Pegiat Lingkungan Minta Jokowi Turun Tangan Atasi Kemelut Tambang Semen di Rembang

 

 

Kamis malam, (23/2/17), Gurbernur Jawa Tengah Ganjar Pranomo menandatangani izin lingkungan baru buat PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, operasi pabrik dan tambang di Rembang. Hanya selang sebulan lebih sejak izin lama dicabut, Senin (16/1/17). Para pegiat lingkungan tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pegunungan Kendeng menilai putusan gubernur salah kaprah dan meminta Presiden Joko Widodo, mengambil sikap.

Izin lingkungan baru  bernomor 660.1/0493 ini menyebutkan, Pemprov Jateng memberikan izin kepada Semen Indonesia menambang batu gamping dan tanah liat di Pegunungan Kendeng. Surat ini ditandatangani Sugeng Riyanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jateng.

Jumat siang, (24/2/17), para pegiat lingkungan aksi ke Kantor Kementerian Dalam Negeri mendesak Menteri Dalam Negeri memecat Ganjar karena diangkap membangkang terhadap hukum (obstruction of justice) dan menyalahi prosedur hukum berlaku.

Baca Juga: Menyimak Pandangan Para Pakar Soal Izin Lingkungan Baru PT Semen Indonesia

Izin lingkungan tak hanya melangkahi putusan Mahkamah Agung juga membangkang terhadap Presiden. Pada Agustus 2016, ada kesepakatan Presiden di hadapan Masyarakat Kendeng menyebutkan, tak boleh ada izin sebelum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) selesai. KLHS sedang disusun dikomandoi Kantor Staf Presiden (KSP) dan KLHK.

”Mendesak Jokowi meminta Ganjar membatalkan izin lingkungan,” kata Siti Rakhma Mary Herwati, kuasa hukum masyarakat Rembang, seraya bilang, sulit berharap, gubernur yang mencabut.

Dengan tindakan gubernur ini, katanya, malah bikin ketidakpastian hukum. ”Presidenlah yang mampu memberikan kepastian hukum. Kita berkejaran dengan waktu, penambangan segera mulai dan operasi pabrik bisa jalan hari ini.”

Dia mengecam keras KSP, sebenarnya mengetahui ada manuver-manuver yang akan dilakukan Ganjar setelah putusan MA, melalui proses yang menyalahi hukum. KSP juga terindikasi mengabaikan penerbitan izin ini.

”Mereka konsen KLHS dan mengabaikan proses lain. Hingga terbit izin ini mereka tak bisa apa-apa.”

Rakhma memaparkan, KSP mengetahui ada indikasi Ganjar akan membangkang perintah Presiden dan tak mempedulikan KLHS. Seharusnya, KSP berupaya dan ambil langkah cepat menghentikan izin lingkungan baru, misal, cepat-cepat mengkomunikasikan dengan Presiden. ”Mereka gagal melakukan itu bahkan tak tau izin akan keluar cepat.”

Merah Johansyah, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang mengatakan, tindakan Ganjar menerbitkan izin lingkungan ini preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.

”Ini terjadi pembangkangan hukum oleh bawahan Mendagri. Ini bisa jadi contoh buruk bagi daerah lain yang memiliki ekosistem karst.” Dia contohkan, daerah punya karst, di Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur.

”Ganjar mengabaikan aspirasi masyarakat dan temuan lapangan, padahal dokumen Amdal yang diajukan, dibangun, dikonstruksi dari izin lama.”

Aksi diterima Hasan, Kepala Sub Bidang Fasilitasi Pengaduan Kemendagri. Dia  menerima aspirasi dari para aktivis lingkungan tetapi mereka tak boleh masuk karena perlu ada izin untuk audensi.

Senada dikatakan Zainal Arifin, direktur LBH Semarang. Dari Jateng,  dia mengatakan, upaya warga negara memperoleh kepastian hukum terampas tindakan arogan pemerintah daerah, pembangkangan hukum dan kesewenang-wenangan.

“Ganjar telah bertindak sewenang-wenang dan menciptakan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia,” kata Zainal.

Dia bilang, perjuangan waarga di jalur hukum terjawab dengan keputusan MA. Ternyata, jawaban keadilan itu tak memberikan kepastian hukum bagi warga. “Izin lingkungan yang sebelumnya jadi obyek sengketa dan diputus MA, berbuah izin lingkungan baru,” katanya.

Kewajiban gubernur sebenarnya melaksanakan putusan MA yang berisi klausul pembatalan dan perintah pencabutan obyek sengketa serta membayar biaya perkara. Tidak ada klausul melakukan tindakan lain.

“Tetapi, gubernur Jateng mengatur selain yang diperintahkan MA. Di sinilah Ganjar menunjukkan arogansinya. Sangat disayangkan, tindakan arogan dilanjutkan dengan arogan lain dengan penerbitan izin lingkungan baru.”

