Jatam: Waspada Enam Modus Ijon Politik Tambang di Indonesia

 

 

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional mengungkapkan temuan enam modus ijon politik tambang di Indonesia. Temuan ini disampaikan Pengkampanye Jatam Nasional Debby Manalu dalam diskusi publik “Mewaspadai Ijon Politik Tambang Dalam Pilkada Bengkulu Tengah” di Bengkulu, Kamis (9/02/17).

“Enam modus ini temuan Jatam dan jaringan lapangan yang diperkuat hasil focus group discussion (FGD) di Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan terkait tambang batubara, pada September 2016,” terang Debby.

Enam modus tersebut meliputi kekuasaan politik, produk kebijakan, bargaining politik, kroni, jaminan politik dan keamanan, dan investasi langsung. Modus kekuasaan politik misalnya, terlihat pada pemberian izin, penyalahgunaan wewenang, dan pembiaran pelanggaran.

Berikutnya, modus produk kebijakan berupa peraturan daerah, izin lingkungan, dan pengangkutan komoditas. Modus bargaining politik berupa bagi-bagi konsensi, saling mendukung periode kepemimpinan dan balas jasa, sementara modus kroni terlihat dari kedekatan penguasa dan pengusaha yang saling menguntungkan beserta keluarga.

“Modus jaminan politik dan keamanan berupa satuan tugas, pensiunan jenderal dan pengerahan aparat keamanan. Terakhir, modus investasi langsung seperti kepemilikan perusahaan atau saham, dan jabatan di perusahaan seperti direktur atau komisaris. Semua modus ini sangat penting untuk diwaspadai, terutama jelang pilkada,” tambah Debby.

 

Pertambangan batubara terbuka di Kabupaten Bengkulu Utara yang mengancam daerah aliran sungai dan merusak area persawahan. Foto: Taufik Wijaya

 

Menurut laporan Studi Potensi Benturan Kepentingan Dalam Pendanaan Pilkada 2015, biaya untuk menjadi Wali Kota/Bupati sekitar Rp 20 – 30 miliar, sedangkan menjadi Gubernur mencapai Rp 20 – 100 miliar. Tidak semua, calon tersebut memiliki kekayaan untuk mencukupi kebutuhan tersebut.

“Sehingga, mencari sponsor atau penyokong dana. Di lain sisi, kondisi tersebut menjadi peluang pemilik perusahaan tambang batubara untuk menjadi sponsor. Ini bisa dilihat dari lonjakan pemberian izin menjelang atau sesudah pilkada.”

Oleh karena itu, sambung Debby, pilkada tidak ubahnya sebagai ruang perebutan sumber daya alam bagi elit politik, kroni, dan korporasi. Bukan menjadi ruang untuk memperjuangkan kehidupan masyarakat yang lebih baik.

“Lihat saja visi dan misi calon. Hampir tidak ada yang menyinggung masalah dan solusi daya rusak tambang batubara yang telah mengakibatkan krisis lingkungan hidup, kesehatan, sosial, ekonomi, serta konflik, bahkan kematian.”

Catatan Jatam per Desember 2016, 44 persen wilayah Indonesia telah dikapling 10.338 IUP (Izin Usaha Pertambangan). Sebanyak 2.582 IUP berada di enam provinsi, tiga kota dan 92 kabupaten yang akan menyelenggarakan pilkada serentak 15 Februari 2017.

 

Kondisi sungai Air Nokan, Bengkulu Utara, wilayah hulu yang masih terjaga. Foto: dok INFIS

 

Ketidakadilan penguasaan lahan

Bagaimana kondisi Bengkulu Tengah? Luasan wilayah yang 122.394 hektare terdiri dari kawasan hutan (23%), HGU perkebunan sawit (17%), IUP tambang batubara (51%), serta areal peruntukan lain dan pertanian rakyat (9%). “Sekitar 62.000-an hektare untuk 24 IUP tambang batubara. Kini tersisa 13 IUP setelah pengumuman clean and clear,” terang Manager Kampanye Yayasan Genesis Uli Arta Siagian.

Menurut Uli, ketidakadilan tata ruang Bengkulu Tengah ini patut diketahui masyarakat. “Sehingga, masyarakat bisa menggunakan hak pilihnya dengan bijaksana saat pemungutan suara dan mendesak siapapun calon yang terpilih, menyikapi serius permasalahan tersebut.”

 

Daftar 13 perusahaan yang mengantongi IUP di Bengkulu Tengah  

Sumber: Yayasan Genesis

 

Direktur Eksekutif Walhi Bengkulu Beni Ardiansyah mengatakan, awal mula pertambangan batubara di Bengkulu, di wilayah Bengkulu Tengah pada 1980-an. Namun begitu, sampai saat ini masyarakat Bengkulu Tengah, terutama di sekitar lokasi tambang batubara hidup dalam kemiskinan.

“Dari 26.264 rumah tangga di Bengkulu Tengah, sebanyak 12.008 rumah tangga berkategori miskin. Angka kemiskinan multidimesinya sebesar 46,16. Jadi, apa yang disampaikan elit kekuasaan bahwa tambang batubara akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak terbukti.”

Sebaliknya, sambung Beni, masyarakat Bengkulu Tengah mulai dihadapkan masalah air. DAS Air Bengkulu sudah tidak dapat lagi dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga karena tercemar limbah batubara.

“Pembukaan tutupan hutan di areal IUP batubara juga akan memperparah konsumsi air di masa datang. Penguasaan lahan merupakan bukti ketidakadilan di Bengkulu Tengah yang  memicu konflik pada pertengahan 2016, antara warga dengan PT. CBS (Cipta Buana Seraya).”

 

Sumber: Jatam Nasional

 

Aktivis Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Bengkulu yang juga akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Bengkulu Dr. Titiek Kartika Hendrastiti mengatakan, kondisi keruangan di Bengkulu Tengah akan menjadi masalah sangat serius. Terutama, faktor pertambahan penduduk, kemiskinan, dan ketersediaan pangan.

“Pencemaran batubara di sungai Bengkulu juga bisa mengakibatkan loss generation. Banyak perempuan di Bengkulu Tengah yang masih menyusui anak ikut mengumpulkan batubara dengan berendam di sungai hingga berjam. Padahal, aktivitas itu berdampak terhadap kesehatan reproduksi wanita,” ujar Titiek.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,