Belajar dari Kasus Raja Ampat, Pemerintah Bentuk Kawasan Perairan Sensitif. Seperti Apa?

Rusaknya terumbu karang di kawasan Selat Dampier, Kabupaten Raja Ampat, menjadi pelajaran berharga bagi Pemerintah Indonesia dalam membuat dan memperbaiki regulasi untuk di wilayah perairan. Untuk itu, kawasan Raja Ampat dikaji untuk dijadikan sebagai kawasan laut sensitif (Particularly Sensitive Sea Areas/PSSA), karena di kawasan tersebut terdapat keunikan biota laut yang menjadi pusat terumbu karang segitiga dunia (Coral Triangle Center).

Rencana penetapan status tersebut diungkapkan Deputi Bidang Kelautan Kementerian Koordinator Kemaritiman Arif Havas Oegroseno saat memberikan keterangan resmi kepada media di Jakarta, Senin (20/03/2017). “Rabu depan kita akan rapat khusus tentang PSSA ini,” ungkap dia.

Arif mengatakan, yang disebut PSSA, ia adalah area yang memerlukan perlindungan khusus dari Organisasi Maritim Internasional (IMO) berkaitan dengan kondisi sosial, ekonomi, dan ekologi perairan sekitarnya. Perlindungan tersebut diberikan, karena faktor-faktor tersebut sangat rentan merusak aktivitas maritim internasional.

“Kita bisa daftarkan ke IMO, karena ada pedoman untuk PSSA itu sendiri di IMO. Kita harapkan, semua (kawasan) laut kita bisa masuk dalam PSSA, salah satunya juga untuk faktor keselamatan pelayaran nasional dan internasional,” tutur dia.

(baca : Begini Penampakan Kapal Pesiar MV Caledonian Sky yang Merusak Terumbu Karang Raja Ampat)

 

 

Untuk kawasan laut yang akan didaftarkan, Arif menjelaskan, selain Raja Ampat, Pemerintah sudah melakukan kajian dan pendataan, sudah ada empat lokasi yang berpeluang besar masuk kelompok tersebut dan didaftarkan ke IMO.

“Semuanya ada di wilayah timur Indonesia, seperti di kepulauan Papua, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara,” ungkapnya.

Menurut Arif, regulasi yang sudah ada saat ini, juga menjadi pengalaman penting dan berharga untuk menentukan langkah berikutnya dalam melindungi kekayaan laut yang ada di Indonesia, khususnya di Raja Ampat, Papua Barat. Namun, dia enggan menegaskan bahwa Pemerintah akan membuat regulasi baru ataupun melakukan revisi peraturan yang sudah ada sekarang.

“Kita ingin bahwa semua potensi kelautan yang ada sekarang bisa memberi manfaat banyak. Ya ekonomi, ya juga buat ekologi. Jadi, kita harus pandai dalam menentukan regulasinya,” ucap dia.

Dengan adanya pengaturan, Arif yakin, ke depan potensi kawasan wisata seperti Raja Ampat, tetap bisa berkembang dengan baik dengan tidak mengabaikan sisi ekologi yang harus senantiasa dijaga oleh semua pihak. Itu juga, kata dia, sejalan dengan keinginan Pemerintah yang ingin menggenjot potensi pariwisata dan tetap mempertahankan keaslian sumber pariwisata tersebut.

 

Kapal pesiar MV Caledonian Sky berbendera Bahamas yang dimiliki oleh perusahaan tur operator Noble Caledonian berbasis London, Inggris. Kapal ini kandas dan merusak terumbu karang di perairan Raja Ampat, Papua Barat. Foto : noble-caledonia.co.uk

 

“Kita bisa belajar dari wisata bawah air di The Great Barrier Reef di Australia. Di sana, cruise (kapal pesiar) juga bisa tetap masuk ke kawasan perairan sensitif. Tapi, ada batasan yang jelas sehingga itu tidak merusak biota laut yang ada di bawah air,” jelas dia.

“Apalagi, sebelum ini, kita memang tidak pernah tangani cruise dengan ukuran yang besar. Dengan sekarang upaya kita menarik cruise untuk pariwisata, ada tantangan-tantangan tersendiri,” tambah dia.

Dari sisi kebijakan, Arif menuturkan, Pemerintah ke depan akan mengatur berapa jumlah kapal pesiar yang tepat untuk setiap tahunnya masuk ke perairan Indonesia dari luar negeri. Kemudian, akan diatur juga berapa ukuran atau bobot kapal pesiar yang tepat untuk masuk ke kawasan-kawasan perairan tertentu.

“Bisakah cruise dengan ukuran tertentu atau besar bisa masuk ke kawasan perairan sensitif? Itu juga akan kita bahas,” sebut dia.

