Satwa-satwa Ini Hasil Sitaan dari Pedagang Ilegal, Sebagian Sudah Mati

 

 

Sebanyak 30 satwa liar disita dan satu orang diamankan saat penggerebekan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah II Sumatera. Enam satwa ditemukan sudah mati berhari-hari.

Dalam konferensi pers di Pekanbaru, Riau, Kamis (23/2/17), Kepala Balai Gakkum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah II Sumatera, Eduwar Hutapea mengatakan, dari 30 satwa, empat jenis hewan dilindungi yakni lutung emas empat, macan dahan lima (satu mati), elang hitam dan berang-berang.

“Ada satu jenis, masih ragu. Saat ini masih menunggu ahli, apakah nanti menambah jumlah satwa dilindungi, apakah endemik Riau, Indonesia atau dari luar negeri,” katanya.

Kondisi satwa ditemukan berada dalam kandang besi. Ada satu kandang ditempati beberapa satwa.Kkondisi mereka stress dan dalam pengawasan dokter hewan di klinik satwa BKSDA Riau, Pekanbaru.

Menurut Eduwar, kecil kemungkinan satwa dilepasliarkan kembali ke habitat dalam waktu dekat. Mengingat kondisi yang sudah jinak. “Primata, jika sejak bayi diasuh manusia, bahkan diberikan makanan manusia, kecil kemungkinan satwa bertahan hidup di alam liar.”

Dari penggereberekan Rabu sore di Jalan Sentosa, Kecamatan Harapan Raya, satu orang jadi tersangka insial A (28) warga Pekanbaru. Istrinya hanya saksi karena saat penggrebekan di rumah.

“AA sudah tersangka, dan dipindahkan di Polda Riau.”

Eduwar mensinyalir, ada keterlibatan pengusaha asal Pekanbaru yang menitipkan satwa kepada A untuk dijual dengan harga bervariasi. Anakan lutung Rp500.000, macan dahan Rp350.000-Rp500.000. A telah memperdagangkan satwa dilindungi sejak pertengahan Desember dan sudah ada terjual.

Tim Gakkum KLHK dan BBKSDA Riau telah mengintai sosial media tersangka sejak empat hari sebelumnya. Mereka memperoleh informasi dari seseorang yang melaporkan praktik perdagangan ilegal ini.

“Kami mengintai sudah empat hari. Akhirnya menemukan lokasi lalu kami gerebek saat transaksi,” kata Mahfud, Kepala BBKSDA Riau kepada Mongabay.

Binatang yang disimpan A ada dari Pelabuhan Buton, Kabupaten Siak. Namun belum diketahui dari hutan mana satwa diambil. Sejauh ini,  pasar sasaran tersangka masih domestik. Karena dijual melalui media sosial, ada kemungkinan masuk pasar internasional.  Mereka masih mendalami catatan transaksi berikut dengan pengembangan kepada jaringan lain.

 

Satwa sitaan dari pedagang ilegal di Riau. Foto: Zamzami

 

Irma Hermawati, dari Legal Wildlife Crimes Unit Wild Conservation Society mengatakan, penggunaan media sosial untuk perdagangan satwa dilindungi makin marak. Ia lebih hemat biaya tempat dan kecil risiko. Bukan saja di akun Facebook, lapak daring juga dibuka di Instagram dan Path.

Untuk memperkuat penegakan hukum, dia meminta KLHK menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dalam memberantas perdagangan satwa dengan memaksimalkan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam menyeret pelaku.

“Sudah waktunya UU ITE berperan juga menjerat para pelaku. Mungkin (UU ITE) masih fokus pada (pengurangan) informasi hoax. Ke depan harus mulai diterapkan pada pemberatantasan perdagangan satwa dilindungi.”

Soal marak kelompok-kelompok pecinta binatang yang biasa mengekspos kegiatan di acara-acara publik seperti hari bebas kendaraan, Irma menilai harus juga jadi sasaran KLHK dan aparat penegak hukum. Para pencinta binatang terutama jenis dilindungi sangat jelas menjadi pendorong makin marak pemburuan di habitat alami.

“Mereka salah satu penyumbang kepunahan satwa makin tinggi. Komunitas elang, komunitas musang. Bisa dibayangkan kalau satu komunitas beranggotakan 30 orang, 30 elang dilindungi ada sama mereka,” ucap Irma.

 

Satwa sitaan dari warga Pekanbaru, yang berdagang via online. Foto: Zamzami

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,