Sudahkah Nelayan Kecil Indonesia Capai Kesejahteraan?

Dinilai sukses dalam memberantas perikanan ilegal di seantero Negeri, Pemerintah Indonesia dinilai masih belum sukses dalam merangkul pelaku yang terlibat dalam industri perikanan nasional. Tercatat, ada organisasi nelayan, perempuan nelayan, dan juga pembudidaya ikan yang memerlukan perhatian khusus dari Pemerintah.

Untuk itu, Pemerintah Indonesia didesak untuk segera memperbaiki pola komunikasi dan juga perlindungan terhadap para pelaku yang dimaksud. Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyikapi Hari Nelayan yang diperingati setiap 6 April.

Menurut Halim, dengan bersikap lebih terbuka, Pemerintah bisa memperbaiki kesejahteraan para pelaku usaha perikanan sekali kecil yang saat ini sedang ada di persimpangan jalan antara sukses atau mundur.

“Di tengah sengkarut tidak terhubungnya antara peta jalan perikanan berkelanjutan dengan tata kelola program nasional di bidang kelautan dan perikanan, perlindungan dari Pemerintah menjadi harga mati,” ungkap dia di Jakarta, Rabu (05/04/2017).

 

 

Halim menyebutkan, bermasalahnya pembangunan kelautan dan perikanan nasional, dipicu oleh terbitnya sejumlah aturan tanpa solusi yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Di antaranya, Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.).

Kemudian, masalah semakin memuncak setelah KKP menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

“Sontak nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, dan perempuan nelayan menerima dampak berat dengan pemberlakuan aturan yang positif, namun nihil solusi. Dalam situasi itulah, angka PHK dan pengangguran di sentra-sentra produksi perikanan meningkat drastis,” jelas dia.

 

Tabel 1. Dampak Regulasi Kelautan dan Perikanan

 

Selain itu, Halim mengatakan, permasalahan semakin meruncing, karena disebabkan tidak akuratnya perencanaan kinerja kelautan dan perikanan yang menggunakan dana dari APBN. Itu berimplikasi pada timbulnya kerugian negara dan minimnya manfaat dalam upaya menghadirkan kesejahteraan nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, dan perempuan nelayan.

 

Tabel 2. Rincian Program Penguatan Armada Perikanan Nasional 2016-2017

 

“Berubah-ubahnya target program dan indikator kinerja kelautan dan perikanan yang diharapkan menunjukkan minusnya kajian pendahuluan yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan,” ujar dia.

Padahal, kata Halim, hal itu bisa menimbulkan kesan bahwa tingginya target hanya sebatas untuk menaikkan citra dengan menomorduakan efektivitas dan efisiensi penggunaan APBN. Dengan demikian, kesejahteraan nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, dan perempuan nelayan akan terabaikan.

Untuk itu, Halim mendesak KKP untuk menyegerakan pelaksanaan program-program solutif guna mengatasi dampak yang timbul pasca terbitnya aturan dan carut-marutnya pengelolaan program kelautan dan perikanan.

 

Sejumlah nelayan sedang menarik jaring berisi ikan hasil tangkapan di perairan Tidore, Sangihe, Sulut. Foto : Themmy Doaly

 

Tinjau Ulang Poros Maritim Dunia

Terpisah, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendesak Pemerintah untuk meninjau ulang visi Poros Maritim Dunia yang sudah dicanangkan sejak Presiden RI Joko Widodo menjabat. Desakan itu muncul, karena hingga saat ini, orientasi pembangunan maritim di Indonesia masih belum juga jelas.

KNTI mencatat, hingga sekarang saat perayaan Hari Nelayan 2017 diperingati, pembangunan masih berorientasi pada kepentingan infrastruktur dengan konsekuensi meminggirkan nelayan tradisional sebagai mayoritas pelaku perikanan di Indonesia. Selain itu, sejumlah permasalahan juga tak kunjung usai, seperti Reklamasi yang merampas ruang hidup nelayan kecil.

“Juga dampak pelarangan alat cantrang di Pantura Jawa, akses permodalan dan akses pasar yang diskriminatif, tidak adanya upaya peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM nelayan dalam manajemen usaha, serta kerentanan terhadap perubahan kebijakan pemerintah dan perubahan iklim (cuaca ekstrem),” ujar Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata.

Marthin mengatakan, berbagai persoalan nelayan di atas dapat diselesaikan apabila Pemerintah bersungguh-sungguh menerapkan kebijakan yang telah ada dengan partisipasi penuh nelayan. Kata dia, itu bisa dimulai dari pengaturan penataan ruang laut yang harus memastikan wilayah zonasi perikanan skala kecil berkelanjutan.

Kemudian, alih alat tangkap tidak boleh menyisihkan satupun nelayan sebagai konsekuensi perlindungan hak asasi nelayan. Termasuk, proses bantuan pemerintah yang ditengarai masih dengan model top-bottom yang tidak partisipatif.

“Pemerintah perlu membangun dan meningkatkan kapasitas pengelolan usaha perikanan nelayan termasuk memastikan keadilan akses pasar dalam informasi harga. Jika ini dijalankan maka tugas perlindungan nelayan akan memastikan menjaga Indonesia,” tandas dia.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,