Alex Noerdin: Saya Jamin Tidak Ada Lagi Kiriman Kabut Asap dari Sumatera Selatan

Dalam pernyataannya di depan konferensi internasional 4th Dialogue on Sustainable World Resources yang diselenggarakan oleh Singapore Institute of International Affairs (SIIA) di Singapura (07/04), Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin menjamin provinsi Sumatera Selatan akan bebas dari api dan asap kebakaran hutan dan lahan.

“Kami pastikan bahwa tidak ada asap yang berasal dari api kebakaran hutan dan lahan di provinsi Sumatera Selatan. If there is no fire, will be no haze,” jelas Alex Noerdin yang disambut tepuk tangan meriah oleh para peserta konferensi internasional tersebut.

Menurutnya, Sumatera harus bebas dari kabut asap, karena pada bulan Agustus 2018 yang akan datang provinsi itu, bersama DKI Jakarta, akan menggelar event olahraga terbesar bangsa-bangsa Asia, Asian Games XVIII. “Apa jadinya kalau ada kabut asap,” jelasnya

Seperti diketahui, selain warga Indonesia, maka warga negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia pun merasakan dampak kabut asap kebakaran hutan dan lahan musiman yang parah selama bertahun-tahun. Bahkan pada tahun 2015, indeks udara di Singapura merupakan yang terparah sejak 15 tahun.

Provinsi-provinsi di Sumatera, seperti Sumatera Selatan, Jambi dan Riau merupakan wilayah yang paling sering mengalami kebakaran hutan dan lahan baik yang terjadi di lahan konsesi maupun perkebunan milik rakyat selama belasan tahun. Struktur lahan gambut yang membuat api menjalar di bawah permukaan tanah semakin menyulitkan usaha pemadaman api yang terjadi.

Pada tahun 2015, dilaporkan ratusan ribu orang di provinsi Sumatera Selatan terdampak kabut asap yang disebabkan terbakarnya sekitar 900 ribu lahan gambut di provinsi itu. Presiden Jokowi sendiri bahkan mengecek langsung lapangan.

 

Baca juga: Riset Ungkap Perkiraan Kematian Dampak Asap Karhutla

 

Alex Noerdin mengakui tahun 2017 tantangannya akan lebih berat daripada tahun lalu. Tahun ini, diprediksi musim kering (dry season) akan berjalan panjang, yang berarti resiko terjadinya api akan jauh lebih besar. Noerdin dan jajarannya berjanji akan bekerja keras untuk mengantisipasi munculnya titik-titik api sejak dari awal.

“Komitmen dan kepemimpimpinan akan menjadi bukti kerja keras kami. Tahun 2015 lima negara membantu kami memadamkan api. Saat ini kami sedang lakukan restorasi di lahan-lahan gambut. Kami membantu masyarakat di desa-desa dengan penyediaan traktor tangan untuk mengelola lahannya. Kami fokus pada peningkatan kesejahteraan warga lokal. Diharap tidak ada lagi yang membakar lahan untuk aktivitas pertanian,”  jelas Alex kepada Mongabay Indonesia.

Pemda Sumatera Selatan jelasnya akan bekerjasama dengan perusahaan konsesi untuk membuat canal block, serta mempersiapkan desa peduli api. Didalamnya termasuk pelatihan kepada kepala desa dan kader-kader peduli api di tingkat lapangan.

Pengakuan terhadap keberhasilan kerja Pemerintah Indonesia pun datang dari pejabat negara tetangga. Menteri Sumberdaya alam dan Lingkungan Malaysia, Dato’ Sri Dr. Haji Wan Junaidi bin Tuanku Jaafar yang hadir dalam konferensi ini menyebut pemerintah Indonesia sudah berada dalam proses yang tepat.

“Kami amat mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dan jajarannya, yang pada tahun 2016 telah membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG). BRG memainkan fungsi penting dalam melakukan pemetaan, bekerjasama dengan institusi pemerintah lainnya, NGO, dan masyarakat lokal. Peran BRG penting untuk mendorong pembangunan di sektor agriforestri di lahan gambut,” jelasnya.

