Jaga dari Beragam Ancaman, Empat Polda Bentengi Taman Nasional Kerinci Seblat

 

 

Taman Nasional Kerinci Seblat, salah satu taman nasional dalam kondisi terancam karena beragam masalah dari marak pembalakan liar, perambahan sampai perburuan satwa liar. Pertemuan World Heritage Committe Unesco di Paris Juni 2011 menguatkan itu.

Pada Selasa (14/3/17), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melalui Balai Besar TNKS, menandatangani nota kesepahaman dengan empat Kapolda di Sumatera guna penyelamatan taman nasional seluas 1.368.000 hektar ini.

Komitmen mereka memerangi perambahan hutan, pembalakan liar dan perburuan satwa di taman nasional yang membentang dari Bengkulu, Sumatera Selatan, Jambi dan Sumatera Barat ini.

Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK membenarkan nota kesepahaman itu. Dia bilang, ia jadi langkah strategis tata kelola dengan penguatan pengamanan hutan dan penegakan hukum.

TNKS, katanya, mengalami ancaman kejahatan kehutanan, seperti illegal logging, perambahan dan kebakaran hutan hingga hutan rudak dan bencana ekologis yang berujung kerugian negara.

”Kejahatan ini seringkali terorganisir,” katanya, kepada Mongabay, di Jakarta, baru-baru ini.

Dia berharap, nota kesepahaman empat kapolda ini mampu membentengi TNKS dari kerusakan hutan lebih masif. ”Kondisi beban, tekanan dalam penguatan fungsi perlindungan TNKS perlu berdampingan dengan semua stakeholder dan aparat penegak hukum,” kata Arief Toengkagi, Kepala Balai Besar TNKS.

Kesepakatan yang tertuang dalam nota kesepahaman “Penguatan Fungsi Kawasan Hutan Konservasi” ini ditandatangani oleh Agung Budi Maryoto, Kapolda Sumsel; Yazid Fanani, Kapolda Jambi; Fakhrizal, Kapolda Sumbar; Ags Kurniady Sutisna, Wakapolda Bengkulu; Bambang Hendroyono, Sekretaris Jenderal KLHK; dan Rasio Ridho Sani.

Arief mengatakan, penanganan TNKS kedepan jadi tugas bersama. TNKS pun, katanya,  meningkatkan kerjasama dengan masyarakat dalam penyadartahuan tentang perambahan an perburuan satwa liar.

”Perburuan cukup tinggi baik masyarakat ataupun oknum tertentu,” katanya seraya bilang satwa utama di sini harimau dan gajah Sumatera.

Harapannya, dengan langkah ini target peningkatan spesies 10% sampai 2019 terpenuhi, setiap tahun naik 2%. ”Indeks keberhasilan MOU dilihat dari komitmen kita dalam pemulihan tata kawasan terhadap laju perambahan habitat. Kita pastikan populasi satwa dan tumbuhan bisa meningkat secara alamiah.”

 

Paling parah

Jambi menjadi provinsi paling terdoferestasi, dari empat wilayah bentang TNKS. “Dibanding Bengkulu, Sumsel dan Sumbar, Jambi paling banyak terjadi pembalakan dan pembukaan lahan,” kata  Agusman, humas TNKS, pada Mongabay melalui saluran telepon, baru-baru ini.

Letak Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh di dalam TNKS, membuat para pembalak mudah mengakses taman nasional lewat jalan kabupaten.

Di Lembah Masurai, Merangin, Renah Pemetik, Kerinci, dan desa-desa sekitar Gunung Kerinci dan Gunung Tujuh, katanya, banyak pembukaan kebun kopi, kebun sayur dan kayu manis yang masuk TNKS. Warga dari Selatan (Bengkulu, Sumsel) yang masuk ke Merangin membuka perkebunan kopi.

“Di Lubuk Linggau dan Merangin juga ada desa masuk TNKS, pengawasan jadi sangat sulit.”

