Diluncurkan Dana Abadi untuk Pengelolaan Kawasan Konservasi Kepala Burung Papua

Sebuah konsorsium meluncurkan skema dana abadi untuk rencana pengelolaan kawasan konservasi Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) di Papua Barat, dinamakan Blue Abadi Fund pada Jumat (24/02/2017) di Nusa Dua, Bali. Dana awal yang terkumpul dari lembaga-lembaga donatur sekitar USD 23 juta (Rp300 miliar) dari target USD 38 juta.Contoh kawasan BLKB yang dikenal adalah Raja Ampat, diklaim salah satu kawasan perairan dengan biodiversitas terkaya di dunia.

Tiga lembaga lingkungan internasional yaitu Conservation International, The Nature Conservancy (TNC) dan WWF-Indonesia bersama perwakilan pemerintah Papua Barat meluncurkan inisiatif dana abadi ini di sela-sela World Ocean Summit yang dihelat 22-24 Februari di Nusa Dua. Dana ini sudah didukung puluhan mitra konservasi, lembaga donor, ditambah anggaran dari pemerintah.

Konsorsium ini, termasuk CI, TNC, dan WWF sudah mengerjakan program selama 12 tahun di Papua Barat dan mendampingi pemerintah daerahnya merencanakan jejaring kawasan konservasi perairan (KKP) 3,6 juta hektar atau sekitar 20% dari seluruh KKP saat ini di Indonesia. Untuk pengelolaan di masa depan, disebut perlu ada sebuah dana berkelanjutan untuk program-program peningkatan kapasitas warga, konservasi, dan lainnya.

 

 

Dana abadi ini lah yang diharapkan bisa dikucurkan manajemen untuk komunitas dan lembaga lokal termasuk unit pelaksana teknis daerah (UPTD) bentukan pemerintah yang saat ini mengelola dana, fee masuk tiap pengunjung ke Raja Ampat. “Dukungan ini untuk KKP pertama tingkat provinsi untuk melindungi dan mengelolanya secara berkelanjutan,” ujar Nathaniel D. Mandacan, Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat dalam jumpa pers.

Secara teknis, implementasi dana abadi akan dimulai 2018. Mandacan menyebut pihaknya sedang menyelesaikan Ranperda terkait ini dan dana yang disalurkan akan digunakan untuk kepentingan masyarakat. “Semua potensi dikelola oleh rakyat. Berkaca dari Timika. Walau sumber daya alam sedikit tapi rakyat harus merasakan,” janjinya.

Ia berharap masalah-masalah terkait pertambangan jangan sampai melilit Papua Barat. “Seperti ditulis di kapsul waktu, mimpi kami kondisi kini masih bisa dijumpai 75 tahun lagi,” ujar pria yang perrnah menjadi Pelaksana Tugas Gubernur Papua Barat ini. Menurutnya pemerintah disadarkan lembaga-lembaga konservasi ini untuk mengelola sumber daya kelautannya.

 

Anakan ikan pari manta di perairan Wayag, Raja Ampat, Papua Barat. Foto : Conservation International Indonesia

 

Presiden Joko Widodo menanam kapsul waktu yang berisi mimpi dan harapan bangsa Indonesia. Kapsul ini diletakkan di Monumen Kapsul Waktu Impian Indonesia 2015-2085 di Merauke, Papua. Tujuh Impian Indonesia 2015-2085 di antaranya sumber daya manusia Indonesia yang kecerdasannya mengungguli bangsa-bangsa lain di dunia. Berikutnya masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi pluralisme, berbudaya, religius dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika, Indonesia menjadi pusat pendidikan teknologi dan peradaban dunia, dan masyarakat dan aparatur pemerintah yang bebas dari perilaku korupsi. Selain itu terbangunnya infrastruktur yang merata di seluruh Indonesia, menjadi bangsa yang mandiri dan paling berpengaruh di Asia Pasifik, dan menjadi barometer pertumbuhan ekonomi dunia.

 

Pengelola dana abadi

Saat ini konsorsium telah bermitra dengan 30 organisasi selain CI, TNC, WWF. Juga ada 70 donor dalam dan luar negeri, dana dari pemerintah pusat dan Pemprov Papua Barat. Konsorsium akan menyerahkan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) pada Juni 2017 pada masyarakat dan pemerintah setempat. Pembiayaan pemerintah akan berkontribusi 70% dan sisanya Blue Abadi Fund.

