Sedihnya ABK Ini Ketika Kapal Eks Asing Harus Dimusnahkan

Sedih dan kehilangan. Hanya dua kata itu yang selalu keluar dari mulut Edi Yulianto saat ditanya tentang kenangan bersama kapal Mitra Mas I, kapal milik PT Ocean Mitra Mas yang dinyatakan lolos dari verifikasi analisa dan evaluasi (Anev) yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terhadap kapal-kapal eks asing yang beroperasi di perairan Indonesia.

Edi Yulianto, yang tidak lain adalah nakhoda kapal perintis milik perusahaan tersebut, mengaku masih tak percaya, kapal yang sudah dikendalikannya sejak 2004 itu, dalam hitungan hari ke depan akan segera dimusnahkan (deregistrasi) oleh PT Sulung Bungsu Mandiri (SDM), perusahaan yang ditunjuk resmi KKP untuk melakukan deregistrasi.

“Bersama kapal tersebut, saya sudah mengelilingi Indonesia. Dalam perjalanannya tersebut, kapal selalu misi dermawan untuk masyarakat bawah,” ungkap Edi saat ditemui Mongabaydi pelabuhan tambat PT SBM di Kali Baru, Cilincing, Jakarta Utara, pekan lalu.

 

 

Sambil menatap kapal bertonase 550 Gros Ton (GT) yang tambat di depan Kali Baru, Edi menceritakan, keputusan untuk memusnahkan kapal tersebut diterima pada Februari. Saat itu, kapal yang sedang tambat di Banyuwangi, Jawa Timur, diminta untuk segera dibawa ke Jakarta.

“Namun, tidak bisa langsung dibawa, karena harus ada izin untuk berlayar. Karenanya, proses penerbitan surat izin juga sangat lama dan baru keluar pada pertengahan April ini. Begitu diterbitkan, kapal langsung dibawa ke Jakarta,” ucap dia.

Dalam perjalanan dari Banyuwangi itu, Edi mengatakan, dia mengemudikan kapal selama tiga hari dengan kecepatan 6 hingga 7 knot. Perjalanan itu, kata dia terhitung cepat. Mengingat, dari target yang dibebankan perusahaan, perjalanan diperkirakan bisa memakan waktu minimal  3 hari atau lebih.

“Memang, kita kebut bawa kapal. Karena tahu akan dipotong-potong nanti. Sedih juga sih,” tutur dia.

Sebelum masuk dalam daftar kapal deregistrasi, Edi menyebutkan, kapal tersebut biasa diawaki oleh 15 orang anak buah kapal (ABK). Untuk setiap kali perjalanan, butuh biaya banyak karena harus membayar ABK dan juga kebutuhan lain.

“Tapi, itu tidak apa karena perusahaan memenuhi tanggung jawab itu. Pendapatan juga bagus saat itu. Namun, karena masuk dalam daftar deregistrasi, maka otomatis kapal tidak bisa digunakan lagi. Sejak itu, pendapatan ABK terus menurun,” kata dia.

Meski sedih, Edi paham betul kenapa kapal perintis tersebut yang dipilih untuk dimusnahkhan. Menurutnya, dari 13 kapal yang ada, hanya kapal tersebut yang usianya paling tua. Dengan demikian, jka tetap dipertahankan pun akan memakan biaya yang sangat banyak.

 

ABK berdiri di kapal Mitra Mas I, kapal milik PT Ocean Mitra Mas di pelabuhan tambat PT SBM di Kali Baru, Cilincing, Jakarta Utara. Kapal itu bakal dimusnahkan KKP meski telah lolos verifikasi analisa dan evaluasi, Foto : M Ambari

 

Kapal Buatan Jepang

Dalam kesempatan sama, Kepala Armada PT Ocean Mitra Mas Aris Widodo menjelaskan, kapal Mitra Mas I adalah kapal buatan Jepang tahun 1979. Kapal dengan panjang 5 meter tersebut di Jepang digunakan untuk menangkap tuna (tuna longline).

“Kapal kondisinya baik, meski sudah tua. Kapal punya gudang pembekuan (cold storage) dengan kapasitas 20 hingga 2 ton. Ini digunakan untuk menampung ikan-ikan dari nelayan yang kita datangi,” papar dia.

Dalam menjalankan kerjanya, Aris mengatakan, kapal akan mengitari wilayah nelayan yang sudah diajak kerja sama dan sebagian besar ada di Indonesia Timur seperti Larantuka dan Maumere (Nusa Tenggara Timur), Papua, Fakfak (Papua Barat), dan Ambon (Maluku).

“Karena ini bisa mobile dan ada penampungan dengan pembekuannya, maka kita bisa menjangkau pantai yang jauh. Itu juga menguntungkan nelayan lokal,” jelas dia.

Untuk setiap kali perjalanan, Aris menyebutkan, waktu yang diperlukan minimal sebulan dengan lokasi yang dituju biasanya minimal 1 lokasi. Di lokasi tersebut, biasanya sudah siaga 10 hingga 20 kapal milik nelayan yang akan menjual ikannya kepada kapal Mitra Mas I.

