Terbongkarnya Sindikat Lobster dalam Koper

Sindikat internasional perdagangan benih lobster dari Indonesia berhasil dibongkar Kepolisian RI (Polri) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sindikat tersebut, melibatkan para penyelundup dari berbagai kota di seluruh Indonesia. Dari sejumlah kota yang terlibat, Surabaya di Jawa Timur berperan menjadi kota penghubung untuk dibawa ke luar negeri.

Terbongkarnya jaringan penyelundupan biota laut bernilai tinggi itu, terjadi saat Polri bersama Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 65.699 ekor benih lobster di tiga daerah berbeda, yakni Surabaya (Jawa Timur), Denpasar (Bali), dan Mataram (Nusa Tenggara Barat).

Kepala BKIPM Rina menjelakan, upaya penyelundupan tersebut dilakukan di lima tempat kejadian perkara (TKP) berbeda di ketiga kota tersebut. Lima TKP tersebut, adalah Kota Denpasar, Bandara Internasional Ngurah Rai (Bali), Bandara Internasional Lombok (NTB), dan Surabaya. Adapun, penindakan dilakukan pada periode 3-22 Februari 2017.

 

 

Dari operasi bersama tersebut, sembilan orang pelaku berhasil diamankan oleh tim yang terdiri dari Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Bareskrim Polri, Imigrasi Bandara Ngurah Rai, Balai KIPM Kelas I Denpasar, dan Balai KIPM Kelas II Mataram. Kesembilannya sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut.

“Mereka adalah pelaku yang terlibat langsung dalam proses pengiriman, pengangkutan, perdagangan, dan usaha penyelundupan benih lobster yang kita amankan. Mereka adalah bagian dari jaringan sindikat internasional,” ungkap Rina saat gelar perkara di Jakarta, Senin (27/02/2017).

Rina mengatakan, benih lobster yang berhasil diamankan dari upaya penyelundupan tersebut, diperkirakan memiliki nilai sebesar Rp7.096.960. Itu berarti, kata dia, jika puluhan ribu benih lobster tersebut berhasil diselundupkan, Negara akan mengalami kerugian sedikitnya Rp7 miliar.

Lebih lanjut Rina menjelaskan, dalam menjalankan aksinya, para pelaku selalu menggunakan modus operandi pengiriman benih lobster yang berbeda-beda sesuai kota asal. Salah satu contohnya, adalah kasus yang ditemukan di Denpasar dan Mataram. Di dua kota tersebut, pelaku membeli benih lobster dari nelayan untuk kemudian ditampung oleh pengepul.

“Selanjutnya barang dibawa melalui kurir dengan bagasi berupa kopor yang berisi benih lobster dalam kemasan plastik. Plastik ini sengaja diisi dengan media spon basah beroksigen supaya benih lobsternya tetap bertahan hidup sampai tempat tujuan, yaitu Singapura atau Vietnam,” urai dia.

 

Sembilan orang tersangka diperlihatkan dalam gelar perkara di Jakarta, Senin (27/02/2017). BKIPM KKP dan Bareskrim Polri membongkar penyelundupan lobster. Foto : BKIPM KKP

 

Atas perbuatan tersebut, Rina menyebutkan, para tersangka dijerat pasal berlapis, yaitu Pasal 16 ayat (1) Jo Pasal 88 UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan Jo UU Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan Jo Pasal 55 KUHP.

Selain itu, para tersangka juga terancam tindak pidana Pasal 31 ayat (1) UU Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. Mereka terancam pidana penjara maksimal 3 (tiga) tahun dan denda maksimal Rp150.000.000.

 

Singapura Destinasi Utama

Terbongkarnya sindikat internasional perdagangan benih lobster, patut untuk disyukuri. Karena menurut Wakil Kepala Bareskrim Antam Novambar, selain merugikan Negara dalam jumlah yang banyak, penyelundupan akan membuat biota laut tersebut berkurang di perairan Indonesia.

“Nelayan, ayolah jangan tergoda untuk menjual benih lobster. Tunggu dan besarkan dulu mereka hingga bernilai tinggi,” ucap dia.

Antam menyebutkan, dalam memuluskan aksinya, para pelaku dari berbagai daerah di Indonesia, akan memanfaatkan Surabaya sebagai penghubung utama ke Singapura, negara yang menjadi tujuan utama penyelundupan. Dari Singapura, berikutnya benih lobster dan biota laut lainnya akan dikirimkan ke Vietnam.

