Kasus Mantan Pejabat BPN, Kejaksaan Sita Ratusan Hektar Kebun Sawit di Tesso Nilo, Selanjutnya?

 

 

Taman Nasional Tesso Nilo, menghadapi beragam permasalahan. Terbesar perambahan kawasan hutan ini menjadi kebun sawit. Pelaku beragam, dari masyarakat biasa sampai pejabat negara. Seperti kasus yang sedang ditangani Kejaksaan Tinggi Riau ini, tak tanggung-tanggung, pelaku mantan Kepala BPN Kampar, berinisial ZY.

Sekitar dua pekan lalu Kejati menyita seluas 560 hektar hutan yang sudah jadi perkebunan sawit dengan nilai aset sekitar Rp17 miliar. Kasus dugaan korupsi penerbitan sertipikat hak milik di hutan produksi Tesso Nilo ini sudah mangkrak sekitar dua tahun.

Status tersangka ZY telah ditetapkan akhir 2014, namun baru 2017 Kejati Riau melengkapi berkas penyidikan.

“Sesuai arahan kebijakan dari Kejagung, tunggakan penyidikan harus segera diselesaikan. Berkas tunggakan penyidikan agar Maret sudah tuntas. Target saya pun begitu. Februari tuntas,” kata Sugeng Riyanta, Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau kepada Mongabay, Jumat (3/2/17).

Setelah penyitaan,  dengan memasang sejumlah plang di lokasi, berkas penyidikan kini hampir rampung sekitar 90%. Bahkan untuk mempercepat proses, pekan lalu, Kejati telah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksaan Keuangan Pemerintah (BPKP) untuk mengetahui nilai kerugian dari korupsi ini.

“Minggu kemarin sudah koordinasi agar bisa percepatan. Februari ini hasilnya. Nanti baru kita periksa ahli.”

Kasus ini berawal pada 2003 hingga 2004 saat BPN Kampar menerbitkan 271 surat hak milik (SHM) atas nama 28 orang dengan luas tanah 511,24 hektar. Lokasi SHM berada di kawasan hutan produksi Tesso Nilo. Setelah bertahun proses penyidikan, luasan hutan bersertipikat hak milik ini sudah 560 hektar.

Kini, hutan itu telah ditanam kebun sawit dan berusia 10 tahun. Usia pohon sawit ini puncak masa produksi yang akan menghasilkan hingga usia 25 tahun.

Terkait tersangka yang masih belum ditahan, kata Sugeng, saat ini masih menunggu hal krusial yakni pendapat berapa besaran kerugian negara.

“Proses masih belum. Kita tunggu itu yang krusial, yaitu tentang pendapat kerugian keuangan negara.”

Mengenai kebun sawit yang menjadi barang bukti tetapi terus menghasilkan buah, Kejaksaan sedang merumuskan bagaimana langkah berikutnya. Dia menyebut,  bisa saja nanti hasil sawit jadi barang bukti.

“Secara yuridis sudah kita sita. Surat-surat kita sita. Di BPN sudah kita minta blokir, agar tanah ini tidak terjadi mutasi dan pengalihan nama. Kita sedang upaya bisa mengamankan secara ekonomi, kita sedang mikirkan langkah terbaik,” katanya.

 

 

Sejumlah alat berat yang disita oleh Dirjen Gakkum Kementerian LHK dari kawasan hutan konservasi di Riau, Jumat (3/2/17). Foto: Zamzami

 

 

Sita eksavator

Direktorat Jenderal Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyita delapan eskavator sejak pertengahan 2016 hingga Januari 2017. Kedelepan alat berat ini disita dari sejumlah hutan lindung di Riau seperti TNTN, Cagar Biosfer Giam Siak Kecil dan Suaka Margasatwa Kerumutan.

“Lokasinya di Taman Nasional Tesso Nilo. Ini masih proses penyelidikan. Jadi belum ada kesimpulan mengenai ini. Jelas alat ini kami ambil di Tesso Nilo,” kata Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (BPPH) Seksi Wilayah II Sumatera, Eduwar Hutapea, Jumat pekan lalu.

Tiga dari delapan alat berat itu, katanya, sitaan 2017 dari TNTN. Tersangka ada empat orang, merupakan pemilik dua alat berat. Gakum mengaku kesulitan menangkap pemilik eksavator karena saat ditemukan tak beroperasi.

Mereka juga memproses kasus perambahan atau penebangan liar. Awal 2017, sudah ada lima kasus berkas lengkap hingga segera dibawa ke pengadilan. Bahkan dua dalam persidangan di Pengadilan Negeri Rengat dan Pelalawan.

Dirjen Gakkum Kementrian LHK, Rasio Ridho Sani menegaskan, tak main-main menertibkan perambahan hutan konservasi karena perintah langsung Presiden kepada Menteri.

“Ini perintah tegas dari Bapak Presiden kepada Ibu Menteri untuk menindak tegas illegal logging, perambahan kawasan termasuk pembakaran hutan dan lahan. Ini untuk mengamankan hutan Riau sekaligus mengamankan Riau dari kebakaran,” katanya.

TNTN hutan dataran rendah terletak di Riau. Ia terbentang di empat kabupaten yakni Pelalawan, Indragiri Hulu, Kuantan Singingi dan Kampar. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 663/2009 TNTN diperluas jadi 83.068 hektar dari sebelumnya hanya 38.576 hektar.

Perambahan menggila dibarengi penegakan hukum lemah, kawasan berubah jadi perkebunan sawit. Kini, kawasan berhutan tinggal sekitar 25.000 hektar atau berkurang lebih 65%.

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , ,