Menari di Babakan Siliwangi, Untuk Hutan yang Lestari

Pagi itu, seperti biasa suasana hutan kota Babakan Siliwangi masih terasa sejuk dengan pepohonan rindang, semilir angin dingin dan bau tanah yang tercium segar setelah disiram hujan semalam. Rupanya keheningan masih senantiasa bersemayam di lahan seluas 3 hektare yang merupakan satu- satunya hutan tersisa di Kota Bandung, Jawa Barat.

Namun, kondisi tersebut seakan terlihat kontras bila dibandingkan dengan pembangunan Kota Bandung yang makin maju baik dari segi infrastruktur maupun penataan kota. Sisi yang lain terjadi penurunan luasan hutan yang sudah jelas bahwa fungsinya diperuntukan sebagai “penyeimbang” kota. Hutan Babakan Siliwangi yang dulunya diketahui seluas 9 hekater kini telah menyusut 6 hektare.

Tentu hal tersebut berpengaruh pada ketersedian air, kualitas udara dan temperatur kota. Padahal secara geografis, kota ini berada pada ketinggian kurang lebih 768 meter di atas permukaan laut. Hal itu menyebabkan Kota Bandung diberkati iklim yang lembab dan sejuk dengan suhu rata-rata 23 derajat celcius.

Kota ini juga dikelilingi oleh pegunungan, sehingga bentuk morfologi wilayahnya seperti sebuah mangkok raksasa yang dinamakan Cekungan Bandung.

 

 

Selain itu, Kota Bandung sendiri dijuluki sebagai kota kembang yang seakan – akan ditafsirkan pada zaman dulu kota ini dinilai sangat indah dengan banyaknya pohon-pohon dan bunga-bunga yang tumbuh. Atau entah karena apa asal – usul penamaan itu disematkan ke kota yang sekarang ini berpenduduk 2.4 juta jiwa.

Masih ditempat yang sama, sejumlah orang telah berkumpul mengubah suasana sepi menjadi riuh. Dilihat dari penampilannya tercermin bahwa mereka bukanlah orang biasa. Ternyata benar saja, mereka adalah para seniman yang tergabung dalam Komunitas Seni Tari Legus Studio.

Kedatangan mereka tentu memiliki tujuan yaitu melakukan pertunjukan tari bertajuk “Dialektika Tubuh Taman dan Hutan Kota” refleksi memperingati Hari Kehutanan Sedunia (International Day of Forest) yang ditetapkan per tanggal 21 Maret.

Hari Kehutanan Sedunia ditetapkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada Desember 2012, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya keberadaan semua jenis hutan dan pohon diluar hutan.

Tak menunggu lama, segala persiapan pun telah disiapkan lengkap mulai dari kostum sampai penataan artistik. Mongabay pun berkesempatan ikut bersama rombongan untuk menyaksikan pertunjukan yang mengangkat tema lingkungan tersebut. Sejauh kurang lebih 20 meter, penyelenggara mengajak rombongan untuk masuk lebih dalam ke hutan kota tersebut.

 

Para penari dari Komunitas Seni Tari “Legus Studio” menampilkan pertunjukan tari bertajuk “Dialektika Tubuh Taman dan Hutan Kota”, di Babakan Siliwangi, Jalan Siliwangi, Kota Bandung, Selasa, (21/03/2017). Pertujukan tersebut digelar dalam rangka memperingati Hari Kehutanan Sedunia dengan mengangkat polemik keberadaan hutan kota yang kian terkikis. Foto : Donny Iqbal

 

Di dalam hutan, suasana semakin asri dengan pepohonan yang menjulang tinggi ditambah kicau burung yang sesekali saling bersautan.  Disana rombonngan telah disambut oleh tiga para penari  yang sudah siap memulai pertunjukan. Ketiga penari tersebut melambangkan tentang hubungan antara bumi, manusia serta flora dan fauna.

Ibu bumi diperankan oleh Lena Guslina. Dengan cekatan Lena meliuk – liuk memainkan tubuh mungilnya dengan membawa bola merah yang mengisyaratkan planet bumi. Berlari kesana – kemari seolah kebingungan mencari perlidungan.

Manusia diperankan oleh Rusli Keeleng. Rusli turun dari pepohonan dengan perlahan, mengeluarkan nyanyian nyaring. Tubuhnya seakan memberi isyarat bahwa manusialah yang mampu melindungi bumi. Dalam adegan itu terjadi kolaborasi gerakan tarian indah antara Rusli dengan Lena.

Ketika sedang  terjadi perpaduan gerakan antara bumi dengan manusia. Flora dan fauna yang diperankan Mussa Hendriks , datang dengan gerakan yang kasar nampak menggambarkan kemarahan.

Ketiga elemen itu mempertontonkan gerak tarian yang khas. Seolah tariannya membahasakan tentang kondisi alam yang terjadi saat ini.