Pemprov Papua Barat akan menyediakan Rp7.215.000.000 (US$555.000) tiap tahunnya bagi pengelolaan KKP mulai 2018. Sejumlah lembaga pendonor dana abadi di antaranya The Walton Family Foundation, USAID, MacArthur Foundation, Global Environment Facility, dan lainnya.

Lalu siapakah yang mengelola dana abadi ini? Sebuah manajemen independen dibentuk untuk mobilisasi dana tambahan dan distribusi dana. “Kita berharap menambah dana, ini implementary fund untuk meningkatkan aksi di lapangan. UPTD juga berhak dapat grant dari Blue Abadi ini,” kata Ketut Sarjana Putra, Vice President CI Indonesia.

Agar berkelanjutan, bunga dana abadi ini akan digunakan untuk program-program penggalangan dana tambahan.

Sejumlah rencana kegiatan dari alokasi dana abadi ini di antaranya sistem patroli yang efektif, pemantauan ekologi dan sosial, dan kebutuhan masyarakat lain yang bisa diusulkan untuk kegiatan konservasi dan perikanan yang inovatif. Jadi manajemen dana abadi ini seperti lembaga donor yang menyeleksi pemohon dana.

 

Hutan alam Papua Barat, masih terjaga, kala warga memanfaatkan sekaligus menjaga. Bukan eksploitasi besar-besaran yang hanya mementingkan sisi ekonomi. Foto: Sapariah Saturi

 

Kenapa Papua Barat?

Jika melihat peta Indonesia, pulau Papua terlihat besar berbentuk burung dengan kepalanya di ujung Barat. Pulau-pulau kecil di kawasan ini sebanyak  2,500  dengan ribuan spesies terumbu karang, ikan, dan lainnya.

Luas Bentang Laut Kepala Burung sekitar 225 ribu kilometer persegi memiliki 75% spesies karang dunia. Lebih dari 70 spesies ikan terumbu, karang, dan krustasea disebut hanya ditemukan di kawasan ini.

Pada tahun 90-an, konsorsium ini menyebut kawasan kepala burung terdampak penangkapan ikan yang tak dikontrol, penggunaan dinamit, dan hasil tangkapan menurun. Hadirlah sejumlah lembaga internasional seperti CI, TNC, dan WWF yang bekerja di Papua Barat lebih dari 10 tahun sampai merancang jaringan KKP 3,6 juta hektar. Hasilnya disebut signifikan untuk pemulihan ekosistem, perbaikan hasil tangkapan, dan eksplorasi wisata perairan yang kini menjadi primadona di Raja Ampat.

“Sebelum kita mulai ada maksimum 1000 penyelam/tahun. Pada 2016 ada minimal 17 ribu penyelam. Dari 1 resor kini ada 15 resor. Dulu tak ada homestay sekarang ada 30 yang dikelola warga lokal,” papar Sarjana.

 

(kiri ke kanan) Benja Mambai Victor, Acting CEO WWF Indonesia, Ketut Sarjana Putra, Vice President CI Indonesia, Nathaniel D. Mandacan, Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat dan Rizal Algamar, Country Director TNC dalam acara peluncuran skema dana abadi untuk pengelolaan KKP Bentang Laut Kepala Burung (Bird’s head Seascape) bersama lembaga lingkungan yang bekerja di Papua seperti CI, TNC, dan WWF. Foto Luh De Suriyani

 

Rizal Algamar, Country Director TNC meyakinkan sejak dulu sudah melibatkan rakyat dalam pembentukan KKP. “Turisme berbasis masyarakat atau kapitalis tak perlu diperdebatkan,” ungkapnya. Saat ini Papua Barat menurutnya barometer, garda depan sebagai provinsi konservasi. Pembangunan tidak dihambat tapi diarahkan kearah proteksi dan berkelanjutan.

Sementara Benja Mambai Victor, Acting CEO WWF Indonesia berharap kawasan ini tak mengulangi kesalahan lain di daerah yang tak bisa melindungi alamnya. “Walau pariwisata, kepentingan lingkungan dan sosial budaya jadi fokus,” tambahnya.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,