marga Kementerian PU kepada Guburnur Bali diajukan sesuai surat Nomor: Um 01.03‐Db/135 tanggal 14 April 2011. Surat Gubernur kepada Dirjen Bina Marga Kementerian PU Nomor : 620/311/DPU tanggal 16 Juni 2011 perihal Surat Persetujuan Penetapan Lokasi Kegiatan (SP2LP). SP2LP disebut dapat diproses secara simultan sambil menunggu Perpres RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita serta melengkapi kekurangan data Amdal dan Izin Penggunaan Hutan Bakau dari Kementerian Kehutanan.

Persetujuan penggunaan hutan mangrove dari Menteri Kehutanan Nomor : S.474/Menhut‐IV/2011 tanggal tanggal 8 September 2011, dengan catatan jalan layang dibuat dengan ketinggian 4 meter di atas tajuk pohon sehingga tidak terjadi penebangan dan mengambil jalan yang vegetasinya tidak terlalu rapat.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,