Mongabay Travel: Lemukutan, Pulau Indah dalam Balutan Sejarah

Nama Pulau Lemukutan, di Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, sudah tidak asing sebagai wilayah tujuan wisata. Bukan hanya pesona alam, hikayat kehidupan yang membungkus pulau tersebut merupakan daya tarik yang patut ditelusuri.

Bengkayang memiliki 12 gugus pulau kecil, namun hanya lima pulau saja yang berpenghuni. Lima pulau tersebut sejatinya direkomendasikan oleh Pemda Kabupaten Bengkayang sebagai tujuan wisata yaitu Lemukutan, Randayan, Kabung, Penata Besar, dan Penata Kecil. Rata-rata, pulau tersebut memiliki pantai yang biru dan terumbu karang yang indah.

Dari Pontianak, Ibu Kota Kalimantan Barat, menuju Pulau Lemukutan ditempuh sekitar tiga jam menggunakan kapal kelotok. Waktu terbaik ke pulau adalah pagi sekitar pukul 08.00 WIB hingga 10.00 WIB. Pasalnya, makin siang angin makin kencang. Otomatis, gelombang besar.

 

 

Sesampai di Pulau Lemukutan, kapal kelotok biasanya merapat di beberapa dermaga milik warga, selain di dermaga resmi. Namun tak bisa sembarangan merapat. Lantaran terdapat terumbu karang yang dilindungi. Jika air surut, pengunjung akan dijemput perahu bermesin kecil. Dari dermaga, kita bisa melihat pohon-pohon hijau bertajuk tinggi beserta jajaran rumah penduduk.

Di Lemukutan ada dua spot wisata handal, Pantai Teluk Melanau dan Pantai Teluk Cina, dengan pesona bawah laut yang menakjubkan. Pastikan waktu kunjungan tidak di musim angin barat, September hingga Desember. Gelombang yang tinggi serta cuaca tidak menentu akan menggagalkan kegiatan diving maupun snorkeling yang telah direncanakan.

Kepala Desa Pulau Lemukutan, Datok Ahmad Nizam, adalah keturunan kelima dari punggawa yang melindungi pulau tersebut dengan penduduk sekitar 1.400 jiwa. Desa ini terdiri beberapa dusun, di timur seperti Teluk Surau dan Teluk Cina, serta di barat seperti  Tanjung Panjang dan Teluk Besar.

“Saat musim libur, ramai yang datang, mencapai 400 – 500 orang setiap minggu. Hari biasa sekitar 100 orang di akhir pekan. Tamu berasal dari Singkawang, Pontianak, Bengkayang, Sekadau, Sanggau dan Landak. Selain olahraga air, para wisatawan juga berkunjung ke Taman Laut Kima, yang berada di bawah pengawasan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak.”

 

Indahnya pemandangan laut Pulau Lemukutan. Berani mencoba? Sumber: Akun Facebook PaperKampung

 

Hikayat

Ada sebuah tempat menawan yang masih jarang dikunjungi wisatawan, sekitar 30 menit dari pusat desa, dengan sepeda motor. Namanya batu belah atau batu meruhum, di Dusun Teluk Meruhum. Pemandangannya sungguh fantastis. Air lautnya biru jernih, bayangan terumbu karang di bawahnya serta pasirnya yang putih begitu dominan.

Nizam mengatakan, batu belah merupakan sebuah tanjung, tempat nelayan mancing ikan. Saat Kerajaan Sambas berkuasa, Desa Pulau Lemukutan merupakan wilayah kademangan. Kerajaan Sambas merupakan pendahulu Kesultanan Sambas. Dalam Negara Kertagama disebutkan, kerajaan berdiri pada abad ke-13, yang saat itu berada di bawah Kerajaan Majapahit.

Hal ini dikuatkan dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara (Slamet 2005). Disebutkan, Sambas terletak di antara jalur pelayaran dari Tiongkok ke Champa menuju Tuban (pelabuhan Majapahit). Pemimpin saat itu menggunakan istilah Ratu. Sangat pas dengan penjelasan Nizam bahwa di Tanjung Meruhum, terdapat tempat yang disebut Jamban Ratu, ceruk yang terdapat di sela-sela karang tanjung. “Di tempat yang agak masuk itu adalah tempat mandi Ratu jika berkunjung ke Lemukutan,” tuturnya.

Pulau Lemukutan sendiri, diyakini awalnya tidak bernama. Hubungan antara Kerajaan Sambas dan Kerajaan Tiongkok tercermin dalam hikayat setempat. Adalah seorang putri dari Kerajaan Tiongkok, yang terkena penyakit kulit, kesembuhannya harus dengan cara pengasingan di dataran tinggi. Seorang pelaut bernama Lay Muk Tan, dipercaya untuk mencari daerah yang dimaksud. Armada yang dilengkapi dayang-dayang dan para pendekar mendarat di salah satu bagian pulau. Tempat yang saat ini dikenal sebagai Dusun Teluk Cina.

 

Sensasi pantai pasir dan laut biru nan indah Pulau Lemukutan yang patut dikunjungi. Sumber: Pulau Lemukutan.com

 

Beberapa perahu Tiongkok datang bertahun-tahun untuk menyuplai makanan dan kebutuhan sang putri. Kargo dibongkar muat di daerah yang kini disebut Pantai Teluk Cina. Salah satunya, bambu yang banyak terdapat atas puncak bukit. Tanaman bambu tersebut diyakini warga ditanam oleh Lay Muk Tan. Demikian juga cabai, perenggi atau labu cina, tebu, petai cina, serta lada. Nama Lay Muk Tan lah yang kemudian menjadi penamaan pulau tersebut.

Namun, ada pula yang menyebutkan Lemukutan berasal dari bahasa daerah setempat, untuk beras yang gagal panen sehingga menjadi ‘mukut’. Nizam hanya tahu kisah saat kerajaan mengutus leluhurnya untuk membuat pos pengamatan di pulau tersebut. “Panglima Datok Meruhum adalah leluhur saya.”

Dari dokumen-dokumen pribadi keluarganya, Nizam mengatakan Datok Meruhum ditugaskan pada 1800-an. Jamban Ratu digunakan Datok Meruhum sebagai basecamp. Di bagian tanjung yang tinggi, ditempatkan sebuah meriam yang disebut Meriam Meruhum Anom.

 

Seorang warga menunjukkan tempat parkir kereta kencana Kerajaan Sambas, di batu karang datar, dekat sebatang pohon kelapa. Foto: Putri Hadrian

 

Di sebuah batu karang yang paling menjorok ke laut, terlihat batu bercat hitam garis vertikal. Warna berbeda pada batu itu sudah ada sejak dulu. Nizam menyakini itu adalah tanda untuk kapal kerajaan bersandar. Di sebelahnya terdapat batu berundak, walau sudah tergerus air laut, namun masih terlihat dengan jelas.

Matahari akan tenggelam di kaki cakrawala. Buyung, pemandu kami, mengajak bergegas. “Seseorang yang baru menginjakkan kaki di pulau, tidak boleh berada di batu ketika matahari terbenam,” tuturnya.

Warga yang menikmati keindahan panorama di tanjung tersebut pun mendaki punggung bukit, pulang. Keinginan untuk menghirup udara senja dan menanti mentari tenggelam di Tanjung Meruhum pupus sudah. Suara burung laut meningkahi ombak yang memecah  pinggir karang terdengar jelas. Mengiringi langkah perjalanan pulang saya bersama wisatawan lainnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,