Gempa yang Terjadi di Pidie Jaya Ini, Getarannya Berbeda

 

 

Pada 16 Februari 2017 dini hari, masyarakat di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, kembali berlarian ke luar rumah setelah gempa menguncang daerah tersebut. Saat gempa melanda, pikiran masyarakat di pesisir Selat Malaka ini, kembali terkenang guncangan yang terjadi 7 Desember 2016 lalu.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat, gempa kembar yang berpusat di Pidie Jaya itu, pertama kali terjadi pukul 02.47 WIB dengan kekuatan 5,5 Skala Richter (SR), berpusat sekitar dua kilometer barat laut Pidie Jaya.

Sementara gempa kedua terjadi pukul 02.53 WIB dengan kekuatan 5,4 SR, berlokasi di kedalaman 12 kilometer, sekitar 9 km barat laut Pidie Jaya. Kecamatan Meureudu yang juga Ibu Kota Pidie Jaya merupakan daerah terparah yang mengalami kerusakan.

 

Baca: Gempa Itu Meninggalkan Rasa Takut di Tenda Pengungsi

 

Mufti, warga Meurudu, mengatakan sebagian masyarakat masyarakat masih taruma dengan gempa lalu. Ada perbedaan guncangannya.“Gempa pada 7 Desember itu hentakannya naik turun, sementara gempa kembar ini seperti seperti diayun,” ungkapnya.

Apa yang disampaikan Mufti, diperjelas oleh Ibnu Rusydy, pakar Gempa dan Tsunami Aceh, yang menurutnya ada mekanisme yang berbeda. Gempa pada 7 Desember 2016 tercatat oleh USGS pada koordinat 5.283°LU 96.168° BT dengan magnitudo 6,5 Mw. Gempa terjadi di kawasan Pidie Jaya yang sebelumnya diduga sebagai kawasan aseismic, atau tidak ada kemungkinan terjadinya gempa bumi.

“Ternyata dugaan itu meleset, justru terjadi dan menelan 104 korban jiwa.”

 

Masjid beserta bangunan publik lainnya juga roboh akibat gempa di Pidie Jaya, 7 Desember 2016. Foto: Junaidi Hanafiah

 

Dosen Universitas Syiah Kuala Banda Aceh ini menguraikan, Pulau Sumatera memang memiliki patahan sumatera yang terbentang dari Teluk Semangko hingga ujung Provinsi Aceh dan Kepulauan Andaman, India. Sementara, gempa yang terjadi di Pidie Jaya itu berada jauh dari patahan yang sudah terpetakan sebelumnya.

“Gempa Pidie Jaya 2016 terjadi dengan mekanisme gempa berupa patahan geser, tapi hingga saat ini belum bisa dipastikan, patahan mana yang menyebabkan terjadinya gempa tersebut. Selain itu, meski gempa Pidie Jaya terjadi akibat patahan geser, namun belum bisa dipastikan apakah berupa geser ke kiri atau ke kanan.”

Karena belum terpetakan, patahan tersebut masuk dalam kategori blind fault atau patahan buta/tersembunyi. Patahan ini tidak sampai ke permukaan tanah sehingga tidak terdeteksi ahli geologi.

“Kadang kala, patahan ini tertimbun endapan sedimen yang sangat tebal atau terbentuk berupa lipatan di atas permukaan. Namun, di bawah permukaannya terdapat patahan. Padahal, gempa kembar yang terjadi 16 Februari ini episenternya tidak begitu jauh dengan gempa Desember 2016,” ujarnya penasaran.

 

Ini merupakan bangunan tahan gempa yang berlokasi di Desa Deah Glumpang, Meuraxa, Banda Aceh, sebagai lokasi penyelamatan warga. Foto: Junaidi Hanafiah

 

Tapi, sambung Ibnu Rusydy, meskipun episenter gempa ke duanya sangat dekat, mekanisme sumber gempanya sangat berbeda. The United States Geological Survey (USGS) mencatat, gempa di Februari ini hanya berselang 6 menit. Gempa pertama terjadi di episenter 5.252°LU 96.121° BT dengan magnitudo gempa 5,6 Mw. Enam menit kemudian, gempa kedua terjadi di posisi 5.235°LU 96.173°BT dengan magnitudo 5 Mw, pada kedalaman 28 km.

“Gempa Februari ini memiliki mekanisme sumber patahan naik sebagaimana ditunjukkan oleh mekanisme fokal di atas. Gempa tersebut kembali membawa “misteri” ilmu pengetahuan bagi kita karena hampir semua gempa yang terjadi di patahan sumatera berupa sesar geser. Tapi, patahan ini naik atau thrust.”

Bisa jadi, patahan naik yang menjadi sumber gempa Februari ini berupa Blind Thrust fault yang terjadi di bawah lipatan yang ada di sana. Lagi-lagi gempa ini memunculkan “misteri” bahwa ada patahan yang benar namun belum terpetakan di Pidie dan pantai Utara Aceh.

“Dari peta geologi Bennet, dkk tahun 1981, memang di sekitar perbukitan Pidie Jaya ada dijumpai beberapa lipatan yang arah muka lipatannya utara-selatan,” tandas Ibnu Rusydy.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,