Kompor Penghasil Energi Listrik, Kompor Alternatif untuk Masyarakat

Kebutuhan akan energi listrik sudah tentu jadi prioritas utama bagi setiap orang. Namun, tingginya biaya listrik acapkali membuat sebagian merasa orang terbebani. Melihat fenomena itu, Ujang Koswara (48) membuat inovasi dengan bermodalkan peralalatan sederhana yang diubahnya menjadi alat penghasil energi listirik ramah lingkungan.

Iseng menjadi langkah awal Ujang, warga Kelurahan Kebonwaru, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung. Dia menceritakan, mulanya terinspirasi  dari istrinya ketika sedang menyetrika, lantas dirinya berpikir bagaimana menciptakan teknologi yang bisa menghasilkan listrik dari panas.

“Kompor ini baru saya buat sebulan yang lalu. Waktu itu saya hanya punya nyali dan tidak memiliki background keilmuan tinggi. Mengandalkan referensi dari internet dan youtube. Berbekal dari sana saya mencoba menafsirkan ide tanpa banyak teori,” kata dia saat mendemonstrasikan hasil kreativitasnya kepada wartawan di Jalan Gedung Utara, Kota Bandung, Rabu (29/03/2017).

Sebelumnnya, Ujang pernah membuat alat serupa dengan nama kompor sakti yang telah diproduksi sejak 2009. Sempat juga keliling beberapa pelosok wilayah untuk mensosialisasikan temuannya itu. Lalu kemudian kompor sakti dimodifikasi ulang olehnya dengan dibuat lebih sederhana lagi menjadi kompor huwako.

 

 

Menurutnya, kompor Huwako tidak jauh berbeda dengan hawu (tungku) pada umumnya, cuma kompor ini diberi sedikit sentuhan teknologi sehingga kesannya lebih modern. Meski demikian, teknologi yang digunakan pun terbilang cukup sederhana dan mudah digunakan. Kompornya terbuat dari bahan seng dan teknologinya menggunakan generator listrik dari panas.

Perihal bahan bakar, Ujang memanfaatkan limbah kayu atau ranting yang berserakan di lingkungan sekitar. “Lebih bagus pakai kayu bakar sih. Tapi karena kayu jarang kalau di kota. Jadi bisa pakai barang kering yang mudah terbakar, sehingga bisa mengurangi sampah juga,” imbuhnya.

Kompor tersebut juga dilengkapi blower yang memudahkan si pengguna mengatur tekanan tempratur api saat memasak. Pada proses kerjanya, listrik akan mengalir ketika api menyala. Kinerja perangkatnya mirip pembangkit listrik tenaga panas yang mengandalkan generator. Agar voltasenya stabil kompor ini juga dipasang komponen elektronik penunjang.

Listrik yang dihasilkan dari kompor huwako besarannya  5 watt dengan arus listrik sekitar 35 volt. Dengan arus tersebut bisa digunakan untuk mengisi baterai handphone atau menyalakan lampu LED dengan menyolokan kabel ke songket yang tersedia.

Listrik pada kompor ini akan terus ada ketika api dalam kompor menyala. Maka, Ujang menyarankan agar menggunakan accu atau baterai penyimpan listrik. Nanatinya dapat digunakan sebagai cadangan energi listrik.

Mantan preman ini mengakui kompor huwako perlu disempurnakan kembali. Masih butuh disederhanakan ihwal cara kerja terlebih perhitungan dari segi kajian ilmiahnya. Namun, dirinya menjamin dari segi keamanan tidak ada masalah.

“Seperti diketahui energi itu sesungguhnya sudah ada dan hanya berpindah saja. Kompor ini tidak terlalu unik sebetulnya masih sederhana. Jadi, ya belum ada niatan untuk dipatenkan tapi akan diserah terimakan dulu ke TNI yang nantinya akan dibantu mensosialisasikan,” kata Ujang yang juga pembina kelompok Universitas Kehidupan Otonom (UKO).

Tidak mau pelit, Ujang berencana akan memerdayakan masyarakat yang ingin belajar cara membuatnya. Untuk itu konsep yang dibangun Ujang,  bukan untuk menjual produk melainkan membagi cara pembuatanya dengan tujuan masyarakat bisa mempraktekannya sendiri.

Ujang berharap lewat penemuan sederhananya ini dapat dirasakan oleh masyarakat kota maupun desa. Kedepan bisa dijadikan energi alternatif di wilayah yang belum terjamah listrik.

 

Pemerdayaan

Khairul Novin (38), salah satu rekannya,  menuturkan kegiatan ini memang didasari oleh kepedulian sosial yang tidak serta merta menonjolkan nilai ekonomi semata. UKO bertugas membantu mewadahi  pelatihan bagi masyarakat tentang tatacara membuat kompor tersebut.

“Sebenarnya untuk teknologi sendiri masyarakat bisa akses karena memang bukan teknologi yang canggih. Tinggal masyarakat mau mencoba membuat dan kami akan mengajarkan itu dengan melakukan pelatihan hanya dalam satu hari. Karena sejak awal konsepnya adalah not helping but empowering (tidak membantu tapi memperdayakan),” kata dia.

Sejauh ini, kata Novin, beberapa instansi pemerintah sudah merespon tentang kegiatan menciptakan alternatif energi. Targetnya masyarakat yang dipinggiran kota bisa terbantu dengan mengurangi beban tagihan listrik sekaligus juga merawat lingkungan dari sampah. Selain itu, dengan adanya alat ini diharapkan mampu mendidik masyarakat untuk berdikari energi dengan cara sederhana.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,