Masyarakat Kalimantan Timur Menderita Akibat Lingkungan yang Rusak

 

 

Peristiwa haru meninggalnya Ibu Padmi, pejuang Kendeng asal Pati, Jawa Tengah Tengah, Selasa (21/3/17), yang berjuang mempertahankan alam dari pabrik semen, mengundang simpati kalangan aktivis lingkungan dan HAM di Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim). Menamakan diri Forum Satu Bumi, mereka menggelar aksi damai di halaman Taman Samarinda, Kamis (23/3/2017). Selain menyampaikan duka mendalam, Forum juga menyatakan keprihatinan untuk Provinsi Kaltim yang diangggap sebagai provinsi mematikan.

Dalam catatan Forum Satu Bumi, Kalimantan Timur adalah salah satu provinsi paling mematikan bagi warganya. Pasalnya, sejak zaman kolonial Belanda, sekitar 1894, provini yang dulu disebut Tanah Borneo ini sudah melakukan ekstraksi pada alamnya sendiri. Melalui pembongkaran minyak dan gas alam dan hingga saat ini terjadi, kekayaan alam terus dikeruk. Hingga hari ini, Kaltim masih mengandalkan perekonomian pada penebangan pohon untuk HTI dan HPH, pengerukan batubara, dan pembukaan perkebunan sawit.

Humas Forum Satu Bumi Mareta, menjelaskan, selepas Kaltara dimekarkan, luas Kaltim menjadi 12,7 juta hektare. Dari angka itu, 46 persen atau setara 5,2 juta hektare diperuntukkan tambang. Sementara, luas perkebunan hanya 3,37 juta hektare. Tidak lebih dari 4,27 juta hektare adalah ruang hidup yang harus dibagi untuk rumah ibadah, rumah sakit dan sekolah, jalan dan pasar, serta taman bermain dan permukiman untuk penduduk 3,4 juta jiwa.

“Mengapa kami menyebut Kaltim sebagai provinsi mematikan, karena dari data tersebut, kita dapat koreksi bersama. Provinsi ini dengan segala bentuk kebijakan baik pusat dan lokal berencana menciptakan ruang hidup yang buruk hingga menakutkan bagi masyarakatnya. Kami menyakini, segala jenis izin ekstraksi akan memberi daya rusak, mengancam, melanggar hukum, dan mematikan kehidupan,” jelas Mareta.

Menurut Mareta, kondisi Kaltim, sama sebagaimana di Kawasan Bentang Alam Karst, Jawa Tengah, di Pegunungan Kendeng. “Kami mengutuk sikap Pemerintah Jokowi yang  mendukung industri-industri berbahaya mematikan. Tidak hanya petani Kendeng, Kaltim juga menderita. Bukan hanya tambang batu bara dan migas, tambang semen pun sudah mengancam Kaltim. Stop industri mematikan,” tegasnya.

Informasi yang dihimpun dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, dari 1.400 IUP yang ada di Kaltim sekitar 1.205 IUP tidak membayar iuran tetap dan royalti kepada negara hingga merugikan negara sebesar Rp335 miliar. Sejak 2014, ada 232 lubang tambang menganga di Samarinda.

“Setelah tambang batubara, rencana penghancuran kawasan bentang alam karst sudah dimulai. Pemerintah telah mengeluarkan 16 izin pertambangan batu gamping di Kabupaten Berau dan Kutai Timur serta 1 izin pembangunan pabrik semen,” ujar Mareta.

 

Para pegiat lingkungan di Kalimantan Timur meminta agar segala bentuk industri yang menghancurkan lingkungan dihentikan. Foto: Yovanda

 

Siap hancurkan bentang karst

Tidak hanya di Kendeng, Bentang Karst Sangkulirang Mangkalihat di Kalimantan Timur juga terancam rusak. Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang mengatakan, Karst Sangkulirang Mangkalihat membentang dari Kabupaten Kutai Timur hingga Kabupaten Berau seluas 1,8 juta hektare. “Meski masih diributkan, tetap akan ada penghancuran di sana. Bahkan, wilayah yang diselamatkan juga tidak aman dari kerusakan.”

Pemerintah Provinsi Kaltim hanya menyisakan 307 ribu hektare atau 15 persen dari total luasan bentang karst. Selebihnya, dijadikan kawasan konsesi, mulai pertambangan batubara, bahan baku semen, perkebunan, hingga izin usaha pemanfaatan kayu hutan.

“Hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016, tentang rencana tata ruang wilayah atau RTRW Kaltim 2016 hingga 2030. Sebagian besar telah dikeluarkan izin konsesi di bentang karst tersebut. Ada 57 izin pertambangan, 30 izin pemanfaatan hasil hutan alam, 27 izin perkebunan, dan 17 ijin perusahaan hutan tanaman industri. Belum lagi 13 izin perusahaan semen.”

Rupang mengatakan, Pemerintah Kaltim mengatakan Indonesia mengalami kelangkaan bahan baku semen sekaligus untuk memenuhi kebutuhan semen di Kaltim yang tidak pernah cukup. Sehingga, karst yang dipilih. “Kita tidak mengalami kelangkaan bahan baku semen. Karst terancam karena hadirnya investasi ekstraktif, seperti proses perizinan yang saat ini berlangsung di Sekerat, Kutai Timur dan Biduk-Biduk, Berau,” sebutnya.

Melalui aksi tersebut, Jatam yang tergabung dalam Forum Satu Bumi, mempertanyakan Nawacita yang selalu digaungkan Jokowi. Pasalnya, kata Rupang, saat ini Kaltim terancam, sementara pemerintah terus menggelar karpet merah untuk industri-industri mematikan.

“Kita bertanya pada Presiden, bagaimana Nawacita yang dijanjikan. Bagaimana Presiden melindungi rakyatnya? Demikian juga Pemerintah Kaltim, apakah serius untuk merubah perda yang telah ditetapkan? Kami bersama koalisi masyarakat sipil itu menentang penetapan RTRW tersebut,” ungkapnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,