Kapal-kapal nelayan tersebut, menurut penjelasan Aris, rerata membawa 10-20 ton yang berasal dari hasil penangkapan mereka.

“Namun, itu dulu. Sekarang, sudah 2,5 tahun kapal tidak beroperasi. Jadi hanya ditambatkan di Banyuwangi saja. Perlu biaya Rp70 juta untuk berlabuh, biaya solar penerangan, dan untuk ABK yang jaga,” jelas dia.

Mengingat sudah masuk daftar deregistrasi, Aris menjelaskan, pihak perusahaan sudah mendaftarkan penghapusan kapal ke Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Dari situ, kapal akan masuk proses pemotongan (scrap) yang waktunya bisa memakan tiga bulan.

“Kita jual ke Pak Haji Sadli (pemilik PT Sulung Bungsu Mandiri) dengan harga Rp2.500 per kg. Bisa dibayangkan, kapal yang dibeli dari Jepang dengan harga mahal, akhirnya dipotong-potong dan besinya dijual dengan harga murah,” tutur dia.

Tentang alasan yang mengharuskan PT Ocean Mitra Mas melakukan deregistrasi, Aris mengaku hingga kini belum mengetahui dengan pasti. Pasalnya, dari hasil Anev yang dilakukan KKP, seluruh kapal yang berjumlah 13 dinyatakan tidak ditemukan pelanggaran dan masuk dalam daftar whitelist.

“Namun, kapal memang adalah kapal eks asing. Di luar itu kita tidak tahu alasannya,” jelas dia.

 

Salah satu dari 81 kapal yang ditenggelamkan oleh KKP di Ambon, Maluku pada Sabtu (01/04/2017) . Menteri KP Susi Pudjiastuti sudah menegaskan, penenggelaman yang dilakukan di Ambon, menjadi bukti bagi penegakkan kedaulatan di wilayah Indonesia Timur. Foto : Didik Heriyanto/KKP

 

Harus Transparan

Komisaris PT Ocean Mitra Mas Esther Satyono pernah mengatakan, sejak kapal eks asing dinyatakan terkena moratorium pada November 2014 hingga sekarang, pihaknya belum pernah menerima penjelasan yang cukup dari KKP tentang nasib kapal-kapalnya.

Menurutnya, KKP seharusnya mengumumkan secara resmi dan detil alasan dan kapal mana saja yang dinyatakan deregistrasi. Alasan yang dimaksud, adalah kesalahan yang didapat dari setiap kapal yang dilakukan Anev.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menanggapi tentang kapal eks asing yang masuk dalam daftar deregistrasi, menyebutkan bahwa itu adalah tindakan yang benar. Tujuannya, agar KKP bisa menghapus seluruh kapal eks asing yang diduga kuat melakukan praktik perikanan ilegal.

“Deregistrasi kapal MKP merupakan upaya menghapus kapal eks asing dari 11 WPP. Termasuk whitelist,” ungkap dia.

Akan tetap, Halim mengatakan, walau masuk dalam daftar whitelist, KKP harus bisa transparan kepada pemilik kapal tentang status kapal tersebut. Jangan sampai, kapal tidak melakukan kesalahan, namun karena eks asing, kapal tetap diputus bersalah.

“Disinilah tingkat fairness MKP (Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, red) diuji. Jadi tidak asal menuduh,” tutur dia.

Diketahui, selain PT Ocean Mitra Mas, KKP melalui Satgas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (Satgas 115) pernah merilis data ada 88 dari 1.221 kapal eks asing yang berstatus deregistrasi. Namun, dari 88 tersebut, 32 kapal dinyatakan sudah keluar dari perairan Indonesia.

Adapun, ke-88 kapal tersebut adalah:

  1. Hendra Hutahaean, 3 kapal (2 di antaranya sudah deregistrasi)
  2. PT Kristalin Dwi Lestari, 8 kapal (1 di antaranya sudah deregistrasi)
  3. PT Anugerah Bahari Berkat Abadi, 33 kapal (16 di antaranya sudah deregistrasi)
  4. PT Binar Surya Buana, 83 kapal (38 di antaranya sudah deregistrasi)
  5. PT ChindoZhenyang Mina Anugerah, 2 kapal (2 di antaranya sudah deregistrasi)
  6. PT Gilontas Indonesia, 3 kapal (3 di antaranya sudah deregistrasi)
  7. PT Intimas Surya, 19 kapal (3 di antaranya sudah deregistrasi)
  8. PT Maritim Timur Jaya, 15 kapal (4 di antaranya sudah deregistrasi)
  9. PT Mentari Prima, 2 kapal (1 di antaranya sudah deregistrasi)
  10. PT Minatama Mutiara, 54 kapal (5 di antaranya sudah deregistrasi)
  11. PT Ombre Lines, 51 kapal (12 di antaranya sudah deregistrasi)
  12. Taib, 2 kapal (1 di antaranya sudah deregistrasi)

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,