Dengan alasan diskresi, gubernur sebenarnya telah bertindak sewenang-wenang dan cacat hukum.

“Kami tegas mengecam tindakan gubernur menerbitkan izin lingkungan baru. Mengecam tindakan menciptakan preseden sangat buruk dalam penegakkan hukum, merusak rasa keadilan masyarakat.”

Ganjar, katanya, memberikan contoh buruk melawan putusan pengadilan dan konstitusi, serta bisa berakibat kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan dan dunia hukum Indonesia.

Direktur Eksekutif Sajogyo Institute, Eko Cahyono mengatakan, sebagai kepala daerah, kengototan Ganjar menunjukkan keberpihakan pada kepentingan modal daripada nasib rakyat, lingkungan dan ruang hidupnya.

Janji Jateng ijo royo-royo, hanya buaian kampanye. Pemimpin dengan citra populis, katanya, tak menjamin kebijakan selaras dengan nilai dan prinsip keadilan sosial.

“Presiden wajib menegur keras Ganjar hingga pemecatan karena pembangkangan mandat dan ketidakpatuhan hukum. Putusan MA dipelintir,” ucap Eko.

 

Aksi tutup mulut warga dan mahasiswa berharap keadilan bagi warga dan lingkungan Kendeng. Foto: Tommy Apriando

 

Berita Mongabay, sebelumnya, Gubernur Ganjar mengatakan, pakai diskresi untuk mengisi kekosongan hukum pascaputusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung. Dia telah melaporkan penggunaan diskresi kepada Presiden.

Dia telah mengirimkan niat itu kepada Presiden. Usai izin keluar, dia juga menyampaikan lagi soal diskresi itu kepada Presiden.

Ganjar juga mengirim surat pada Bupati Rembang Abdul Hafidz, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jateng, serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jateng.

“Dinas LHK dan ESDM bersama bupati akan mengawasi operasional pabrik semen bersama-sama masyarakat. Kita awasi bersama-sama untuk melaksanakan komitmen atas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat.”

 

Lapor ke DPR

Sehari sebelum putusan, Kamis (23/2/2017), masyarakat yang berkonflik dengan korporasi tambang batu gamping dan tanah liat pun menyuarakan aspirasi melalui rapat dengar pendapat di Komisi VII.

Sebelas masyarakat difasilitasi Jatam diterima Hadi Mulyadi, Wakil Ketua Komisi VII DPR. Menurut catatan Jatam, Indoesia darutar karst. Ada 232 izin penambangan batu gamping sebagai bahan baku semen di seluruh Indonesia.

”Kami mendesak ada moratorium tambang kapur,” kata Merah. Karst memberikan penghidupan berupa sumber mata air bagi masyarakat sekitar.  Untuk itu, katanya, perlu peran DPR megawasi KESDM, BUMN dan KLHK.

Adapun perwakilan warga itu dari Sulawesi Selatan, Pati, Rembang, Kalimantan Timur, Karawang dan Tuban. Secara bergantian, perwakilan rakyat menceritakan keluh kesah mereka.

Gunarti, perwakilan masyarakat Kendeng, Jateng,  mengatakan, kehilangan Pegunungan Kendeng ini merusak semua. “Jika tetap ngotot, petani akan dikemanakan, generasi penerus pun akan kehilangan nasibnya.”

Harapan mereka sederhana, tetap ingin jadi petani dan bisa meneruskan generasi muda serta Jawa Tengah sebagai lumbung padi nusantara.

”Dalam penambangan itu ada 302 titik sejarah suku kami. Ini jadi ancaman geologi, air, identitas budaya pun akan hilang,” ucap Iwan, masyarakat ekosistem Karst Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan.

Yudha Febrian, warga dari Karawang Jabar sudah mendapatkan dampak penambangan PT Semen Garuda. ”Mereka datang 2012, 2014, banjir melanda kabupaten kami.”

Karst di Kawarang berpengaruh pada persediaan air minum waduk Jatiluhur. ”Bayangkan jika sumber mata air itu rusak, bagaimana air minum bapak-bapak dan ibu-ibu di Jakarta? Kita manusia ekologis, yang membutuhkan air.”

Hadi Mulyadi mengatakan, aspirasi ini akan dirapatkan pada rapat pimpinan pekan mendatang. Dia merencanakan akan memanggil KESDM, KLHK dan perusahaan-perusahaan tambang terkait. Terutama mereka yang menyebabkan korban lubang tambang, konflik masyarakat dan kesusakan ekologi.

”Kami menyadari tambang di karst merusak lingkungan hidup, jika dimungkinkan ada payung hukum nanti akan dibicarakan lebih lanjut.”

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , ,