Aksi Longmarch Menolak Investasi yang Merusak Laut di World Ocean Summit

Ribuan warga Bali meminta peserta dan pemimpin lembaga serta pemerintahan di World Ocean Summit 2017 untuk kritis pada rencana-rencana investasi di laut yang mengklaim berkelanjutan. Mereka merespon agenda investasi laut berkelanjutan ini dengan bersuara menolak reklamasi.

Hal ini terangkum dalam aksi longmarch oleh Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI), Kamis siang (23/2) di pusat pemerintahan Provinsi Bali, Renon, Denpasar.

Ini menjadi bagian dari aksi yang sudah dilakukan 4 tahun untuk menolak rencana reklamasi di Teluk Benoa lebih dari 700 hektar oleh PT. Tirta Wahana Bahari Internasional (TWBI). Mereka membawa poster-poster baru

 

 

I Wayan “Gendo” Suardana, koordinator ForBALI menyebut aksi ini merespon World Ocean Summit (WOS) ke-4 yang dihelat 22-24 Februari di kawasan wisata dan konvensi Nusa Dua. “Poin aksi ini bagaimana pemerintah Indonesia melihat aspirasi rakyat Bali untuk menjaga laut. Minta dijaga tanpa hidden agenda reklamasi,” serunya.

Pengacara dan dewan daerah Walhi nasional ini meminta seluruh CEO perusahaan, lembaga internasional, dan delegasi lain mendengar warga Bali, memastikan pengelolaan laut tak destruktif, seperti manipulasi dengan istilah revitalisasi. Gendo menyebut sejumlah agenda WOS sangat terkait dengan investasi bidang kelautan selain pengelolaan sampah di laut, dan perikanan berkelanjutan. “Agar benar menjaga laut bukan irisan kepentingan swasta. Pemerintah yang mengatur regulasi investasi di laut. Investasi properti di laut saat ini jamak jadi tren seperti reklamasi di Jakarta, Makassar, dan Teluk Benoa,” tambahnya.

Ia ingin memastikan Amdal reklamasi tidak bisa disetujui jika aspek sosial budaya dan konflik yang bisa muncul akibat gerakan penolakan. “Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan konflik sosial budaya diserahkan pada Gubernur. Sepanjang warga terus menolak Amdal tak bisa keluar, kalau keluar kita harus kritisi, ada apa?” teriaknya saat orasi.

Sementara Wayan Swarsa, Koordinator Pasubayan Desa Adat Tolak Reklamasi selalu menyemangati peserta aksi bahwa suara penolakan ini adalah jalan darma atau kebenaran untuk melindungi laut. Bendesa (pimpinan) Desa Adat Kuta ini menyebut banyak pertemuan internasional terkait lingkungan dihelat di Bali dan harus melihat gejolak yang ada dalam masyarakat terkait rencana reklamasi ini.

 

Ribuan warga didominasi anak muda beraksi di terik mentari pada 23 Februari merespon World Ocean Summit di Nusa Dua, Bali. Foto Luh De Suriyani

 

Dalam website The Economist, media politik dan ekonomi prestisius yang lahir pada abad ke-19, dan penyelenggara WOS ini menyebut forum mempertemukan kelompok industri, para peneliti, pemerintah, dan pembela lingkungan. Dalam website disebutkan biaya pendaftaran peserta event ini sebesar USD 2.800 atau sekitar Rp 37 juta.

WOS menyebut pejabat pemerintah Indonesia yang akan berbicara adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Selain itu ada sejumlah pejabat PBB, lembaga donor internasional bidang lingkungan, peneliti, dan lainnya.

Mendorong Blue Industry disebut memerlukan aksi darurat, visi, tata kelola pemerintahan yang baik, perubahan perilaku dan regulasi, serta modal yang besar. Sejumlah pertanyaan kritis yang akan dibahas dalam WOS terkait pembiayaan “blue economy” ini di antaranya seberapa besar peluang, apa risiko yang akan muncul, seperti apa investasi berkelanjutan di laut, kerangka investasi yang cocok, dan apa saja modal yang tersedia.

 

Drummer Band Superman Is Dead, Jerinx menyemangati massa longmarch dengan berdendang pada aksi 23 Februari 2017 yang menanggapi penyelenggaraan world ocean summit di Nusa Dua, Bali. Foto Luh De Suriyani

 

Sebelum aksi, sejumlah kelompok warga menggemakan suaranya dengan mendirikan baliho-baiho baru dengan teks bahasa Inggris berisi pesan kenapa menolak reklamasi Teluk Benoa seperti Benoa bay for people not for profit. Dilakukan serentak pada 21 Februari oleh Desa Adat Kesiman, Kota Denpasar, Desa adat Seminyak, Forum Masyarakat  Singapadu, Forum Pemuda Batubulan, dan lainnya. “Reklamasi di Teluk Benoa hanya akan menghancurkan kehidupan laut dan pariwisata ke depannya,” kata Ketut Mustika dari Batubulan.

Aksi masih dipusatkan di Renon, kawasan pusat pemerintahan seperti kantor Gubernur dan DPRD Bali. Massa berjalan mengelilingi Lapangan Puputan Renon dan berorasi di depan kantor Gubernur. Vokalis band Superman Is Dead, Jerinx menyemangati peserta longmarch dengan bernyanyi. “Aksi ini menggunakan energi solar,” serunya di tengah terik matahari.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,