Mongabay Travel: Uniknya Batu Gong di Pulau Taliabu, Tetapi…

Kabupaten Pulau Taliabu adalah sebuah kabupaten baru di Provinsi Maluku Utara, dimekarkan sejak tiga tahun silam. Letaknya antara Pulau Sulawesi dan Maluku. Pulau ini selain kaya dengan tambang dan hasil alam seperti cengkeh, kelapa dan kakao juga menyimpan potensi wisata yang cukup besar. Di setiap pulau-pulau kecil yang ada memiliki objek wisata yang cukup unik dan menarik.

Meski berada di Provinsi Maluku Utara, daerah ini lebih dekat dengan Kabupaten Luwuk, Sulawesi Tengah. Jika ingin diakses cepat, maka terlebih dahulu harus terbang dengan pesawat dengan rute Makassar – Luwuk dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Tersedia penerbangan pagi dan siang hari.

Dari Luwuk kemudian dilanjutkan dengan jalur laut dengan waktu tempuh sekitar 15 jam. Berangkat pukul 16.00, akan tiba keesokan harinya pukul 07.00. Biaya kapal bervairasi antara Rp200 -350 ribu, tergantung jenis kelas yang dipilih.

Perjalanan melalui Banggai ini jauh lebih cepat dibanding melalui Ternate, ibukota provinsi, yang memakan waktu hingga dua hari dua malam.

 

 

Pelabuhan Taliabu jaraknya tak jauh dari pusat keramaian kota Bobong, ibukota kabupaten. Sebagai daerah yang baru dimekarkan berbagai fasilitas publik sifatnya masih bersifat darurat. Seluruh instansi pemerintah, termasuk kantor Bupati masih menempati bangunan-bangunan lama atau mengontrak bangunan warga yang dinilai layak.

Akses transportasi umum masih sangat terbatas. Hanya beberapa kendaraan bentor yang melayani transportasi di dalam kota. Jika ingin lebih jauh lagi harus rental kendaraan mobil.

 

Potensi Alami

Kealamiaan alam Taliabu langsung terasa ketika kita meninggalkan batas kota yang tak begitu luas. Sekeliling masih merupakan hutan alami, pohon-pohon tua tinggi menjulang berjejer rapi sepanjang jalan.

Pagi itu, Jumat (10/2/2017), Karno, seorang warga setempat yang berprofesi sebagai wartawan media lokal, mengajak saya mengunjungi salah satu tempat wisata yang cukup unik, yaitu Batu Gong. Terletak di Desa Meranti Jaya, Kecamatan Taliabu Barat.

Mendengar namanya, Batu Gong memang memancing keingintahuan. Mencapai pantai dimana Batu Gong berada butuh waktu sekitar 30 menit dengan kondisi jalan yang agak licin, karena hujan malam sebelumnya.

 

Batu Gong adalah batu-batu karang yang mengeluarkan bunyi seperti gong ketika dipukul dengan kayu. Fenomena bunyi gong ini baru diketahui secara luas warga Taliabu dua tahun terakhir dan menjadi obyek wisata yang digemari di Pulau Taliabu, Maluku Utara. Foto: Wahyu Chandra

 

Kawasan Batu Gong ini dimiliki seorang warga pendatang dari Bau-bau, Sulawesi Tenggara, bernama Nurdin (49). Konon keluarganya sudah 50 tahun berdomisili di kawasan tersebut. Ia belum lahir ketika ayahnya datang di kawasan tersebut untuk menetap dan berkebun.

Menurut Nurdin, kawasan pantai tersebut baru dibuka secara umum beberapa tahun terakhir. Orang-orang datang untuk sekedar berjalan-jalan menikmati kawasan pantai dan bakar ikan. Tempat ini semakin popular dengan adanya batu yang konon bisa berbunyi seperti gong ketika dipukul dengan kayu. Makanya kemudian diberi nama Batu Gong.

Penemuan Batu Gong ini sebenarnya tidak sengaja. Ketika booming batu akik dua tahun silam, Nurdin dan beberapa warga sekitar turut mencari batu akik di kawasan tersebut. Melihat sebuah batu yang menonjol di dinding gua yang bentuknya seperti penis, Nurdin memukulnya dengan kayu agar terlepas. Justru yang terjadi kemudian muncul bunyi seperti gong.

“Belakangan banyak yang datang memukul-mukul dan memainkannya berkali-kali, sehingga terdengar seperti bunyi music. Ini yang menarik minat orang-orang datang ke sini,” ungkap Nurdin.

Keberadaan Batu Gong yang menarik banyak warga lain untuk datang membuat Nurdin agak khawatir, karena tempat itu adalah kawasan tebing batu karang yang bisa saja runtuh setiap saat. Nurdin pun memagari gua tersebut. Orang tetap bisa masuk namun harus seizin Nurdin.

“Pernah ada ada anak-anak datang memukul dengan batu sehingga beberapa batu tonjolan itu hancur. Saya lihat keadaan tidak aman jadi saya pagar. Setiap orang yang datang harus saya lihat jangan sampai ada yang tertimpa batu.”

