Kabar Buruk Jika Makan Daging Mamalia Terdampar

Masih ingat Pearlie? Paus betina kecilini mati terdampar di Pantai Mertasari, Sanur, Bali pada 23 Januari 2017 lalu. Ia digigit hiu cookie cutter shark yang terkenal gemar mengintai hewan laut muda. Pearlie, sebut saja demikian ditemukan sudah lemas dengan sejumlah luka di pesisir.

Tak hanya itu, dalam tubuhnya terdapat banyak cacing melebih batas normal. Hasil nekropsi menegaskan hal ini. Jadi, peringatan larangan mengambil daging hewan terdampar itu masuk akal. Makan daging hewan mati gratis bisa berbonus penyakit.

(baca : Belajar dari Pearlie, Paus Sperma Kerdil Betina yang Mati Terluka)

Hasil nekropsi atau pembedahan si Pearlie yang romannya mirip figur Pearl anak Tuan Krab di serial kartun Spongebob ini menyimpulkan, ditemukan investasi parasit (Ascaris sp.) pada sistem gastrointestinal. “Terdapat banyak cacing (anisakis) pada saluran sistem  pencernaan. Dari lambung hingga usus,” ujar Maulid Dio Suhendro, salah satu tim medik veteriner, mahasiswa S2 Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Udayana yang melakukan nekropsi ke Pearlie.

 

 

Anggota tim medik lainnya adalah Made Jaya Ratha (Coral Reef Alliance), Clara Dewinda dan Ida Bagus Windia Adnyana (Universitas Udayana). Sejumlah mahasiswa FKH lainnya terlihat ikut mempelajari proses nekropsi ini yang dilakukaan sesaat setelah Pearlie mati di laboratorium patologi kampus.

Menurut Dio, kadar normal itu jika ada cacing tetapi tidak terlalu banyak. “Ini hampir semua saluran pencernaan terdapat cacing. Artinya jika kita memakan paus terdampar memungkinkan untuk terjadinya penyakit zoonosis yangg ditularkan oleh hewan ke manusia atau sebaliknya,” papar pria muda yang menyukai hewan liar ini. Sama seperti penyakit zoonosis dari bakteri ataupun virus. Sementara pada paus sperma jenis Kogia ini jenisnya parasit.

Hasil lainnya ada cairan berwarna hitam pekat keluar urogenital. Dio menjelaskan ini cairan bewarna hitam dari sistem perkencingan dan reproduksinya. “Kami menduga pertama adanya indikasi penyakit erysipelas. Tetapi mungkin juga cairan pekat ini untuk mengelebui predator jika kogia merasa terancam,” jelasnya.

 

Paus ini roman mukanya mirip karakter kartun Spongebob bernama Pearl, si paus sperma remaja betina anak Tuan Crabs. Paus sperma kerdil ini terdampar dan mati di perairan Pantai Matahari Terbit, Sanur pada Senin (23/01/2017). Foto Luh De Suriyani

 

Kemudian ada hemorragi pada gastrointestinal dan selaput jantung. Terjadi perdarahan pada gastro intestine atau sistem pencernaan. Bisa terjadi akibat parasit atau penyakit lainnya. Sementara uji apung pada paru menunjukkan organ mengapung (berisi udara), artinya kematian bukan karena tenggelam.

Diagnosisnya, kematian Pearlie bersifat  non infeksius artinya adanya gigitan predator cookie cutter shark. Diperparah dengan inveatasi parasit cacing anisakis yang membuat kondisi Kogia menjadi buruk.

Berita acara nekropsi tim medis memaparkan detail identifikasinya. Ciri-ciri Pearlie si paus sperma kerdil muda ini adalah kepala berwarna abu-abu, bentuk rahang underslung seperti hiu. Warna keseluruhan biru tua sampai abu-abu dengan kulit berwarna coklat dengan abdominal abu-abu. Flipper depan sangat mendekati kepala. Bentuk blowhole sedikit berlekuk atau melengkung. Dorsal fin berukuran kecil, berbentuk persegi di belakang punggung. Jumlah gigi 14 pasang dan usianya masih anakan atau juvenile.

Bagaimana dengan hewan laut lain? Dari pengalaman Dio melakukan nekropsi, penyu juga membawa banyak penyakit baik virus, bakteri, dan parasit. “Penyu merupakan hewan kuat. Ketika mengalami kerusakan tubuh hingga 95% dia masih bisa bertahan. Artinya dia kuat terhadap penyakit,” tambahnya. Bukan berarti manusia yang gemar memakan daging penyu juga kebal penyakit.

Terlebih saat ini Polair Polda Bali makin banyak menangkap penyelundupan penyu yang sudah dipotong-potong. Jika sebelumnya selalu penyu terikat dan masih hdup, sekarang untuk mengelabui sudah berupa daging. Kondisi ini lebih buruk karena tak mungkin ada harapan bisa merehabilitasi penyu hasil selundupan dan dilepaskan kembali ke laut.

