Rumah Baru Si Pongo di Jantung Borneo

 

 

Maraknya penyerahan satwa dilindungi oleh warga Kalimantan Barat kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), membawa harapan keberlangsungan hidup mereka di habitat aslinya. Terutama, bagi orangutan kalimantan yang kini status konservasinya Kritis (Critically Endangered/CR). Namun, mencari habitat baru yang aman untuk si Pongo pun tak mudah.

Arif Rifqi, Manager Program Forum Orangutan Indonesia (Forina) mengatakan, Taman Nasional Betung Kerihun–Taman Nasional Danau Sentarum, merupakan kawasan baru yang disetujui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai daerah pelepasliaran orangutan dari subspesies Pongo pygmaeus pygmaeus. “Diseminasi kabupaten telah dilakukan Maret 2016, sedangkan tingkat nasional pada 17 Oktober 2016 lalu,” jelasnya, Selasa (18/04/2017).

Forina bersama Forum Konservasi Orangutan Kalimantan Barat (Fokkab) menjalankan program konservasi orangutan berbasis masyarakat di koridor Taman Nasional Betung Kerihun-Danau Sentarum, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, sejak Juni 2014. Dengan terbangunnya konektivitas dan terkelolanya habitat beserta populasi orangutan antara Koridor TNBK-TNDS (112.975 ha), TNBK (800.000 ha), dan TNDS (132.000 ha), viabilitas populasi dengan total bentang alam seluas 1.044.975 hektare tersebut terjamin. “Dampak dari program ini adalah terlindunginya habitat dan populasi orangutan Kalimantan.”

Hasil kajian lokasi pelepasliaran menunjukkan adanya kawasan baru pelepasliaran di Daerah Aliran Sungai Mendalam, kapasitas 149 hingga 412 individu. Estimasi terbaik di lokasi TNBK-TNDS, terdapat 670 individu orangutan dalam 1,176 kilometer persegi. “Kita bekerja sama dengan pusat rehabilitasi Sintang Orangutan Center, ada delapan individu yang akan dilepasliarkan Juni ini,” tambah Arif.

Kajian keanekaragaman hayati di lokasi program; di Sungai Seluwa (satu lokasi) dan Sungai Mentibah-Hulu Mendalam (dua lokasi), terdapat 28 jenis mamalia, 201 jenis avifauna, 80 jenis herpetofauna, dan 353 tumbuhan berkayu keras. “Di area yang terdegradasi dilakukan penanaman 71.625 pohon dari 45 persen jenis tanaman pakan orangutan pada lahan seluas 179 hektare,” katanya.

Forina juga melakukan peningkatan peran aktif dan partisipasi masyarakat di lima desa dalam upaya konservasi lansekap TNDS dan TNBK. Lima desa tersebut adalah Labian Ira’ang, Mensiau, Labian, Sungai Ajung, dan Melemba. Masyarakat juga didorong untuk mengedepankan hukum adat dalam konservasi kawasan tersebut. “Masyarakat menyadari, menyelamatkan orangutan sama dengan menyelamatkan manusia dan hutan.”

 

Orangutan jelas hidupnya di hutan dan merupakan satwa liar dilindungi. Akan tetapi, masih saja ada yang memeliharanya. Foto: Putri Hadrian

 

Lepasliar lagi

International Animal Rescue (IAR) Indonesia bekerja sama dengan BKSDA Kalimantan Barat dan Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) melepaskan kembali satu individu orangutan (Pongo pygmaeus) hasil rehabilitasi di kawasan naman nasional, di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, 29 Maret 2017 lalu.

Orangutan bernama Mimi (10 tahun) ini berasal dari Sintang yang diserahkan BKSDA Kalbar Mei 2011. Selama 5,5 tahun, Mimi menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi dan Penyelamatan Orangutan IAR Indonesia di Ketapang. Selama itu, Mimi belajar memanjat, mencari makan, dan membuat sarang layaknya orangutan liar.

Hasil monitoring Mimi selama di pulau pre-release IAR Indonesia Ketapang menunjukkan perkembangan positif. Mimi yang dulunya hidup di kandang kini sudah mampu memanjat, mencari makan, dan membuat sarang sendiri.

“Proses rehabilitasi memakan biaya besar dan cukup lama, bisa mencapai 7 – 8 tahun. Ada beberapa orangutan yang kami selamatkan, tapi terlambat untuk direhabilitasi sehingga mereka akan tetap tinggal di pusat rehabilitasi seumur hidup,” ujar Karmele Llano Sanchez, Ketua program IAR Indonesia

Sampai saat ini IAR Indonesia telah melepaskan 11 individu orangutan di TNBBBR.

 

Bentang alam yang merupakan koridor Taman Nasional Betung Kerihun–Taman Nasional Danau Sentarum. Foto: Forina

 

Rescue

Belum lama ini, BKSDA Kalbar juga mengevakuasi satu individu orangutan peliharaan dari Desa Rabak, Kecamatan Sengah, Kabupaten Landak. Orangutan jantan ini bernama Kotap, usia sekitar 4 tahun. Pemiliknya, Baco telah memelihara Kotap selama 3 tahun. Informasi keberadaan Kotap didapat pertengahan Februari lalu. Bahkan, dalam salah satu pertemuan pemilik meminta uang ganti Rp2,5 juta.

“Tim terus melakukan mediasi, hingga Kepala SKW III, Dani Arief diperintahkan untuk berkoordinasi dengan kepolisian setempat,” kata Kepala BKSDA Kalbar, Margo Utomo. Tim beserta tiga personel Polsek Sengah Temila mendatangi rumah Baco untuk bernegosiasi. Namun lagi-lagi gagal.

Akhirnya, 12 April 2017, berdasarkan Surat Tugas Kepala Balai Nomor ST.281/BKSDA.KALBAR/Peg/4/2017 untuk Melakukan penyelamatan TSL Orangutan di Desa Rabak, Kec. Sengah Temila, Kab. Landak, tim dengan bantuan IAR Indonesia menuju rumah Baco pukul 12.30 WIB. Akhirnya, Baco menyerahkan satwa dilindungi itu.

Dua tahun terakhir, Kotap dipelihara di kandang ukuran 1×1 meter. Kotap kini berada di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi IAR Ketapang, setelah menempati kandang transit di BKSDA Kalbar.

Di Sintang, BKSDA Kalimantan Barat juga mengevakuasi Pongo pygmaeus jantan, usia tiga tahun, dari warga di Desa Kebong, Kecamatan Kelam, Kabupaten Sintang. Orangutan bernama Bos itu, dievakuasi Tim Gugus Tugas TSL Seksi II Sintang BKSDA Kalbar, 31 Maret 2017.

Muksan, si pemilik, diberikan penyuluhan dan sosialisasi tentang aturan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta PP Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Bos dievakuasi dan dititiprawatkan di pusat rehabilitasi satwa Sintang Orangutan Center (SOC), sebelum dilepasliarkan ke habitatnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,