Cerita Warga Selamatkan Kukang dari Pasar Satwa sampai Camat Laporkan Bayi Orangutan Peliharaan

 

Bray Sinaga, warga Medan, Sumatera Utara ini membeli satu kukang Sumatera dari pasar satwa di sana, pekan lalu. Ternyata, dia membeli kukang, bukan untuk dipelihara, melainkan menyerahkan kepada BKSDA karena kasihan melihat satwa dilindungi ini terkurung di kandang jeruji besi.

Walau masih cukup liar, satwa tampak sedikit kurus. Setelah dia membeli, lalu membawa ke Kantor Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) di Medan.

Disana, dia bertemu dengan Kepala Seksi Wilayah-II BBKSDA Sumut, Herbert Aritonang. Sambil menyerahkan satwa, Bray berharap kukang Sumatera itu bisa segera dilepasliarkan ke alam.

“Kasihan, aku lihat kukang ini. Waktu ku beli di Jalan Bintang Medan, diletakkan di pinggir. Gak beraturan ku tengok. Aku berharap dia segera dilepaskan ke hutan, ” katanya.

Setelah menerima satu kukang Sumatera ini, BBKSDA Sumut,  langsung memanggil tim reaksi cepat Indonesian Species Conservation Program (ISCP).

Pemeriksaanpun dilakukan, mulai kondisi kesehatan, hingga gigi taring. Setelah diamati, gigi taring, menurut Rudianto Sembiring, Direktur ISCP, masih lengkap. Satwa inipun masih memiliki sifat liar cukup tinggi, dan kondisi keseluruhan sehat.

ISCP merekomendasikan, kukang Sumatera ini segera dilepasliarkan ke alam.

Rudianto bilang, kukang jantan diperkirakan berusia 1,5 tahun diduga belum lama tertangkap, kemudian dijual ke pasar satwa. Kalau sampai karantina, katanya, dia khawatir sifat liar berkurang. “Itu akan menghambat proses kembali ke alam liar.”

Menurut dia, perburuan dan perdagangan satwa ini masih terus terjadi. Sejak awal Januari 2017, setidaknya ada lima kukang berhasil mereka selamatkan bersama BBKSDA Sumut.

Sepanjang 2016, ada 14 kukang berhasil mereka selamatkan dan kembali ke alam.

Samuel Siahaan, Kepala Resort Konservasi Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit, menyatakan, setelah pemeriksaan medis,  semua persyaratan mengembalikan satwa ini ke alam terpenuhi.

Pelepasliaran pun dilakukan di hutan konservasi Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Lokasi pelepasliaran memiliki pakan cukup berlimpah hingga diharapkan mampu bersaing mencari makan dan berkembang biak dengan baik.

 

Bayi orangutan sitaan di Sampit. Foto: APE Crusader Center for Orangutan Protection Kalimantan Tengah.

 

Sita bayi orangutan

Kala di Sumut, satu kukang berhasil lepas dari jerat perdagangan, di Sampit, Kalimantan Tengah, satu bayi orangutan berhasil disita dari warga.

Pada Senin (20/3/17), BKSDA pos Sampit bekerja sama dengan APE Crusader Centre for Orangutan Protection (CPO) Kalteng menyita bayi orangutan peliharaan warga Dusun Seranggas, Desa Lempuyang, Teluk Sampit, Kotawaringin Timur.

BKSDA bergerak setelah mendapat laporan Camat Teluk Sampit Samsulrizal kepada BKSDA Pos Sampit Kamis (16/3/17).

Muriansyah, Kepala BKSDA Pos Sampit bilang, mengedepankan pendekatan persuasif kepada warga agar bersedia menyerahkan bayi orangutan.

“Setelah saya jelaskan satwa ini dilindungi, alhamdullilah, warga bisa mengerti,” katanya.

Warga telah memelihara bayi orangutan, yang diberi nama Madun ini, selama 24 hari. Dia memakaikan baju manusia pada Madun. Setiap hari,  Madun minum susu, makan tempe dan ayam goreng.

Satria Wardhna, koordinator APE Crusader COP Kalteng menemukan sejumlah benjolan di leher sebelah kiri Madun. Peradangan ini, katanya, mungkin karena makanan.

Pemelihara Madun, katanya, mengaku menerima orangutan sebulan lalu dari pemburu rusa. Madun, katanya, ditemukan tanpa induk di tengah perkebunan sawit sekitar desa.

Muriansyah sangsi Madun ditemukan sendirian. Setiap bayi orangutan pasti hidup bersama induk. “Kemungkinan besar induk dibunuh.”

Serah terima Madun dari warga kepada BKSDA Pos Sampit disaksikan Kepala Pos Polisi Brigadir Mujianto dan sejumlah aparatur kecamatan setempat.

Madun dibawa ke BKSDA di Pangkalan Bun, lalu masuk Pusat Rehabilitasi Orangutan milik Yayasan Orangutan Foundation International.

 

Kukang yang disita dari pasar satwa dilepasliarkan ke hutan. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,