Kala Pemerintah Jambi Usulkan Wilayah Tambang Rakyat

 

 

Pemerintah Jambi mengusulkan penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR) dan masih menunggu putusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Dengan pengawasan ketat, WPR dinilai salah satu cara meminimalisir kerusakan lingkungan, maupun menekan konflik sosial.

“Kalau ditutup (tambang emas) bisa mati mereka,” kata Abdul Salam, Kepala Bidang Pertambangan Umum Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jambi, pekan lalu.

Tambang emas rakyat, katanya,  sudah turun-temurun jadi sumber ekonomi masyarakat hingga tak bisa ditutup begitu saja.

“Manfaat WPR banyak, kerusakan lingkungan dapat diminimalisir, pendapatan daerah meningkat, mengurangi konflik sosial, dan sumber daya alam bisa dimaksimalkan,”  katanya.

Pada 2012, Pemerintah Muaro Bungo,  mengusulkan 900 hektar di Jujuhan, jadi WPR. “Bentuknya spot-spot, tak ngumpul jadi satu. Izin WPR maksimal 25 hektar,” katanya, merujuk Pasal UU Mineral dan Batubara (Minerba).

Pada 30 November 2015, pemerintah Jambi melayangkan surat revisi usulan perluasan WPR pada KESDM. Empat kabupaten turut mengusulkan yakni, Batanghari, Sarolangun, Tanjung Jabung Barat dan Kerinci. Hingga ini, belum ada persetujuan KESDM.

“Sekarang masih dikaji. Karena ada beberapa pihak ikut terlibat pembentukan WPR,” kata Zumi Zola, Gubernur Jambi, beberapa waktu lalu.

Saat usulan WPR disetujui, katanya, bukan berarti pertambangan ilegal di Jambi akan hilang. “Setelah ada Perda WPR terus tambang ilegal hilang gitu saja? Nggak, bukan seperti itu. Ini balik-balik kesadaran masyarakatnya lagi,” katanya.

Salam bilang, usulan WPR bentuk upaya pemerintah Jambi meminimalisir kerusakan lingkungan dampak aktivitas tambang emas ilegal.

Model pertambangan rakyat, digadang-gadang akan lebih ramah lingkungan. Banyak aturan disyaratkan untuk mendapatkan izin WPR sesuai PP No.23 Tahun 2010, tentang Pelaksaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, seperti pakai alat tambang berdaya maksimal 25 horse power.

“Kalau sudah pakai alat berat dan bahan kimia, itu izin harus IUP(izin usaha pertambangan-red).”

Dampak lain penetapan WPR, katanya, masyarakat penambang harus mengurus izin tambang rakyat (IPR). Salam percaya, dengan terbit IPR pendapatan Pemerintah Jambi sektor tambang akan terdongkrak.

Meski demikian, pemerintah Merangin justru memilih tak melanjutkan usulan WPR pada 2012. Merangin,  belum berani bertanggungjawab untuk reklamasi bekas tambang.

“Kalau WPR itu pemerintah daerah harus mengawasi langsung dan ikut bertanggungjawab pemulihan pasca tambang.”

 

Kisah kelam

Rabu, 15 Februari 2017, Samuel, warga Dusun Bukit Mas Desa Tanjung Benuang, Kecamatan Pamenang Selatan, Merangin, tewas tertimbun longsoran batu cadas saat mendulang emas di bekas galian tambang ilegal. Pria 40 tahun itu menambah daftar panjang korban penambangan ilegal di Jambi.

Hingga penghujung 2016, Komunitas Konservasi Indonesia Warsi mencatat,  sudah 22 orang tewas, terbanyak Kabupaten Merangin dan Sarolangun.

 

Bekas tambang emas di Desa Muaro Mendao, Jambi. Foto: Yitno Suprapto

 

Operasi tambang emas ilegal menyebabkan kerusakan ekologi sungai, mulai pendangkalan hingga pencemaran. Dari analisis Citra Lansat TM 8 tahun 2016 dilakukan unit GIS Warsi, terdapat kerusakan alur sungai seluas 10.926 hektar, 6.370 hektar di Sarolangun, dan 4.556 hektar di Merangin.

Data Warsi menyebutkan, penambangan tak sebatas di sepanjang alur sungai, tetapi sudah menyasar hingga ke Taman Nasional Kerinci Seblat, Merangin dan  Hutan Lindung Bukit Tinjau Limun, Sarolangun.

“Penambangan emas ilegal menyasar sekitar kawasan publik seperti Bandara Bungo dan perkantoran Kecamatan Pangkalan Jambu Merangin,” kata Rudi Syaf Manager Komunikasi Warsi, di Jambi.

Emas, katanya, menjanjikan ekonomi ‘manis’ saat harga karet dan sawit merosot. Namun, yang untung dari tambang ini justru bukan masyarakat kecil alias pekerja, melainkan cukong besar yang jadi pemodal.

Dia menyebut, dampak penambangan emas ilegal di Jambi,  sangat memprihatinkan. Aktivitas penambangan ilegal ini tak hanya menelan korban jiwa tetapi menyebabkan kerusakan sumber ekonomi masyarakat lokal.

“Kita lihat di Perentak, misal, bekas-bekas persawahan sudah beralih fungsi, timbunan pasir dengan cerukan-cerukan luas tampak di bekas persawahan, tanpa ada upaya restorasi,”katanya.

Emas, katanya,  jadi sumber ekonomi dadakan. Makin banyak pendapatan justru mendorong masyarakat makin konsumtif.

Buruknya lagi, struktur tanah sudah diaduk-aduk alat berat perlu waktu panjang kembali seperti semula. Sepanjang 2016,  banyak sawah, kebun dan sungai jadi daerah pertambangan.

Rudi mendorong, dibentuk kawasan legal untuk pertambangan rakyat bisa jadi solusi.

“Kawasan tambang benar-benar untuk masyarakat, bukan para cukong. Dengan cara ini, masyarakat bisa meraih manfaat dari tambang pada kawasan yang ditetapkan.”

 

Daya rusak
Merah Johansyah Ismail, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, pertambangan legal maupun ilegal tetap punya daya rusak terhadap lingkungan. Apalagi, pertambangan ilegal pakai alat berat dan zat berbahaya macam mercuri.

Usaha tambang, katanya,  banyak menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan, bahkan korban jiwa. “Seperti kasus di Merangin, 11 orang meninggal.”

Kata Merah, dari 10.396  izin usaha pertambangan minerba, 60% tak bayar pajak. Para pengusaha tambang lebih memilih membayar upeti untuk melancarkan usaha.

“Sebanyak 85% tak bayar jaminan reklamasi, 50% tumpang tindih dengan hutan lindung dan konservasi.”

Pemerintah, katanya, harus konsisten menegakkan hukum bagi pelaku tambang menyeleweng. Dia menduga, izin pertambangan rakyat adalah modus baru para pengusaha tambang ilegal untuk cuci tangan.

Dalam kasus pertambangan, PPNS ESDM, PPNS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan penyidik kepolisian bisa menjerat penjahat tambang dengan UU Minerba dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pemerintah, katanya,  harus mulai mengurangi ketergantungan ekonomi pada pertambangan,  dan memastikan lingkungan aman. “Jangan sampai para pengusaha masuk dengan alasan pertambangan rakyat,” katanya.

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,