 

Kapal pesiar MV Caledonian Sky berbendera Bahamas yang dimiliki oleh perusahaan tur operator Noble Caledonian berbasis London, Inggris. Kapal ini kandas dan merusak terumbu karang di perairan Raja Ampat, Papua Barat. Foto : wordwildlife org

 

Luas Areal Survei

Dalam kesempatan sama, Arif Havas juga menjelaskan, hingga saat ini Pemerintah masih terus menghitung jumlah kerugian yang muncul dari kerusakan terumbu karang dan biota laut lain di sekitar Selat Dampier. Untuk kepentingan tersebut, tim bersama yang menerjunkan para ahli masing-masing ke lokasi, sudah menyepakati luas areal survei kerusakan.

“Tim sudah sepakat dengan tim asuransi, luas wilayah surveinya berapa. Ini bukan luas kerugian ya,” ucap dia.

Dari kesepakatn tersebut, luas survei ditetapkan 22.060 meter persegi dengan kedalaman antara 3 hingga 6 meter. Luas tersebut terbagi kepada sembilan transek (penilaian kondisi terumbu karang). Dan, dari sembilan tersebut, yang sudah dilakukan survei jumlahnya ada tujuh transek.

“Dua transek terakhir akan dilakukan besok (Selasa, 21/03/2017). Ini dilakukan terpisah, karena ombaknya cukup deras. Jadi, daripada membahayakan para penyelam, kita minta survei dilakukan lanjutan. Yang penting keselamatan terjaga,” ungkap dia.

Untuk melaksanakan survei, Arif menjelaskan, para pakar yang ada di lokasi menggunakan fotografi dan mereka mengambil foto untuk setiap meter terumbu karang yang ditemukan. Diharapkan, dalam waku yang tidak lama, semua transek sudah selesai dilakukan survei dan segera dilakukan penilaian akhir.

(baca : Butuh Ratusan Tahun Kembalikan Kondisi Terumbu Karang Raja Ampat yang Rusak)

 

Kondisi terumbu karang di zona inti Raja Ampat, Papua Barat yang rusak karena kandasnya Kapal MV Caledonian Sky. Foto : Badan Keamanan Laut

 

Setelah melakukan survei dan dilakukan penilaian, Arif menyebutkan, pihaknya baru bisa melangkah ke tahap berikutnya, yakni penuntutan pidana dan juga restorasi terumbu karang. Namun, seperti apa metode dan teknisnya untuk kedua langkah tersebut, hingga saat ini diakuinya masih belum dipastikan.

“Yang jelas sekarang ini kita semua fokus pada survei dan penilaian. Kita juga menyiapkan untuk dua langkah itu, tapi kita utamakan untuk survei dan penilaian dulu,” tutur dia.

Untuk langkah pidana, Arif menyatakan, tim yang terjun melakukan investigasi berasal dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sementara, untuk restorasi terumbu karang, akan dilakukan tim Coral Reef Rehabilitation and Management Program- Coral Triangle Initiative (COREMAP CTI) yang berasal dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Tim ini juga melakukan survei dampak sosial ekonomi yang ada di sekitar lokasi kerusakan. Selain itu, untuk rehabilitasi, itu juga akan dilakukan setelah hasil penilaian keluaar,” tandas dia.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Agus Dermawan, di tempat yang sama mengatakan, pihaknya untuk saat ini belum menentukan kapan restorasi akan dilaksanakan. Semua itu, harus menunggu proses survei dan penilaian yang dilakukan oleh tim ahli.

“Kita juga akan melihat, teknik restorasi seperti apa yang pas dilaksanakan untuk di sekitar kawasan tersebut. Karena itu tidak bisa sembarangan tekniknya,” jelas dia.

Menurut Agus, yang perlu dilakukan saat ini, adalah menunggu hasil survei dan penilaian saja. Karena, percuma juga jika dilakukan perencanaan sementara hasilnya belum keluar. Selain itu, dia ingin agar perencanaan dan pelaksanaan untuk restorasi dan penilaian dampak sosial ekonomi di masyarakat juga berjalan sangat baik dan tidak asal-asalan.

 

Kondisi terumbu karang di zona inti Raja Ampat, Papua Barat yang rusak karena kandasnya Kapal MV Caledonian Sky. Foto : Badan Keamanan Laut

 

Seperti diketahui, kandasnya Kapal Pesiar MV Caledonia Sky terjadi pada Sabtu (4/3/2017) pukul 12.41 WIT di sekitar Pulau Manswar, Distrik Meos Manswar, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Raja Ampat, Kapal tersebut mengangkut 79 orang kru kapal dan 102 penumpang dari berbagai negara.

Dari informasi sementara, kapal tersebut diduga kandas akibat nakhoda hanya memonitor Global Positioning System (GPS) dan radar tanpa memperhitungkan pasang surut air laut. Karena itu, kapal akhirnya terjebak di perairan dangkal dan baru bisa ditarik keluar setelah air kembali naik.

Terjebaknya kapal berukuran besar tersebut di perairan dangkal, mengakibatkan terumbu karang disekitarnya mengalami mengalami kerusakan. Dari hasil pemeriksaaan, terumbu karang diperkirakan mengalami kerusakan fisik mencapai lebar 300-400 meter dan panjang 100 meter dengan kedalaman perairan sekitar 5 meter.

(baca : Pemerintah Akan Tuntut Kapal Perusak Terumbu Karang Raja Ampat)

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,