BTNKS sering patroli tetapi gagal. Perambah kerap kabur sebelum petugas datang, karena lokasi jauh. Agusman mengaku kekurangan personel menjaga TNKS dengan wilayah  seluas itu.

Dia mencontohkan, 422.190 hektar TNKS di Jambi,  hanya dijaga 32 polisi hutan. “Di Kerinci itu ada 17 polhut, kalau wilayah II Merangin dan Bungo 15 orang,” katanya.

Perambahan terjadi radius satu kilometer di kanan kiri pintu Rimba, jalur pendakian Gunung Kerinci di Jambi. TNKS dibuka untuk perkebunan sayur dan kayu manis.

“Kalau kita cuma satu atau dua orang mereka melawan, soalnya mereka kadang satu kampung, satu daerah, senasip seperjuangan. Malah satu keluarga, kalau mau ditangkap, melawan, mereka tidak mau keluarga masuk penjara,” katanya.

Arief mengibaratkan, TNKS sebagai perempuan cantik yang menarik perhatian banyak orang. Kesuburan tanah dan ketidaktersediaan lahan untuk perkebunan dan pertanian, membuat taman nasional tujuan jarahan.

“Awalnya buka ladang, karena berhasil, bawa saudara, tetangga.”

Polda Jambi akan menyusun rencana aksi. “Kita buat rencana kerja tahunan, baru nanti dilanjutkan rencana aksi,” kata AKBP Kuswahyudi Tresnadi, Kabid Humas Polda Jambi.

 

***

TNKS merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah sampai ekosistem sub alpin serta beberapa ekosistem rawa gambut, rawa air tawar dan danau.

TNKS memiliki 4.000 jenis tumbuhan famili Dipterocarpaceae, dengan flora langka dan endemik, yaitu pinus Kerinci (Pinus merkusii strain Kerinci), kayu pacat (Harpulia alborera), bunga Rafflesia (Rafflesia arnoldi) dan bunga bangkai (Amorphophallus titanium dan A. decussilvae).

Tercatat 42 jenis mamalia hidup di TNKS, seperti badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis), macan dahan (Neopholis nebulosa), harimau loreng Sumatera (Panthera tigris sumatrensis), kucing emas (Felis termminnckii), tapir (Tapirus indica), dan kambing hutan (Capricornis sumatrensis).

Sepuluh jenis reptil, enam jenis amphibi dan enam jenis primata juga ditemukan di sini. Dalam catatan BTNKS ada 306 jenis burung dari 49 famili berkembang biak di hutan hujan tropis Kerinci Seblat.

Aan Koordinator Wilayah Jambi Tim Pelestarian Harimau Sumatera Kerinci Seblat (PHSKS) mengatakan, perburuan dan deforestasi mengancam keberlangsungan harimau Sumatera. Dia menunjukkan, sejak 2012 perburuan harimau meningkat akibat permintaan pasar gelap tinggi.

“Kalau dulu paling kulit, sekarang semua laku dijual, dan harga lumayan menggiurkan,” katanya.

Pada 2009, populasi harimau Sumatera diperkirakan hanya 166 di kawasan dan sekitar TNKS. Ironisnya, hampir setiap kabupaten di bentangan TNKS bercokol pemburu, perantara hingga penampung, komplit. Mereka saling terkoneksi. “Ini kejahatan terorganisir.”

Aan bilang, trenggiling (Manis javanica), gajah, rangkong gading (Rhinoplax vigil) termasuk burung kicau banyak diburu.
Meski perburuan marak, terutama harimau dan gajah, kata Agusman, dua spesies kunci di TNKS ini mengalami peningkatan, melihat jejak dan kotoran yang ditemukan.

Beberapa kelompok gajah masih ditemukan di Bengkulu Utara, dan di Jambi ada sekitar 15-20 gajah hidup di Batang Merangin, Kerinci. “Karena terhalang tebing tinggi jadi wilayah jelajah gajah hanya berkutat dari Kerinci dan Muaro Bungo,” katanya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,