Selama kurang lebih 20 menit pertunjukan Dialektika Tubuh Taman dan Hutan Kota berlangsung dan diakhiri oleh adegan ibu bumi pergi ke sebuah pohon dengan membawa bola merah lantas mengangkatnya ke atas langit.

 

Para penari dari Komunitas Seni Tari “Legus Studio” menampilkan pertunjukan tari bertajuk “Dialektika Tubuh Taman dan Hutan Kota”, di Babakan Siliwangi, Jalan Siliwangi, Kota Bandung, Selasa, (21/03/2017). Pertujukan tersebut digelar dalam rangka memperingati Hari Kehutanan Sedunia dengan mengangkat polemik keberadaan hutan kota yang kian terkikis. Foto : Donny Iqbal

 

Sesuai pertunjukan, Lena menjelaskan makna dari tarian tersebut. Menurutnya tarian tersebut mengingatkan juga mengajak semua orang untuk mencintai alam termasuk hutan serta flora dan fauna yang masuk menjadi sebuah ekosistem.

Kepedulian manusia, kata dia, terlihat mana kala bencana alam sering terjadi saat ini. Sebenarnya bencana tersebut dapat diketahui penyebabnya seperti banjir yang makin marak terjadi ketika memasuki musim penghujan. Hal itu diduga oleh rendahnya pengetahuan tentang fungsi hutan.

“Dan disinilah (Babakan Siliwangi) merupakan hutan yang ada di jantung kota dan telah diakui dunia. Tentunya memiliki urgensi nyata. Saya rasa ini harus kita perhatikan lagi khusunya kepada pemerintah agar lebih melihat fungsi hutan itu sendiri. Dan marilah kita cintai hutan kita,” kata perempuan berparas manis tersebut, Selasa (21/03/2017).

Lena menuturkan, pada momen ini dirinya ingin mengajak masyarakat urban untuk mulai aware terhadap keberadaan hutan yang kini mulai terkikis oleh pembangunan.  Dia berharap masyarakat dan pemerintah juga saling mengingatkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Sebab, lingkungan terjaga adalah sebuah investasi jangka panjang untuk anak cucu kita kelak.

Rusli, penari lainnya mengatakan bahwa ada suatu hal yang saat ini terbalik yakni mengenai soal cara berpikir manusia. Kadang kala banyak pelajaran yang berasal dari alam yang sebetulnya baik untuk kemaslahatan manusia, namun karena kita yang menjadi menusia sombong dan merasa pintar akhirnya harus menerima hasil dari tindakan kita sendiri semisal bencana yang timbul akibat kerusakan alam.

“Dalam sejarah apapun, flora dan fauna merupakan yang pertama yang menempati bumi. lalu kemudian datang manusia. Artinya manusia dalah pendatang. Di situasi yang sekarang dimana manusia pandai, pintar seakan berkuasa malah membalikan itu. Saya pun merasa dan ini menjadi nasehat bagi saya juga” tegas dia.

 

Para penari dari Komunitas Seni Tari “Legus Studio” menampilkan pertunjukan tari bertajuk “Dialektika Tubuh Taman dan Hutan Kota”, di Babakan Siliwangi, Jalan Siliwangi, Kota Bandung, Selasa, (21/03/2017). Pertujukan tersebut digelar dalam rangka memperingati Hari Kehutanan Sedunia dengan mengangkat polemik keberadaan hutan kota yang kian terkikis. Foto : Donny Iqbal

 

Hutan dalam RTH di Perkotaan

Menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 17 menyebutkan bahwa proporsi kawasan hutan atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) paling sedikit 30% dari luas wilayah kabupaten/kota. Sedangkan pencapaian RTH Kota Bandung sendiri  baru mencapai 12%.

Dan jika berbicara idealnya, perhitungannya seperti ini. Satu pohon menghasilkan 1,2 kg oksigen per hari dan satu orang bernafas perlu 0,5 kg oksigen per hari.  Sehingga 2,4 juta jiwa (penduduk Bandung) dikali 0,5 kg (kebutuhan oksigen) dikali 1 pohon dibagi 1,2 kg, maka menghasilkan 930.000 pohon. Sehingga Pemkot Bandung perlu menyediakan ruang hijau untuk menanam pohon sebanyak itu, apabila ingin sesuai dengan peraturan tersebut.

Padahal Direktorat Jendral Departemen Pekerjaan Umum menuliskan bahwa RTH sebagai infrastruktur hijau perkotaan diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik dan introduksi) guna mendukung manfaat langsung dalam mewujudkan keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.

Kemudian secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun RTH non-alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga dan kebun bunga.

Pada dasarnya perencanaan tata ruang perkotaan seyogyanya dimulai dengan mengidentifikasi kawasan-kawasan yang secara alami harus diselamatkan (kawasan lindung) untuk menjamin kelestarian fungsi lingkungan, dan kawasan-kawasan yang secara alami rentan terhadap bencana.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,