Gairah Kalimantan Timur Menjadi Provinsi Konservasi Badak

 

 

Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Awang Faroek Ishak, baru saja mendeklarasikan semangat Kaltim yang memiliki badak sebagai Provinsi Konservasi Badak. Menurutnya, semua badak yang ada di Kaltim sebaiknya tidak lagi disebut badak sumatera, melainkan badak kalimantan yang hidup di Kaltim. Pendapat tersebut ia sampaikan pada Lokakarya Sosialisasi dan Perencanaan Konservasi Badak di Kalimantan Timur, Selasa (14/03/17) di Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda.

Langkah awal sebagai salah satu Provinsi Konservasi Badak, Awang meminta seluruh pemangku kepentingan daerah untuk mengamankan dan menyelamatkan badak beserta habitatnya. Langkah berikutnya, lanjut dia, harus ada tim hebat yang mencari badak serta menentukan kawasan perlindungan sekaligus penyelamatannya. “Selain pesut, orangutan, gajah, dan banteng, kita juga perlu menjaga badak. Sejak dulu, saya mendukung perlindungan satwa yang ada di Kaltim, terutama yang endemik.”

Awang menegaskan, walaupun jenis badak yang ditemukan di Kutai Barat (Kubar) sama dengan badak sumatera, pasti ada perbedaan genetik yang lain. Pasalnya, dari lokasi yang ditempati badak sudah jelas di provinsi berbeda. Sehingga tidak menarik, kata dia, jika badak di kalimantan disebut badak sumatera.

“Saya dulunya dosen di Universitas Mulawarman dan menyukai penelitian. Sudah pasti antara badak sumatera dan badak di Kalimantan ada bedanya, walaupun jenisnya sama.”

Awang telah menyiapkan kawasan konservasi badak di Kutai Barat, yang tercatat dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kaltim. Menurutnya, kawasan konservasi badak di eks tambang emas PT. Kelian Equitorial Mining (KEM) Kutai Barat cocok untuk habitat badak karena dipenuhi pakannya serta tidak terganggu aktivitas manusia dan perusahaan. “Kawasan itu memang sudah dipersiapkan dan dipilih karena lokasinya dekat dengan ditemukannya badak pertama kali.”

Meski jumlah badak yang ada di Kalimantan diperkirakan hanya belasan individu, Awang tetap bersemangat menjadikan Kaltim sebagai Provinsi Konservasi Badak. “Nanti bisa dikawinkan dan melahirkan anak-anak baru. Masih ada harapan” sebutnya.

 

Badak Sumatera di kalimantan yang terekam kamera jebak (Repro WWF-Indonesia). Foto: Hendar

 

Keinginan Gubernur Kaltim tersebut, diapresiasi Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Dahono Adji.

Bambang menyebut, penyelamatan badak sumatera di Kalimantan dilakukan oleh KLHK, WWF Indonesia, serta para tokoh dan kepala adat Kutai Barat dan Mahakam Ulu. “Penyelamatan badak sudah dilakukan sejak dulu. Kabar bahagianya, badak Najaq ditemukan, tapi mati pada 5 April 2016. Mudah-mudahan, langkah penyelamatan dan konservasi ini bisa menyelamatkan badak lainnya.”

Bambang mengatakan, pihaknya telah menetapkan hutan eks tambang emas PT. KEM sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK). Di daerah tersebut tidak boleh lagi ada aktivitas manusia terkait penambangan atau penebangan kayu. “Saya mendukung semangat Gubernur Kaltim untuk memiliki badak sendiri. Bahkan, rencana Gubernur memasang foto badak di bandara sebagai simbol kekayaan Kaltim harus diapresiasi. Semoga penyelamatan badak ini berjalan baik,” tuturnya.

 

Gairah Kalimantan Timur sebagai Provinsi Konservasi Badak disampaikan Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak, saat Lokakarya Sosialisasi dan Perencanaan Konservasi Badak di Kalimantan Timur. Foto: Yovanda

 

Subspesies

Peneliti Animal Biosystematics and Ecology, Institut Pertanian Bogor (IPB), Dedy Duryadi Solihin, mengatakan setelah pihaknya melakukan penelitian badak yang ditemukan di Kaltim, ada kemungkinan jika badak yang ditemukan tersebut adalah subspesies.

Dedy memastikan hal itu setelah melihat dan membandingkan spesies badak Andalas, Bina, dan Turga dengan badak di kalimantan ini. Hasilnya, spesies badak ini berbeda. Meski ada kesamaan genetik, perbedaannya hanya 2 persen dan tingkat kesamaannya mencapai 98 persen, masih ada kemungkinan badak di kalimantan ini menjadi subspesies.

“Untuk memastikan spesies baru, diperlukan tiga perbedaan. Namun, di penelitian lain, badak di kalimantan ini terlihat lain sendiri. Dia tidak sama dengan badak andalas dan badak sumatera lainnya. Kemungkinan merupakan subspesies,” jelasnya.

Permasalahan DNA, lanjut Dedy, akan terus diamati. Dipastikan, badak yang ditemukan di Kalimantan tersebut bukan spesies baru. Namun, memiliki genetik berbeda, memiliki 8 asam amino, sedangkan badak yang lain tidak sebanyak itu. Kedepan, pihaknya akan melakukan langkah-langkah penyelamatan badak dan mengawinkannya. Sehingga, dapat menetukan jenis spesiesnya pada anak-anak badak itu.

“Kita akan lakukan perkawinan terstruktur. Untuk langkah mendesak, akan diidentifikasi semua kantong penemuan badak. Kita upayakan agar badak selamat,” pungkasnya.

Sebagai penjelasan, badak sumatera diklasifikasikan dalam tiga subjenis berdasarkan persebarannya. Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis daerah persebarannya berada di Sumatera, Malaysia, dan Thailand. Dicerorhinus sumatrensis harrissoni ada di wilayah Kalimantan. Sementara Dicerorhinus sumatrensis lasiotis ada di Vietnam, Myanmar bagian utara hingga Pakistan bagian timur. Untuk subjenis Dicerorhinus sumatrensis lasiotis, beberapa peneliti badak menyebutkan, keberadaannya sudah tidak terlihat lagi sejak puluhan tahun lalu.  

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,