Penyu Dewasa Dipotong, Lebih dari 600 Kilo Daging Diselundupkan ke Bali

Lukman Hakim, supir pick up plat DK 9996 HO warna hitam mengaku tidak tahu isi 9 boks besar warna kuning yang diangkutnya dari Madura ke Bali. Pada Sabtu (25/02/2017) dini hari, ia dan rekannya Saifullah dicegat di Kuta oleh personil Kepolisian Air Polda Bali.

Kotak dibuka, dan isinya potongan-potongan bagian tubuh penyu hijau (chelonia mydas L.) lengkap dengan kerapaks, ekor, tanpa kepala dengan berat lebih dari 600 kg. “Saya tahunya paket ikan. Saya tak berani buka,” ujarnya dari balik tahanan Polair, Senin (27/02/2017). Ia dan rekannya mulai diperiksa oleh penyidik.

Lukman pernah bekerja sebagai nelayan, ia mengaku 6 tahun berpengalaman menyelam mencari teripang dari Madura sampai perairan Kalimantan Tengah. “Saya tahu penyu hijau itu dilarang, kalau tahu saya tidak mau,” elak pria dengan 2 anak ini yang mengaku kenal dengan yang menyerahkan boks di Madura.

 

 

Jika ini benar, sungguh naas, karena keduanya dijerat pasal 21 Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan jeratan pidana penjara 5 tahun. Pasal ini menjerat setiap orang yang menangkap, menyimpan, mengangkut, memelihara satwa dilindungi serta bagian tubuhnya. Pengecualian dari larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 hanya dapat dilakukan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan/atau penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa tersebut.

Barang bukti disimpan di jasa cold storage sebuah perusahaan di Pelabuhan Benoa. Terlihat sudah dipindahkan ke karung menjadi 20 bungkus agar mudah beku dan tak berbau. Tak bisa dipastikan puluhan potongan ini terdiri dari berapa ekor penyu. Jika penyu dewasa berusia 20-50 tahun seberat rata-rata 50 kg saja, maka kemungkinannya sekitar 12 ekor. Identifikasi jenis penyu dan berat dirangkum dari keterangan tersangka dan kepolisian.

Penyu hijau secara Internasional telah dimasukkan dalam Appendix 1 CITES, hal ini berarti bahwa penyu telah dinyatakan sebagai satwa yang terancam punah dan tidak dapat diperdagangkan dalam bentuk apapun.

Direktur Polair Polda Bali Kombes Pol. Sukandar meyakini tujuan perdagangan penyu dalam bentuk potongan daging ini adalah konsumsi. Ia sudah menyatakan modus ini pada sejumlah kesempatan. “Kasihan kan, kalau tertangkap hidup masih bisa dilepas. Kalau sudah dibantai mau diapakan?” ujarnya. Pihaknya punya program LIBAS, Bali Bebas Perdagangan Satwa yang dilindungi. Menurutnya kasus terakhir ini salah satu barang bukti terbesar tahun ini. Pihaknya mengaku masih mengembangkan kasus ini.

 

Sekitar 20 karung barang bukti potongan daging penyu disimpan dalam cold storage di Pelabuhan Benoa, Bali,pada Senin (27/02/2017). Foto Luh De Suriyani

 

Sebelum penangkapan ini, pekan sebelumnya Polair juga menangkap 2 orang dalam kasus berbeda terkait perdagangan penyu hijau. Di Serangan, seorang tersangka, Ketut Astapaka ditangkap karena memiliki satu ekor penyu yang sudah dipotong-potong. Kemudian penangkapan seorang pedagang olahan daging penyu di Ketewel, Gianyar, I Ketut Sumerta.

Sejumlah jejaring bidang konservasi menyimpulkan ada peningkatan penyelundupan penyu ke Bali. Setidaknya 8 kasus penyelundupan dengan lebih 170 ekor barang bukti digagalkan pada tahun 2016. Jumlah kasus ini terbanyak dalam 16 tahun terakhir. Hal ini dianggap membahayakan kelangsungan upaya konservasi penyu dan jika tak ditanggulangi bisa kembali ‘mewabah’ seperti di-era sebelum tahun 2000.

Sejumlah rekomendasi yang ditawarkan diantaranya menggencarkan aktivitas penegakan hukum di Bali, lokasi asal penangkapan penyu, dan di jalur-jalur pelintasan pengangkutan penyu. Kedua, melakukan ‘penataan realistik’ terhadap taman-taman penyu di beberapa tempat karena berpotensi dijadikan tempat penampungan penyu-penyu selundupan.

Ketiga, melakukan koordinasi yang baik dengan penegak hukum yang menangani kasus-kasus tindak pelanggaran terhadap konservasi sumberdaya alam, sehingga putusan hukum (vonis) bisa menimbulkan efek jera. Keempat, mengoptimalkan pelibatan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan konservasi penyu.