Kekhawatiran Nurdin beralasan. Selain sebagai kawasan wisata pesisir, tempat itu juga dikenal sebagai pusat pengambilan material batu. Hampir setiap hari terjadi penghancuran dinding tebing untuk diambil batunya untuk pembangunan kota Taliabu. Setiap saat bisa saja ada batu menggelinding dari atas.

Menurut Nurdin, meski lahan pribadi ia sebenarnya tak keberatan dengan kunjungan orang-orang ke tempat tersebut. Hanya saja terkadang banyak yang datang tidak mengindahkan kebersihan tempat tersebut. Sampah-sampah dibuang seenaknya.

“Mereka juga kadang membakar kayu yang asapnya membuat tanaman sekitar menjadi layu. Padahal tanaman-tanaman tersebut adalah tanaman kebun saya. Ada kelapa, cengkeh, kakao, jambu dan lainnya. Saya juga bikin plang untuk menjaga kebersihan malah dicabut.”

 

Nurdin sebagai pemilik kawasan wisata Batu Gong di Pulau Taliabu, Maluku Utara, membiarkan wilayahnya didatangi pengunjung yang cukup ramai di hari Sabtu-Minggu. Sayangnya masih banyak pengunjung yang abai terhadap kebersihan tempat tersebut dan kadang mengganggu tanaman kebun milik Nurdin. Foto: Wahyu Chandra

 

Obyek Wisata di Taliabu Utara

Terlepas dari kondisinya yang rawan dan keunikan dengan bebatuannya yang bisa berbunyi, pemandangan di pantai Batu Gong memang cukup menarik. Pantai yang masih alami dengan hamparan yang luas dengan, yang dikelilingi vegetasi alami yang masih asri.

Kawasan wisata alam di Taliabu, selain Batu Gong, sebenarnya cukup banyak tersebar di Taliabu. Hanya saja sebagian besar berada di Taliabu Utara yang lokasinya cukup jauh dari pusat kota dan hanya bisa diakses lewat jalur laut.

“Di Taliabu Utara itu cukup banyak lokasi yang bagus dikunjungi dan unik, seperti Pasir Anjing, Air Terjun Kalimat, dan banyak lainnya. Cuma memang agak jauh dari Bobong pusat kota,” ungkap Karno.

Pasir Anjing sendiri terletak di Desa Jorjoga, Taliabu Utara. Dinamakan Pasir Anjing karena pasir-pasir di pantai tersebut, yang membentang sepanjang 50 meter, akan mengeluarkan bunyi seperti lengkingan anjing ketika diinjak.

“Kalau diinjak maka akan mengeluarkan suara ngik ngik seperti lengkingan anjing. Apalagi kalau kita berlari, seperti dikejar banyak anak anjing di belakang kita. Bunyinya akan semakin kencang kalau matahari terik. Kalau pasirnya lembab bunyinya tak begitu terdengar.”

Di Taliabu ini juga terdapat banyak spot penyelaman bagi yang hoby diving, seperti di Desa Lede dan Pulau Tabila yang jaraknya tak terlaku jauh dari Desa Lede. Dari ibukota kabupaten jaraknya cukup jauh, bisa ditempuh lewat jalur laut dan darat.

Di Pulau Tabila bahkan memiliki danau yang konon dihuni beberapa ekor buaya. Keberadaan buaya ini tidak menjadi ancaman, bahkan menjadi daya Tarik wisatawan untuk melihat langsung hewan reptile tersebut.

 

Pantai Gong di Pulau Taliabu, Maluku Utara, masih sangat alami, yang di kala surut banyak ditemukan ikan-ikan di sekitar pesisir pantai. Tidak hanya untuk wisata, warga pun kadang menjadikan tempat itu sebagai tem[at menyimpan bubu, alat tangkap ikan. Foto: Wahyu Chandra

 

Kekayaan potensi pariwisata Taliabu ini diakui Salim Ganiru, Sekretaris Daerah Kabupaten Pulau Taliabu sebagai salah satu potensi Taliabu yang bisa dikembangkan, selain sektor tambang, perikanan dan pertanian. Hanya saja tantangannya pada akses yang masih sulit karena hanya bisa ditempuh melalui jalur laut dengan waktu tempuh yang cukup lama.

Meski demikian, upaya untuk pengembangan potensi pariwisata ini tetap menjadi prioritas pembangunan Taliabu.

“Saat ini kami sedang merancang koneksitas pariwisata dari Wakatobi bisa langsung ke Taliabu melalui jalur laut dan udara. Apalagi kita punya hubungan emosional dengan Wakatobi. Begitu juga dari Makassar, Manado dan Ternate,” katanya.

Selain itu, Taliabu juga sedang dalam proses pembangunan bandar udara, yang diharapkan bisa beroperasi pada 2018 mendatang.

“Taliabu ini sebenarnya sangat cocok untuk dijadikan landasan udara alternatif. Di selatan itu selain Bandara  Hasanuddin Makassar tak ada landasan udara yang panjang. Jadi kalau terjadi trouble di Hasanuddin maka bisa lanjut ke sini. Selama ini paling lari ke Bali atau Mataram yang cukup jauh. Landasan lain, seperti Banggai  atau Ternate landasannya kecil. Di sini agak luas, potensial, dan bisa dikembangkan, karena masih kosong,” tambahnya.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,