 

Beberapa potongan tubuh penyu yang sudah beku, para penyu dipotong dengan bagian karapasnya. Foto Luh De Suriyani

 

Walau sudah ada hasil sementara, direkomendasikan ada diagnosa banding. Misalnya peneguhan diagnostik melalui diagnostik laboratorium histopatologi, bakteriologi, dan parasitologi. Juga laboratorium genetika (menentukan spesies) dan rekonstruksi anatomi (osteologi)

Tim evakuasi paus terdampar di Mertasari ini dilakukan oleh tim life guard Sanur, BPSPL Denpasar, TCEC Serangan, dan FKH Unud. Seorang turis melaporkan melihat mamalia berenang di tepi laut, lalu coba direhabilitasi karena banyak perlukaan.

Sangat sedikit mamalia laut yang dibedah dan uji lab karena perlu biaya. Sementara nekropsi dinilai penting untuk mempelajari kehidupan hewan liar dan dampaknya pada manusia. Contohnya kewaspadaan mengonsumsi dagingnya ini.

Dio menyebut nekropsi Pearlie ini sukarela dengan biaya sendiri karena kecintaanya pada hewan liar. “Ada dana dari luar tapi harus ngajuin grant terkait forensik tapi kebanyakan forensic DNA,” ujarnya.   Masalah dana juga muncul jika hewan perlu perawatan. Ia mencontohkan dugong terdampar di Sulawesi. Bayi dugong memerlukan perawatan lumayan lama hingga 10 tahun.

 

Relawan dokter dan mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana mengungkap ada apa di balik kematian seekor paus kogia pada Janauri 2017 lalu dengan nekropsi. Foto Luh De Suriyani

 

Konteks lebih luas kewaspadaan penyakit pada hewan laut terkait daur ekologi dan dampaknya pada manusia salah satunya ditulis oleh Lena N. Measures, Anisakiosis and Pseudoterranovosis, editor Rachel C. Abbott dan Charles van Riper, III USGS National Wildlife Health Center (Circular 1393).

Dalam publikasi yang sudah ada versi online ini disebutkan munculnya penyakit zoonosis pada manusia dalam beberapa tahun terakhir sebagian besar hasil dari padat penduduk, dan terganggu lingkungan dunia yang mengalami perubahan iklim yang cepat. Penyakit zoonosis seperti anisakiosis dan pseudoterranovosis akan mulai muncul lebih sering pada hewan lintang utara dan populasi manusia.

Infeksi larva Anisakis spp. dan Pseudoterranova spp. Disimpulkan sangat tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan. Dalam daging ikan mereka dapat bertahan hidup dalam kondisi dingin, cukup penggaraman, dan suhu beku (Hauck, 1977; Bier, 1976; Deardorff dan Throm, 1988; Gardiner, 1990; Wharton dan Aalders, 2002). Beberapa metode persiapan ikan dapat digunakan untuk mengurangi kemungkinan tertular infeksi.

Larva Anisakis spp. pada ikan daging bermasalah bagi konsumen, karena ukurannya yang kecil dan warna transparan atau putih membuat sulit untuk dideteksi. Di sisi lain, larva Pseudoterranova spp., Yang umumnya banyak ditemukan dalam daging ikan, sering terlihat oleh konsumen, tergantung pada ketebalan fillet ikan.

Mengiris atau fillet ikan menggunakan pencahayaan kuat untuk melihat larva kemudian mencabuti secara manual (candling) masih digunakan secara komersial di beberapa pabrik pengolahan ikan.Tapi candling mahal, mengurangi nilai dari produk, dan tidak efisien sebagai yang khasiat tergantung pada ketebalan fillet yang diperiksa (Power, 1958, 1961; Valdimarsson dan lain-lain, 1985; Hafsteinsson dan Rizvi, 1987).

 

Seekor paus sperma betina atau sperm whale (Physeter macrocephalus), terdampar dan mati di sebuah pesisir pulau kecil di Gili Batu, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada pada Kamis (12/01/2017). Petugas dari BPSPL KKP Denpasar Bali dan petugas setempat dibantu masyarakat kemudian menenggelamkan bangkai paus di tengah laut. Foto : BPSPL Denpasar wilayah NTB

 

Dalam sejumlah kasus mamalia laut terdampar misalnya di Bali dan Lombok,  tantangannya adalah mencegah warga sekitar mengambil daging dan bagian tubuh hewan yang diyakini sebagai obat. Misalnya saat paus sperma sekitar 5 ton terdampar mati pada 12 Januari di Lombok.

(baca : Kurang Seminggu, 2 Paus Mati Terdampar di Lombok Timur)

“Sudah ada warga yang memotong sebagian giginya. Ada kepercayaan gigi dan minyaknya untuk obat,” urai Lalu Adrajatun petugas lapanganB alai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Denpasar yang juga mewilayahi NTB.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,