“Kalau sudah sampai Vietnam, mereka yang untung dan kita yang rugi. Benihnya dari kita, dan besarnya mereka yang menikmati. Harga saat benih dan sudah besar itu jauh sekali,” ujar dia.

 

Kepala BKIPM KKP Rina (kiri) didampingi Wakil Kepala Bareskrim Polri Inspektur Jenderal Polisi Antam Novambar (tengah) memperlihatkan barang bukti berupa benih lobster saat gelar perkara di Jakarta, Senin (27/02/2017) . BKIPM KKP dan Bareskrim Polri membongkar penyelundupan lobster. Foto : BKIPM KKP

 

Antam mencontohkan, saat masih menjadi benih di Indonesia, lobster dihargai sekitar Rp30 ribu per kilogram. Namun, begitu sudah dikirimkan ke Vietnam dan dibesarkan di sana, harganya melonjak sangat drastis hingga sekitar Rp1,4 juta per kilogram.

Dengan fakta tersebut, Antam menyebut, Vietnam menjadi negara yang sangat untung karena bisa mendapatkan harga yang sangat tinggi setelah dibesarkan. Sementara Indonesia, justru merana karena selain tidak mendapat untung, lobster juga semakin terancam populasinya karena terus menerus diselundupkan.

“Vietnam menjadi negara terbesar penghasil lobster. Setelah dilepas di sana, nelayannya enak sekali, karena harganya menjadi sangat mahal untuk setiap ekornya,” jelas dia.

Hal senada juga diungkapkan Rina. Menurut dia, Singapura sejak lama selalu menjadi destinasi utama penyelundupan benih lobster dan juga biota laut lainnya. Setelah sampai Singapura, biasanya benih-benih lobster akan langsung dikirimkan ke Vietnam, negara yang budidaya perikanannya sedang menanjak pesat dalam beberapa tahun ini.

“Karena itu, kita terus kampanyekan untuk hentikan penyelundupan benih lobster. Nelayan jangan mau menjual dengan harga tinggi. Tunggu saja besar dulu jika mau menjual lobster. Harganya tinggi, jelas menguntungkan,” tutur dia.

 

Barang bukti berupa uang dan koper yang diperlihatkan dalam dalam gelar perkara penyelundupan lobster di Jakarta, Senin (27/02/2017). BKIPM KKP dan Bareskrim Polri membongkar penyelundupan lobster. Foto : BKIPM KKP

 

Delapan Jam dalam Koper

Sementara itu, Direktur Tipidter Bareskrim, Brigjen Purwadi Arianto mengatakan, sebelum dikirim ke Singapura, para pelaku membawa puluhan ribu bibit lobster itu dengan meletakkannya di penyaring akuarium, diberi oksigen dan kemudian dimasukkan ke dalam koper

“Benih lobster bisa bertahan hidup hingga delapan jam lamanya,” sebut dia.

Selain modusnya dikirim melalui kurir, Purwadi menjelaskan, modus penyelundupan juga dengan menggunakan pengiriman tanpa nama melalui kargo DHL. Kedua modus tersebut, biasanya berjalan mulus tanpa terendus oleh pihak imigrasi maupun karantina ikan di bandara tempat asal benih lobster.

“Bisa juga memakai kargo, kemudian dikirim tanpa nama memakai DHL. Kita yakin kerja sama kita dengan imigrasi di bandara sudah kuat. Setelah kita tangkap, kita sita untuk sampel, kemudian lainnya kita lepas liarkan ke laut ya, ke habitatnya di laut Selatan,” jelas Purwadi di tempat yang sama.

Kepala BKIPM Rina mengungkapkan, sejak Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah Negara Republik Indonesia berlaku, sudah 53 kasus yang berhasil dibongkar.

“Dari 53 kasus itu, seluruhnya terjadi pada 2016. Nilai kerugian materialnya mencapai Rp250 miliar dari 53 kasus tersebut. Yang menarik, kasus-kasus tersebut berasal dari tempat yang sama, itu lagi-itu lagi,” jelas dia.

Tempat sama yang dimaksud Rina, adalah wilayah Indonesia Timur dengan kota penghubung utama di Surabaya, Jawa Timur. Selain Surabaya, kota lain yang biasa menjadi hub, adalah Denpasar dan Mataram.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,