Izin Berlayar dari Syahbandar Jayapura Dipertanyakan Tim Bersama

 

Keputusan Syahbandar Jayapura yang memberikan izin kapal MV Caledonian Sky keluar perairan Indonesia menuju Filipina, menjadi salah satu sorotan dalam rapat bersama yang digelar Kementerian Koordinator Kemaritiman, Rabu (15/3/2017) petang. Keputusan tersebut, dinilai sangat aneh karena kapal diketahui sudah merusak terumbu karang di Raja Ampat, Papua Barat.

Hal itu dikatakan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Kemenko Maritim Ridwan Djamaludin saat ditemui Mongabay di Jakarta, Rabu, seusai rapat. Menurut dia, keputusan dikeluarkannya izin berlayar ke Filipina, menjadi pertanyaan besar dari semua anggota tim bersama yang terlibat dalam penanganan kerusakan terumbu karang di Selat Dampir, Kabupaten Raja Ampat.

 

 

Kata Ridwan, izin pelayaran untuk sebuah kapal laut memang harus dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan dalam hal ini adalah Syahbandar Kepelabuhan. Berkaitan dengan itu, izin pelayaran kapal MV Caledonian Sky dikeluarkan oleh Kantor Syahbandar dan Otorita Pelabuhan Laut Klas II A Jayapura di Provinsi Papua.

“Memang ada yang berbicara (saat rapat), dokumen kapal itu tadi diperlihatkan. Memang kapal tersebut ternyata boleh masuk ke kawasan perairan tersebut. Itu sudah sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan),” jelas dia.

Untuk kawasan tersebut, Ridwan memastikan, sesuai regulasi, itu adalah kawasan yang masuk zona pemanfaatan. Dengan demikian, kapal laut dipastikan boleh masuk ke dalamnya. Yang jadi persoalan, kata dia, kapal seberat apa yang seharusnya boleh dan tidak masuk ke dalam kawasan perairan.

“Itu yang jadi pembahasan juga. Kita sedang belajar dari kelemahan ini. Kita juga belajar dari Great Barrier Reef yang ada di Australia. Di sana ada pembatasan kapal dan beratnya masuk ke dalam kawasan tersebut,” tutur dia.

Tentang keputusan Syahbandar mengeluarkan izin berlayar ke Filipina, Ridwan menjelaskan, bahwa hal itu juga sudah melalui prosedur dan hukum yang tepat. Mengingat, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, hanya dua hal yang bisa menahan sebuah kapal untuk tetap berada di tempat dan tidak melanjutkan pelayaran.

“Dua hal itu adalah karena perintah pengadilan, dan juga karena alasan cuaca. Nah, dua hal tersebut tidak ada pada saat mereka mengajukan izin keluar lagi. Karenanya, surat pun keluar dari Syahbandar,” ucap dia.

 

Kapal pesiar MV Caledonian Sky berbendera Bahamas yang dimiliki oleh perusahaan tur operator Noble Caledonian berbasis London, Inggris. Kapal ini kandas dan merusak terumbu karang di perairan Raja Ampat, Papua Barat. Foto : wordwildlife org

 

Namun demikian, Ridwan berjanji, tim bersama akan menyelidik alasan pasti kenapa Syahbandar mengeluarkan izin kapal tersebut untuk keluar dari perairan Raja Ampat. Kata dia, itu yang menjadi evaluasi dari tim bersama saat ini dan akan diperbaiki untuk kepentingan di masa mendatang.

“Ada yang mengatakan, ini bukan soal menahan atau tidak menahan, tapi ini mengizinkan berlayar sekarang atau tidak? Ini yang menjadi perdebatan. Kita akan cari tahu lebih lanjut alasannya,” ungkap dia.

 

Tuntutan Ganti Rugi

Berkaitan dengan keberadaan kapal yang sekarang ada di perairan Filipina, Ridwan Djamaludin mengaku bahwa itu juga menjadi salah satu kendala yang akan dihadapi. Karena, menurut dia, dengan kapal berada di luar wilayah Indonesia, maka Pemerintah Indonesia tidak bisa melakukan penahanan secara langsung.

“Kita tidak punya kewenangan untuk menangkap kapal ataupun nakhodanya, karena itu di luar wilayah Indonesia. Yang bisa kita lakukan adalah tuntutan ganti rugi dan juga tuntutan pidana dan disipliner,” urai dia.

Untuk memuluskan proses penuntutan secara hukum, Ridwan menyebutkan, pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan pihak Kedutaan Besar. Namun, dia tidak menyebut Kedubes mana yang sudah diajak komunikasi tersebut, mengingat kapal MV Caledonian Sky adalah kapal berbendera Bahama, namun bermarkas dan bernakhoda warga negara Inggris.

“Ini kan kompleks. Karenanya kita secara informal sudah melakukan koordinasi dengan Kedubes juga,” tutur dia.