Di Sumatera Selatan sendiri, menurutnya hal itu mulai dapat dirasakan. Lebih dari 2.700 petani kecil independen yang mencakup lahan 5.500 hektar lahan telah menerima sertifikat dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Jumlah ini merupakan jumlah terbesar yang pernah diberikan oleh forum RSPO kepada kelompok individual.

 

Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin menjamin tidak ada lagi kabut asap yang berasal dari kebakaran lahan dan hutan di Sumatera Selatan. Foto: Ridzki R Sigit

 

Peran Bisnis dan Aliran Investasi

Indroyono Soesilo, Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) saat menjawab pertanyaan dari Profesor Simon Tay, Ketua SIIA, dalam dialog menjelaskan saat ini pebisnis harus mampu melihat perubahan dan tantangan yang terjadi dalam dunia bisnis.

“Jika ditanya apakah bisnis industri hutan berada di tahap sunset industry? Saya jawab ya, itu benar. Jika hanya bersandar diri dari sisi konvensional bisnis dari kayu semata. Tetapi tidak jika kita mampu mengembangkan potensi bisnis hasil hutan lain,” jelas Indroyono, yang juga mantan Menko Maritim Kabinet Kerja Jokowi-JK.

Dia menyebut, bisnis kehutanan seperti jasa hutan seperti ekoturisme dan kerjasama perkayuan dan non perkayuan dari hutan kemasyarakatan akan semakin berkembang kedepannya. “Seperti ekoturisme di Kampar yang nantinya bisa mengambil turis dari Singapura,” terangnya.

Menurutnya, pihak APHI pun siap bekerjasama dengan masyarakat untuk mengembangkan bergagai produk hutan kemasyarakatan yang telah digagas oleh pemerintah.

Sebagai catatan, Country Director  World Resource Institute (WRI) Indonesia, Nirarta Samadhi, menyebut tantangan terbesar dalam pengelolaan hutan dan lahan gambut adalah mengharmonisasikan 12 juta hektar lahan yang saat ini sedang sedang menjadi fokus pemerintah. Tak bisa dipungkiri, menurutnya hal ini merupakan pekerjaan yang kompleks yang jika tak hati-hati akan menyebabkan konflik di tingkat masyarakat lokal.

“Untuk Indonesia ini cerita klasik. Solusi terbaiknya lewat multistakeholder platform, perlu membangun komunikasi, termasuk yang melibatkan masyarakat adat dan lokal. Semua pihak dalam posisi simetris, swasta dan masyarakat bicara bebas dalam forum.” Dia pun menjelaskan hal ini dapat sinergi dengan perangkat yang dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia seperti UU Desa, moratorium dan peraturan tentang hutan kemasyarakatan.

Simon Tay, Ketua SIIA, menggarisbawahi reformasi bisnis sumberdaya alam seperti perkebunan sawit skala besar harus bersandar pada model rantai nilai (value chains), tidak saja mencakup satu perusahaan tapi keseluruhan industri dari hulu ke hilir secara lengkap.

“Singapura negara kecil, jika dibandingkan negara tetangganya. Namun kami menjadi hub pusat ekonomi dan bisnis keuangan. Di sini, Singapura bisa berperan memastikan rantai nilai yang menjamin bisnis dan keuangan yang berorientasi keberlanjutan lingkungan,” jelas Tay.

Pilihan bisnis yang berkelanjutan pun menjadi syarat dalam investasi. Setidaknya seperti yang telah dilakukan oleh Temasek, perusahaan BUMN Singapura yang bergerak dalam investasi bisnis keuangan, yang memiliki nilai portofolio bersih hingga SinD 240 milyar.

Managing Director Enterprise Development dan Sustainability Temasek International, Neo Gim Huay,  menjelaskan bahwa Temasek bersama Cargill Plantation, perusahaan asal Amerika Serikat, telah melakukan usaha patungan untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit PT Hindoli seluas 17 ribu hektar di Sumatera Selatan.

“Semuanya teraudit. Kami pastikan bisnis ini berjalan dengan adanya dukungan komunitas di sekelilingnya, juga tidak akan melanggar nilai-nilai lingkungan. Termasuk melakukan bisnis tanpa membakar lahan (no burn policy),” tutupnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,