Bagi warga diharapkan tidak mengkonsumsi dan mempromosikan kuliner penyu dan wisatawan tidak mendukung dan mempromosikan praktik wisata yang bertentangan dengan prinsip-prinsip konservasi. Bisa juga terlibat aktif sebagai informan (watch dog) dan mengajukan clash action (proses pengawalan kasus pidana penyu).

 

Beberapa potongan tubuh penyu yang sudah beku, para penyu dipotong dengan bagian karapasnya. Foto Luh De Suriyani

 

Budi Prasetyo, salah satu anggota Polair Polda Bali dalam tesisnya berjudul Implementasi Tugas Dan Wewenang Penyidik Terhadap Perlindungan Penyu Hijau (Studi Kasus Di Direktorat Kepolisian Perairan Daerah Bali) untuk memperoleh gelar magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana, 2014, menyimpulkan ada sejumlah tantangan dalam penegakan hukum.

Ia menyarankan Dit Pol Air dalam menunjang tugas dan wewenangnya terhadap perlindungan penyu hijau dan penegakan hukum di wilayah perairan, perlu penambahan jumlah personil dan memperbanyak kapal patrol polisi. Koordinasi penyidik Dit Pol Air dengan penyidik dari instansi samping harus berjalan harmonis agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan, serta membangun kerjasama yang baik antar sub sistem peradilan pidana (kejaksaan, kehakiman, Lembaga Pemasyarakat dan Advokat) sehingga terbangun suatu sistem peradilan pidana yang terpadu (integrated criminal justice system).

Kemudian perlu dibentuk peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum terhadap pemanfaatan penyu hijau sebagai sarana upacara adat di Bali (Perda), serta perlu ditingkatkannya peran Dit Pol Air dalam memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat.

Dalam tesis, ia menjabarkan sudah ada keputusan dari pemimpin agama Hindu yang mendukung penegakan hukum. Terkait penggunaan Penyu dalam upacara Yadnya, selanjutnya Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali mengeluarkan Rekomendasi Penggunaan Satwa Terancam Punah (khususnya penyu) di Pesamuhan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, di Denpasar pada 15 Januari 2005.

 

Petugas TCEC Serang, dibantu Polisi dan relawan melepasliarkan 31 ekor penyu hijau hasil penangkapan penyelundupan di Pantai Kuta Bali, pada Kamis (14/04/2015). Sejumlah turis terlihat turut serta dan memotret kegiatan itu. Foto : TCEC Serang

 

Putusannya, Paruman Sulinggih Bali-Lombok mengajak umat Hindu untuk berperan aktif dalam pelestarian keanekaragaman hayati termasuk penyu laut melalui cara-cara yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Hingga populasi penyu dinyatakan stabil oleh pemerintah, Paruman Sulinggih Bali-Lombok meminta agar umat Hindu untuk tidak menggunakan penyu laut selain dari kebutuhan tersebut. Kebutuhan penyu untuk upacara ini diajukan dengan permohonan ijin ditujukan kepada Menteri Kehutanan Republik Indonesia c.q Balai Konservasi Sumber Daya Alam setempat.

Untuk meminimalisir dampak ekologis pemanfaatan penyu, maka ukuran panjang lengkung kerapas penyu yang boleh dipergunakan sebagai kelengkapan upakara upacara tidak boleh melebihi 40 cm. Penyu dengan ukuran ini bisa diperoleh dati aktivitas pemeliharaan/penangkaran yang khusus didesain untuk itu, atau melalui jalinan kerjasama dengan daerah (peneluran) lain di Indonesia. Merujuk dari keputusan Bhisama dan rekomendasi inilah yang digunakan sebagai acuan berdirinya pusat edukasi dan konservasi penyu, TCEC, di Desa Serangan, Denpasar Selatan. Kebutuhan untuk upacara bisa dicukupi, misalnya 48 ekor pada 2013.

Juga ada Bhisama Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat Nomor 05/Bhisama/Sabha Pandhita PHDIP/VIII/2005 tentang Tata Penggunaan Sumber Daya Hayati Langka dan/atau yang Terancam Punah dalam Upacara Keagamaan Hindu, yang ditetapkan 31 Agustus 2005. Disebutkan penggunaan sumber daya alam hayati dalam kegiatan beragama Hindu bertujuan untuk melestarikan keberadaan sumber daya alam hayati di bumi ini menyertai kehidupan umat manusia sebagaimana dinyatakan dalam Manawa Dharmasastra V.40 dan sastra Hindu lainnya.

Namun, tujuan perdagangan penyu terbanyak saat ini adalah untuk konsumsi. “Coba beri solusi, saya penggemar lawar penyu. Di mana kebijaksanaannya untuk itu,” seru salah seorang pecinta lawar penyu. Mungkin daging penyu perlu ada traceability system atau penelusuran asal dan jenisnya halnya ikan untuk pasar ekspor.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,