 

Kapal pesiar MV Caledonian Sky berbendera Bahamas yang dimiliki oleh perusahaan tur operator Noble Caledonian berbasis London, Inggris. Kapal ini kandas dan merusak terumbu karang di perairan Raja Ampat, Papua Barat. Foto : noble-caledonia.co.uk

 

Sementara itu, Deputi Koordinasi Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengatakan, pihakya sudah memanggil perwakilan pemilik kapal MV Caledonian Sky dan perwakilan asuransi kapal di Indonesia yaitu SPICA Services Indonesia.

Arif menyebut, ada dua hal yang ditanyakan dalam pertemuan itu.  Pertama, apakah asuransi menanggung ganti rugi kerusakan terumbu karang dan kerugian terkait lainnya saja. Kemudian, apakah asuransi juga menanggung tanggung jawab pidana kapten kapalnya atau tidak.

Branch Manager SPICA Services Indonesia Dony yang langsung hadir dalam pertemuan tersebut, menjawab pertanyaan Arif dengan jelas. Menurut dia, pihaknya akan memberikan ganti rugi atas klaim yang diajukan oleh pihak ketiga. Tetapi, syaratnya harus ada survei dan verifikasi data lapangan.

“Intinya, kami tidak akan mengabaikan masalah ini dan akan terus berkoordinasi dengan pemerintah,” ujar dia.

Mendapat tantangan tersebut, Arif kemudian menjelaskan, Pemerintah saat ini sudah menurunkan tim survei yang baru akan kembali ke Jakarta pada Sabtu (18/3/2017) mendatang. Untuk itu, kedua pihak akhirnya menyepakati untuk melakukan survei bersama di Raja Ampat.

“Pihak asuransi menjanjikan akan mendatangkan surveyor independen yang merupakan ahli coral reef (terumbu karang) dari Universitas Indonesia atau dari kawasan,” jelas Arif.

Menurut Arif, survei bersama yang dilakukan mulai Jumat (17/3/2017) akan melihat dan menyepakati luas area kerusakan. Sementara, untuk valuasi kerugian itu akan dilakukan pada tahap selanjutnya.

“Proses valuasi harus dilakukan secara hati-hati dan cermat dengan memperhitungkan berbagai aspek, antara lain ekosistem, keragaman hayati, nilai wisata, kehilangan kesempatan ekonomi, kerugian masyarakat sekitarnya dan hal-hal lain yang penting dalam valuasi kerugian kerusakan terumbu karang,” papar dia.

 

Kondisi terumbu karang di zona inti Raja Ampat, Papua Barat yang rusak karena kandasnya Kapal MV Caledonian Sky. Foto : Badan Keamanan Laut

 

Arif menambahkan, mengingat asuransi tidak menanggung aspek tanggung jawab pidana kapten kapal, maka Indonesia menyampaikan kepada wakil pemilik kapal bahwa Indonesia mempertimbangkan dengan serius tuntutan pidana sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Kita ingin mencari tanggung jawab kapten kapal yang telah merusak lingkungan laut di kawasan konservasi,” ucap dia.

Sesuai ketentuan International Maritime Organisation dan juga kode etik awak dan nakhoda kapal, Arief mengatakan, kapten memiliki tanggung jawab dalam bidang perlindungan lingkungan hidup. Selain  itu, dalam Code of Conduct of Merchant Navy yang dikeluarkan Inggris, perusakan lingkungan hidup merupakan salah satu bentuk pelanggaran berat yang dapat berakibat dicabutnya izin berlayar.

Seperti diketahui, kandasnya Kapal Pesiar MV Caledonia Sky terjadi pada Sabtu (4/3/2017) pukul 12.41 WIT di sekitar Pulau Manswar, Distrik Meos Manswar, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Raja Ampat. Kapal tersebut mengangkut 79 orang kru kapal dan 102 penumpang dari berbagai negara.

Dari informasi sementara, kapal tersebut diduga kandas akibat nakhoda hanya memonitor Global Positioning System (GPS) dan radar tanpa memperhitungkan pasang surut air laut. Karena itu, kapal akhirnya terjebak di perairan dangkal dan baru bisa ditarik keluar setelah air kembali naik.

 

Kondisi terumbu karang di zona inti Raja Ampat, Papua Barat yang rusak karena kandasnya Kapal MV Caledonian Sky. Foto : Badan Keamanan Laut

 

Terjebaknya kapal berukuran besar tersebut di perairan dangkal, mengakibatkan terumbu karang disekitarnya mengalami mengalami kerusakan. Dari hasil pemeriksaaan, terumbu karang diperkirakan mengalami kerusakan fisik mencapai lebar 300-400 meter dan panjang 100 meter dengan kedalaman perairan sekitar 5 meter.

Sedangkan hasil pemeriksaaan lapangan dari Tim Pusat Penelitian Sumber Daya Perairan Pasifik Universitas Papua pada minggu kedua Maret 2017, menunjukkan kapal Caledonia Sky kandas dan merusak terumbu karang seluas 13.533 meter persegi atau 1,35 hektar.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,